Tidak memahami lingkungannya
Tidak bisa berkomunikasi
Gangguan jiwa
Tidak bisa bersosialisasi
Hanya cocok di sekolah khusus
Tidak bisa diajari/dilatih skill baruÂ
Individu penyandang ASD, DS, dan gangguan perkembangan lainnya memiliki spektrum bervariasi mulai dari ringan hingga berat. Oleh karena itu, kecenderungan kemampuan anak istimewa juga luas sesuai dengan spektrumnya termasuk level kecerdasan, kemampuan sosialisasi, kemampuan komunikasi, dan lain sebagainya. Namun, bukan hal mustahil bagi mereka untuk memiliki keterampilan baru. Anak istimewa yang dibekali dengan latihan dan terapi sejak dini terbukti mampu mengerjakan tugas yang diberikan.Â
Misalnya, anak istimewa yang terlambat bicara (speech delay) melalui program terapi wicara yang dilakukan bersama terapis maupun mandiri (keluarga berperan penting) dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi bahasa (verbal atau non-verbal). Kesulitan komunikasi anak istimewa terbatas secara verbal dikarenakan perkembangan otot-ototnya yang lemah untuk membantu ia berbicara. Program terapi khusus untuk memperkuat ketahanan fisik (koordinasi motorik-sensorik) dan melibatkan anak istimewa dalam situasi sosial (keluarga, komunitas, lingkungan tempat tinggal) akan mengoptimalkan pertumbuhan mentalnya termasuk rasa percaya diri serta pengendalian emosi.Â
Banyak anggapan yang memandang kondisi anak istimewa sebagai gangguan kejiwaan serius. Faktanya, kondisi mereka adalah bagian dari gangguan perkembangan yang terjadi sejak masa kehamilan hingga kelahiran. Umumnya, terjadi gangguan pada sistem neuron yang menyebabkan mereka kurang mampu berkomunikasi verbal (perkembangan bahasa terlambat) dan kecerdasan emosional rendah termasuk kecakapan sosial. Kabar baiknya, proses kognitif anak istimewa masih bekerja baik dengan keunikannya dibandingkan manusia pada umumnya. Umumnya, secara kognitif mereka memahami apa yang terjadi di lingkungannya. Hanya saja, mereka mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dirinya (pikiran dan perasaan).Â
Keunikan dari sisi kognitif adalah cara berpikir yang sangat teratur seperti memiliki SOP. Oleh karena itu, jika terjadi sedikit perubahan mereka mudah cemas dan stres. Hal ini saya temukan pada anak istimewa penyandang ASD. Rekayasa lingkungan menjadi bagian dari proses terapi untuk membantunya mengendalikan emosi. Disisi lain, anak istimewa yang saya berinteraksi langsung memiliki kelebihan lain dalam bidang numerik dan seni. Ia mampu berhitung cepat dan membedakan gradasi warna. Kesulitan pada anak istimewa hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan.Â
Melainkan, dapat dijadikan sebagai informasi untuk bagaimana semua pihak yang terlibat melakukan pendekatan yang efektif untuk membuat anak istimewa merasa dimengerti dan dihargai. Ketika mereka sudah mendapatkan koneksi (bonding), maka akan lebih mudah untuk berkomunikasi dengan mereka.Â