Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Normalisasi Candaan Kondisi "Disabilitas"

21 April 2024   06:30 Diperbarui: 21 April 2024   06:39 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Polina Kovaleva/pexels.com 

Setiap manusia terlahir dengan kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan itulah yang membuat hidup menjadi lebih berwarna. Kita tidak bisa memilih seperti apa dan bagaimana kita dilahirkan. Bahkan sebagai orangtua juga tidak memperoleh kesempatan tersebut. Memiliki anak yang terlahir dengan kondisi sehat dan sempurna adalah harapan yang didoakan setiap orangtua. Diantara mereka terdapat orangtua hebat yang berjuang membesarkan anak dengan kondisi spesial hingga masa dewasanya.

Individu spesial yang selanjutnya disebut sebagai penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus, dianugerahi kemampuan berbeda yang membuatnya unik. Keunikannya hanya dapat diimbangi oleh sedikit orang yang mau mengerti dan terlibat mendampingi. Oleh sebab itu, jika anda belum bahkan menolak mengenal mereka secara khusus, maka sangat tidak etis menjadikan kondisi disabilitas sebagai candaan dalam konteks apapun. 

Candaan yang dilontarkan kepada penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus dapat dikategorikan sebagai pelecehan verbal dan sah dipidanakan. Selain itu, perilaku tidak menyenangkan seperti diskriminasi, keterbatasan akses sarana dan prasarana publik bagi penyandang disabilitas, dan perilaku lainnya yang mengganggu keamanan serta kenyamanan juga dapat dipidanakan sebagaimana telah diatur dalam UUD terkait perlindungan dan layanan terhadap penyandang disabilitas. 

UUD No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagaimana dijelaskan bahwa yang tergolong penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. 

Pada pasal 2  UUD No 8 tahun 2016 telah diatur tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas yaitu penghormatan terhadap martabat; otonomi individu; tanpa diskriminasi; partisipasi penuh; keragaman manusia dan kemanusiaan; kesamaan kesempatan; kesetaraan;  aksesibilitas; kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak; inklusif; dan perlakuan khusus dan pelindungan lebih. (selengkapnya lihat disini). Berdasarkan aturan perundang-undang, maka dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak hidup yang sama dengan manusia lain pada umumnya. Mereka berhak mendapat perlakuan yang sama untuk dihargai, dihormati, dan didukung untuk mengembangkan diri. 

Banyak studi menemukan bahwa usia harapan hidup individu penyandang disabilitas lebih pendek dibandingkan individu tanpa kondisi disabilitas dengan rata-rata usia harapan hidup hingga 49.7 tahun (hasil studi tahun 2017). Hasil penelitian terbaru (Desember 2023) terhadap 1,359,812 individu penyandang disabilitas di Cina menemukan usia harapan hidup penyandang disabilitas berkisar antara 45-48 tahun dengan variabel gender sebagai pembanding. 

Mengapa demikian? Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas hidup individu penyandang disabilitas yang terukur dalam aspek kesehatan, aktifitas fisik, finansial, dan dukungan sosial. Lemahnya akses terhadap layanan sosial yang belum inklusif serta kurangnya intervensi publik mempengaruhi kondisi mereka secara fisik dan mental. Dalam kasus ekstrim, ketidakmampuan individu penyandang disabilitas dalam mengomunikasikan masalah yang dialami disertai dengan lingkungan yang tidak suportif, perlahan melemahkan bahkan membuat fungsi mereka sebagai manusia menjadi terancam. 

Dengan demikian, sangat penting bagi masyarakat tipikal meningkatkan kesadarannya berperilaku terhadap individu penyandang disabilitas. Perilaku buruk anda tidak hanya menghancurkan perjuangan mereka bertahan hidup, melainkan keluarga dan semua pihak dalam support systemnya juga turut merasakan hal yang sama. Salam toleransi.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun