Selly Madela Br Ginting
Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
E-mail : sellyginting411@gmail.com
ABSTRAK
Berpikir komputasi dipandang sebagai keterampilan penting yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri terhadap teknologi masa depan. Oleh sebab itu, banyak penelitian yang berkaitan dengan berpikir komputasi Dilaksanakan oleh banyak peneliti.Â
Tetapi, jarang terdapat penelitian yang membahas tentang bagaimana strategi belajar yang tepat untuk dipraktikkan dalam mata kuliah pemrograman dasar guna mengembangkan pengetahuan dan berpikir komputasi. Dalam artikel ini dilakukan studi literatur dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang cara belajar dan mengajar, bahasa perograman, dan media pembelajaran.Â
Didapatkan bahwa berpikir komputasi sudah diterapkan di ilmu computer dan juga bidang lainnya. Sebagian besar penelitian memakai Problem Based Learning, Game based Learning, Cooperative Learning, dan Project Based Learning.Â
Banyak penelitan berpusat pada pelatihan kompetensi pemrograman dan komputasi matematis, tetapi ada juga beberapa mengangkat mode pengajaran lintas domain untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengelola dan mengkaji materi bermacam domain dengan komputasi.
Kata Kunci : Strategi pembelajaran, keterampilan pemrograman dan berpikir komputasi.
Â
ABSTRACT
Computational thinking is seen as an important skill needed to adapt to future technologies. Therefore, a lot of research related to computational thinking is carried out by many researchers. However, there are rarely studies that discuss how appropriate learning strategies are to be practiced in basic programming courses to develop knowledge and computational thinking.Â
In this article, a literature study is carried out from various studies that have been carried out previously on how to learn and teach, programming languages, and learning media. It was found that computational thinking has been applied in computer science as well as other fields.Â
Most of the research uses Problem Based Learning, Game based Learning, Cooperative Learning, and Project Based Learning. Much research is centered on training in mathematical programming and computational competence, but there are also several adopting cross-domain teaching modes to provide opportunities for students to manage and study multi-domain material with computation.
Keywords : Learning strategies, programming skills and computational thinking.
Â
PENDAHULUAN
Awal mula berpikir komputasi dipresentasikan pertama kali oleh Papert (1990), dan semenjak itu pengertian, pembelajaran, serta evaluasi sudah diulas oleh banyak peneliti (Grover & Pea, 2013). Menurut Wing (2006) menegaskan bahwa berpikir komputasi merupakan salah satu keterampilan hidup sehari-hari yang diperlukan masing-masing orang, dan bukan hanya sekedar kemampuan pemrograman yang hanya dipakai oleh ilmuwan-ilmuwan komputer.Â
Lebih lanjut dikatakan oleh Wing (2010) mendefinisikan pemikiran operasional sebagai proses pencarian solusi masalah, sehingga agen pemrosesan pesan bisa diimplementasikan secara lancar dan penyelesaian masalah. Dalam membantu memecahkan masalah oleh computer dapat melalui dua langkah sebagai berikut :Â
(1) meninjau langkah demi langkah untuk menuntaskan masalah, lalu memakai kemampuan teknis untuk memonitor komputer dalam menuntaskan masalah. Sebagai contohnya, seseorang hendaknya mengerti rumus matematika dan menerangkan masalahnya serta mempergunakan metode ataupun rumus yang simpel untuk menuntaskan masalah lewat perhitungan komputer.Â
Contoh lainnya, ketika menciptakan animasi, seorang pendesain hendaknya merancang cerita dan cara pengambilan gambar sebelum menggambar animasi komputer, dan menuntaskan tugas memakai perangkat lunak dan perangkat keras komputer.
 Berdasarkan dua contoh yang telah disebutkan sebelumnya, disimpulkan bahwa berpikir komputasi merupakan jalan berpikir yang mesti dilaksanakan sebelum memulai operasi komputer dan mesin.
