Pencemaran nama baik (menista) sebenarnya merupakan bagian dari bentuk penghinaan yang diatur dalam Bab XVI KUHP. Pengertian "penghinaan" dapat ditelusuri dari kata "menghina" yang berarti "menyerang kehormatan dan nama baik seseorang".
Pencemaran nama baik kerap kali disebut sebagai salah satu pidana yang cukup terkenal di Indonesia sebab banyak sekali laporan yang berujung proses hukum. Beberapa tahun terakhir ini pasal tersebut dikenal bersamaan pula dengan pasal ujaran kebencian.Â
Pengaturan tentang pencemaran nama baik diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal-pasal KUHP sebagai berikut :
1. Pasal 310 KUHP, yang berbunyi : (1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-". (2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.
2. Pasal 315 KUHP, yang berbunyi "Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Demikianlah uraian pencemaran nama baik menurut KUHP, lalu bagaimanakah pencemaran nama baik melalui sosial media? Sosial media merupakan sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara daring yang memungkinkan setiap manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Akan tetapi, fakta yang terjadi adalah terjadi penyimpangan penggunaan sosial media. Sosial media menjadi sarana untuk menyerang kehormatan atau nama baik pihak lain. Sering ditemukan adanya cyberbullying, hal tersebut dapat mengganggu psikis seseorang yang menjadi korban atas perbuatan tersebut. Karena ketika seseorang sudah merasa diambang batas rasa malu karena telah dipermalukan dapat bertindak dengan tanpa memikirkan akibat jangka panjang, yaitu mengakhiri hidupnya. Korban akan merasa tidak ada gunanya lagi dia hidup dengan keadaan yang harus dia hadapi. Sehingga perlu disadari bersama, bahwa hal-hal seperti itu harus kita hindari dan jangan dibiarkan berkembang begitu saja. Ketika suatu permasalahan terjadi dan apabila jika dilakukan pembiaran begitu saja dapat mengakibatkan suatu risiko yang berdampak luar biasa, semua pihak harus secara serius dan urgen untuk menindaklanjuti hal tersebut. Karena dari sebuah percikan api, dapat timbul kebakaran yang luar biasa. Mempermalukan juga sering dijumpai dilakukan sebagai ajang balas dendam karena tidak terima atas perlakuan seseorang kepadanya, hal tersebut dapat dilakukan oleh siapa pun dengan latar belakang alasan yang beragam dengan maksud untuk mempermalukan. Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Setiap orang harus dapat menghargai dan menghormati harga diri seseorang. Dalam kehidupan ini, terdapat akibat atas segala perbuatan yang kita lakukan, jika kita tidak ingin mendapatkan akibat buruk maka sebaiknya menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk.Â
Jadi kesimpulannya adalah, hormatilah orang lain sebagaimana kita ingin dihormati. Dalam hidup kita harus mampu memanusiakan manusia. Karena dari setiap perbuatan yang menyimpang terdapat risiko berupa sangsi hukum maupun sangsi sosial yang harus ditanggung oleh setiap pelaku suatu perbuatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H