Memasuki dunia kerja di masa dewasa berarti berurusan dengan tuntutan untuk lebih produktif. Menampilkan performa kerja memuaskan dan bersikap profesional dalam pekerjaan adalah kewajiban. Meskipun, pada beberapa kesempatan tidak selalu berada dalam kondisi prima, tetapi hal itu bukan berarti menjadi alasan untuk tidak produktif.Â
Menurut Riyanto dalam Elbandiansyah (2019:250), secara teknis produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan (input).
Berdasarkan definisi tersebut, maka seseorang dikatakan produktif apabila usaha energi yang dikeluarkan sejalan dengan hasil kerja yang didapatkan. Bahasa kerennya "usaha tidak mengkhianati hasil", katanya.Â
Namun, perlu dipertanyakan kembali. Usaha seperti apa yang dimaksud? Apakah dengan terlihat sibuk selalu berarti berusaha?
Saya pikir tidak. Kesibukan yang "tidak terarah" menuntun kepada fake productivity.
Di sisi lain, bersikap spontanitas tanpa perencanaan matang mengenai target dan strategi mencapainya memungkinkan terjadinya produktivitas sia-sia (wasted productivity).Â
Fake Productivity vs Wasted Productivity
Keduanya memiliki perbedaan dan persamaan dalam hal mengarahkan energi. Fake productivity terjadi karena individu mengarahkan energinya melakukan pekerjaan yang tidak dibutuhkan atau tidak genting pada saat itu.
Sedangkan, wasted productivity terjadi saat individu mengarahkan energinya mengerjakan banyak hal penting dalam satu waktu yang sama, tetapi tidak berdasarkan skala prioritas sehingga tidak tercapai tujuan yang sebenarnya.Â
Hasil dari kedua jenis produktivitas diatas adalah terhambatnya usaha kerja memperoleh hasil yang diinginkan. Akibatnya, tidak jarang individu merasa tidak mampu atau menilai rendah daya juangnya dalam menyelesaikan pekerjaan.Â