Pemikiran komputasi menggambarkan proses dan metode dimana sistem beroperasi. Ini berfokus pada bagaimana komputer dapat digunakan untuk memecahkan atau menyelidiki masalah, daripada meniru perangkat keras komputer atau pemikiran komputer (Wing, 2008). Selain itu, Wing (2008) membayangkan tidak hanya bahwa pemikiran komputasional merupakan pusat pemecahan masalah, tetapi juga mengembangkan dan mengidentifikasi masalah.Â
Ini juga membangkitkan inovasi awal dalam STEM dan tema lainnya (Cheung, 2013), membantu tidak hanya untuk memahami bagaimana komputer memecahkan masalah, tetapi juga untuk membantu manusia memahami solusi dan masalah. Dengan kata lain, berpikir komputasional tidak selalu membutuhkan mesin, tetapi manusia dapat menciptakan proses berpikir komputasional dengan memanipulasi mesin (Wing, 2008).Â
Oleh karena itu, Wing (2008) percaya bahwa mata kuliah yang berhubungan dengan ilmu komputer tidak memerlukan pemikiran komputasional, tetapi penting bagi siswa dalam disiplin ilmu lain.Â
Guru saat ini perlu menciptakan dan mempromosikan fasilitas untuk belajar berpikir komputasional. Heinz dll. (2016) Menunjukkan bahwa pemikiran komputer dilakukan di kelas komputer atau mata pelajaran lain di berbagai negara untuk melatih siswa dalam berpikir komputer.Â
Sulitnya memodelkan atau menyalin bagaimana penalaran komputasional dikembangkan karena perbedaan sistem dan budaya pendidikan nasional. Oleh karena itu, banyak negara mulai mengembangkan pemikiran komputasi dan keterampilan pemrograman mereka.
Pemrograman pertama kali digunakan pada 1960-an ketika pemrograman logo pertama kali diperkenalkan sebagai kerangka kerja yang mungkin untuk mengajar matematika (Feurshow & Papert, 2011). Pada logo, siswa mengeluarkan perintah seperti FD 100 (100 maju) untuk menggerakkan kura-kura (panah) di layar.Â
Dalam buku aslinya, Mindstorms: Children, Computers, and Powerful Ideas, Papert (1980) menganjurkan penggunaan mode penemuan konstruksionis untuk mempelajari logo. Namun, logo itu tidak populer di sekolah umum pada 1980-an. Mungkin karena diskontinuitas antara pendekatan yang dapat ditemukan itu dan budaya sekolah aktivis yang lebih umum saat itu (Agalianos, Noss, & Whitty, 2001).Â
Papert (1980) berpendapat bahwa pengalaman pemrograman logo dapat mengembangkan keterampilan berpikir intelektual yang kuat pada anak-anak. Bertentangan dengan klaim mereka, studi empiris pemrograman logo tidak menemukan bukti konklusif untuk meningkatkan keterampilan berpikir anak-anak. (Kurland, Pea, Clement, & Mawby, 1986; Pea, 1983).Â
Setelah logo, sedikit yang telah dilaporkan tentang penggunaan pemrograman untuk mengajarkan keterampilan berpikir yang mendalam.Â
Namun, dalam beberapa tahun terakhir telah ada minat baru dalam mengajar siswa cara membuat kode (Grover & Pea, 2013; Kafai & Burke, 2013). Hal ini didukung dengan tersedianya bahasa pemrograman visual yang mudah digunakan seperti Scratch (Burke, 2012; Lee, 2010),Â
Tootalk (Kahn, Sendova, Sacristn, & Noss, 2011), Railroad Creator (Denner, Werner ), & Ortiz, 2012), dan Alice (Graczynska, 2010). Banyak dari bahasa pemrograman baru ini, seperti Scratch dan Alice, dimodelkan di sisi logo (Utting, Cooper, Klling, Maloney, dan Resnick, 2010).
