Masalah Hukum Ekonomi Syariah
Salah satu kasus Hukum Ekonomi Syariah yang sedang ramai adalah terkait sengketa Yusuf Hamka dengan bank syariah mengenai pelunasan dipercepat (early settlement) dalam akad murabahah. Yusuf merasa dirugikan karena walaupun ia ingin melunasi utangnya lebih cepat, bank tetap menagih pembayaran penuh sesuai kontrak, dengan potongan (ibra) yang dirasa tidak signifikan. Kasus ini menjadi perbincangan karena memunculkan ketidakpuasan nasabah terhadap bank syariah, terutama dalam penerapan prinsip syariah yang dianggap masih kurang mengakomodasi kepentingan nasabah.
Kaidah Hukum yang Terkait:
- Â (Kepatuhan pada Akad): Dalam transaksi murabahah, prinsip ini menyatakan bahwa akad harus dijalankan sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Artinya, meskipun Yusuf ingin melunasi lebih awal, ia terikat dengan perjanjian awal yang menyebutkan jumlah pembayaran penuh.
- Â (Kemaslahatan Umum): Kaidah ini menekankan bahwa penyelesaian sengketa harus memperhatikan kemaslahatan bagi semua pihak. Dalam konteks ini, potongan yang diberikan oleh bank seharusnya mempertimbangkan kepentingan nasabah agar transaksi tetap adil dan tidak memberatkan satu pihak.
Norma Hukum yang Terkait:
- Keadilan dalam Muamalah: Salah satu norma penting dalam hukum ekonomi syariah adalah keadilan. Transaksi murabahah seharusnya tidak memberatkan nasabah. Meski ada kesepakatan kontrak, norma ini menuntut agar pihak bank memberikan kebijakan yang adil bagi nasabah, terutama terkait potongan pembayaran dalam pelunasan dipercepat.
- Transparansi dan Amanah: Norma lain yang terkait adalah transparansi dalam pelaksanaan akad. Bank syariah harus terbuka mengenai mekanisme potongan dalam pelunasan dipercepat agar nasabah memahami dengan jelas hak dan kewajibannya serta tidak merasa dirugikan.
Aturan Hukum yang Terkait:
- Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah: Aturan ini menetapkan bahwa dalam akad murabahah, nasabah setuju membeli barang dari bank dengan harga yang disepakati, yang mencakup biaya pokok dan margin keuntungan bagi bank. Namun, fatwa ini juga membuka ruang bagi pemberian ibra atau potongan bagi nasabah yang melunasi utang lebih cepat. Ketidakjelasan mengenai besaran ibra sering kali menjadi sumber sengketa.
- Â UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah: Undang-undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip operasional perbankan syariah, termasuk kewajiban bank untuk mematuhi nilai-nilai syariah seperti keadilan dan transparansi. Namun, masih ada celah dalam aturan pelunasan dipercepat yang menimbulkan ketidakpuasan dari nasabah seperti Yusuf Hamka.
Analisis Perspektif Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence:
1. Positivisme Hukum:
  - Pendekatan Legal Formal: Dari perspektif positivisme hukum, penyelesaian sengketa harus berdasarkan aturan hukum tertulis yang berlaku, seperti fatwa DSN-MUI dan UU Perbankan Syariah. Dalam kasus ini, kontrak murabahah yang disepakati adalah hukum yang mengikat kedua pihak, dan bank syariah dapat berdalih bahwa mereka beroperasi sesuai aturan. Positivisme melihat bahwa selama semua pihak mematuhi aturan yang telah ditetapkan secara formal, tidak ada pelanggaran hukum.
  - Kepatuhan pada Peraturan: Pendekatan ini menekankan bahwa meskipun nasabah merasa dirugikan, selama bank beroperasi dalam kerangka peraturan yang sah, maka tindakan tersebut dianggap benar secara hukum. Positivisme kurang memperhatikan dampak sosial atau keadilan substantif, tetapi lebih fokus pada keabsahan hukum formal yang berlaku.
2. Sociological Jurisprudence:
  - Pendekatan Sosial: Dari sudut pandang sociological jurisprudence, hukum harus lebih dari sekadar aturan tertulis. Hukum harus mencerminkan kebutuhan dan kepentingan sosial masyarakat. Dalam kasus Yusuf Hamka, pendekatan ini akan melihat bagaimana penerapan akad murabahah dan kebijakan pelunasan dipercepat mempengaruhi kesejahteraan nasabah secara sosial dan ekonomi. Meskipun bank mengikuti aturan formal, perspektif ini mempertanyakan apakah kebijakan tersebut adil dan menguntungkan masyarakat luas.
  - Prinsip Kemaslahatan: Sociological jurisprudence juga menekankan prinsip kemaslahatan umum dalam hukum syariah. Jika suatu aturan atau praktik bank syariah merugikan nasabah secara tidak proporsional, seperti dalam hal potongan yang tidak memadai pada pelunasan dipercepat, maka aturan tersebut harus ditinjau dan disesuaikan untuk memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H