 Selama pemrograman, siswa dihadirkan pada istilah berpikir komputasi yang diperkenalkan oleh Wing (2006). Ini termasuk memecahkan masalah menggunakan konsep ilmu komputer seperti remixing, debugging, abstarksi, dan iterasi (Brennan & Resnick, 2012; Ioannidou, Bennett, Repenning, Koh & Basawapatna, 2011; Wing, 2008. ).Â
Bentuk berpikir ini dapat dianggap dasar bagi siswa karena memerlukan "berpikir dalam banyak abstraksi" (Wing, 2006, p.35). Lebih penting lagi, pemikiran komputasional konsisten dengan banyak aspek keterampilan abad ke-21, termasuk kreativitas, pemikiran kritis, dan pemecahan masalah (Ananiadou & Claro, 2009; Binkley et al., 2012).Â
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa banyak guru menunjukkan bahwa pemrograman penting bagi siswa selama periode ini (Kafai & Burke, 2013; Margolis, Goode, & Bernier, 2011; Resnick et al., 2009). Ketertarikan baru dalam pemrograman untuk konfigurasi menunjukkan bahwa kita perlu memikirkan bagaimana hal itu lebih baik dikaitkan dengan jenis hasil pendidikan yang berpotensi dipromosikan.Â
Beberapa pencapaian yang dikemukakan peneliti adalah kemampuan berpikir lebih sistematis (Kafai & Burke, 2013) dan pengembangan keterampilan matematika dan sains (Sengupta, Kinnebrew, Basu, Biswas, & Clark, 2013). Tetapi, literatur zaman sekarang ini masih kurang penelitian yang mengkaji pemikiran komputasional dengan pemrograman dalam konteks (Grover & Pea, 2013).Â
Hal ini dikarenakan studi pemrograman ini sering dilaksanakan untuk siswa tersier yang mengambil mata kuliah ilmu komputer (misalnya Katai & Toth, 2010). Moreno, 2012). Oleh sebab itu, artikel ini mengulas studi empiris yang dilahirkan yang mengaitkan siswa dalam konteks pendidikan tinggi dan upaya untuk mendapatkan wawasan tentang penalaran komputasional melalui pemrograman kurikulum.
SUMBER DATA
Data-data yang di pergunakan dalam penyususunan penelitian ini adalah google scholar. Langkah pertama, mencari topik abstrak, makalah dan berbagai kata kunci di data base dengan kata kunci computational thinking. Didapatkan total 431 artikel. Langkah kedua, ditetapkan periode pencarian dari 2016 hingga 2019.
 sesudah menerapkan periode waktu pempublikasian, hasil pencarian memperlihatkan bahwa ada 212 artikel berpikir komputasi antara periode yang diterapkan. selanjutnya, ditetapkan jenis artikel untuk terbitan makalah jurnal akademik (dalam pers), makalah jurnal akademik, dan buku-buku, memberikan total 132 makalah atau buku jurnal.Â
Pada tahap akhir, pengecualian terhadap artikel jurnal non-SCI dan non-SSCI, memberikan 98 artikel untuk dikaji lebih lanjut. Informasi yang diperoleh kemudian dikelompokkan.
STUDI LITERATUR
Definisi Berpikir Komputasi
      Istilah berpikir komputasi diperkenalkan oleh Wing (2006). Dalam artikelnya tentang berpikir komputasi, ia menyattakan bahwa berpikir komputasi :
"represents a universally applicable attitude and skill set everyone, not just computer scientists, would be eager to learn and use"
      Artinya dalam Bahasa Indonesia adalah "mewakili sikap dan keterampilan yang berlaku secara umum yang ditetapkan setiap orang, tidak hanya ilmuwan komputer, akan bersemangat untuk belajar dan memakainya". Semenjak itu, berpikir komputasi sudah mempeoleh daya pikat di Amerika Serikat.Â
Tetapi, pengertian berpikir komputasi masih tetap dipertanyakan karena tidak ada wacana dominan yang berwenang (Barr & Stephenson, 2011; Brennan & Resnick, 2012; Grover & Pea, 2013). Misalnya, International Society for Technology in Education (ISTE) melihat pemikiran komputasional sebagai pemikiran algoritmik dengan peralatan mekanis dan representasi data menggunakan simulasi.Â
Sementara itu, National Research Council (NRC) telah mengidentifikasi matematika dan pemikiran komputasi sebagai salah satu dari delapan praktik utama pada aspek sains dan teknologi yang digariskan dalam Kerangka Pendidikan Sains K-12 (NRC, 2012).Direkomendasikan. Dalam kerangka ini, matematika dan pemikiran komputasi mencakup penggunaan komputer untuk mewakili variabel fisik dan hubungan di antara mereka.
Berpikir komputasional adalah kemampuan universal dalam hidup. Ini bukan lagi sekadar stereotip kemampuan yang diperlukan ilmuwan komputer. Setiap orang perlu memahami keterampilan ini dan bersedia menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Wing, 2006).Â
Kemampuan berpikir komputasional dan keterbatasannya bergantung pada pemrosesan komputasi, apakah pikiran manusia atau pikiran komputer digunakan untuk menangani masalah tersebut.Â
Pada tahap pertama pembelajaran, anak seharusnya tidak hanya dilatih kemampuan calisteun (menghitung, membaca, dan menulis), tetapi juga belajar bagaimana melatih penalaran komputasional dan melakukan analisis logis (Wing, 2006). Berpikir komputasional memiliki empat keterampilan operasional: penyederhanaan, penyisipan, transformasi, dan simulasi.Â
Untuk mengubah masalah menjadi masalah yang mudah dipahami (Wing, 2006), kami menggunakan konsep dasar ilmu komputer untuk memecahkan masalah, merancang sistem, dan mengubahnya menjadi cara berpikir yang dapat dipahami manusia (Wing, 2006). Pada saat yang sama, pemikiran komputasional memungkinkan pemikiran yang sama seperti ilmuwan komputer dengan masalah (Grover & Pea, 2013).
Wing (2008) lebih lanjut memutuskan pemikiran komputasi sebagai (1) konseptualisasi dari proses peningkatan bahasa pemrograman. Dikarenakan hal tersebut, siswa dituntut untuk mengaplikasikan tingkat berpikir abstrak yang berbeda-beda. Berpikir komputasional tidak terbatas pada pemakaian komputer untuk belajar (Wing, 2008).Â
(2) Proses logis lebih dititikberatkan dari operasi mekanis yang berulang. Oleh sbab itu lah, orang mempunyai lebih banyak fleksibilitas dalam menggunakan keterampilan mereka melalui pemikiran komputasi. (3) Pemikiran manusia, bukanlah mode perhitungan komputer.
Dengan kata lain, pemikiran komputer adalah cara untuk menyelsaikan masalah manusia, bukan hanya menyalin pemikiran komputer. Karena manusia lebih pintar dan jenaka daripada komputer (Wing, 2008). (4) Kombinasi penalaran matematis dan teknis untuk memperluas dasar-dasar matematika.Â
(5) Produk pemikiran siap pakai yang membantu Anda memecahkan masalah hidup, mengelola aktivitas sehari-hari, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain. (6) Keterampilan dasar sehari-hari, bukan filsafat abstrak.
Dalam kasus ISTE dan NRC, siswa diharapkan dapat menunjukkan pemikiran komputasional tanpa harus membuatnya menggunakan alat teknis. Sebaliknya, pemrograman mengharuskan siswa untuk menunjukkan penalaran komputasi melalui konstruksi artefak (Kafai & Burke, 2013; Resnick et al., 2009).Â
Oleh karena itu, definisi umum dari pemikiran komputasional yang diusulkan oleh ISTE dan NRC mungkin tidak cocok untuk pemrograman. Oleh karena itu, gambaran pemikiran komputasional dalam pemrograman ini menggunakan kerangka kerja yang diusulkan oleh Brennan dan Resnick (2012) untuk Scratch.Â
Scratch adalah bahasa pemrograman yang umum digunakan di lingkungan taman kanak-kanak hingga sekolah menengah (misalnya Baytak & Land, 2011; Kafai, Fields, & Burke, 2010; Tangney, Oldham, Conneely, Barrett, & Lawlor, 2010; Theodorou & Kordaki, 2010). ..Â
Mengenai Scratch, Brennan dan Resnick (2012) mengusulkan tiga dimensi pemikiran komputasi: konsep komputasi, praktik komputasi, dan perspektif komputasi. Tabel 1 merangkum gagasan utama yang terkait dengan ketiga aspek tersebut. Dimensi ini  juga sejalan dengan pengetahuan bahasa pemrograman Logo yang dikemukakan oleh Mayer (1992),
yang merupakan cara yang baik untuk memahami bagaimana siswa TK hingga SMA mengerjakan pemrograman. Ini termasuk sintaks, semantik, pengetahuan umum (konsep komputasi), dan pengetahuan strategis (praktik komputasi). Selain itu, Scratch berbagi fungsi serupa dengan bahasa pemrograman visual terbaru untuk siswa (seperti Alice).
 Bahasa-bahasa ini mudah dipahami karena memberikan umpan balik visual dari program dalam bentuk objek animasi dan memungkinkan siswa untuk membuat media interaktif (animasi, game, dll). Oleh karena itu, kerangka kerja ini cocok untuk mempertimbangkan pemikiran komputasional dalam konteks pemrograman.
Uraian tiga dimensi berpikir komputasi :
Dimensi
Penjelasan
ContohÂ
Konsep berpikir komputasi
Konsepp yang dipakai programmer
Variabel
Praktek  praktek  berpikir
komputasi
Praktik penyelesian masalah yang terjadi dalam proses pemrogramann
Iterasi, loops
Prespektif berpikir  kom- putasi
pengertian siswa  tentang  dirinya sendiri,
kaitannya dengan orang lain, dan teknologi di sekitarnya
Testiing and debugging
Taksonomi Berpikir Komputasi
Berpikir komputasional adalah cara berpikir tentang penyelesaian masalah dan mengarah pada penciptaan solusi  memakai langkah-langkah komputasi dan algoritma tertentu (Aho, 2012). Beberapa indikator yang terdapat pada berpikir komputasional adalah dekomposisi, pengenalan pola, generalisasi, abstraksi, dan algoritma,
Elemen pertama dari pemikiran komputasional adalah dekomposisi. Dekomposisi hanya mengubah masalah menjadi bentuk yang lebih kecil dan lebih mudah dipahami. Untuk memfasilitasi penyelesaian masalah, masalah yang kompleks perlu dievaluasi secara individual untuk menyederhanakannya.Â
Siswa dikatakan mampu melakukan dekomposisi apabila mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengidentifikasi informasi atau pertanyaan yang diajukan dari soal yang diberikan. Secara umum, siswa  mampu melakukan pembongkaran.
Kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah inferensi komputasional adalah pada komponen kedua dan ketiga dari inferensi komputasi, pengenalan pola. Ini karena Anda perlu menemukan input dan output yang tepat, yang membutuhkan tingkat penalaran dan pemikiran kreatif yang tinggi. Bagian abstraksi memiliki beberapa kendala lain yang dihadapi  siswa dalam menyelesaikan alat inferensi komputer.
 Tidak semua pola pemecahan masalah yang ditemukan dapat diterapkan pada semua masalah, sehingga generalisasi (abstraksi) memerlukan pemikiran yang matang. Ini adalah salah satu temuan Zhang & Nouri (2019), yang menjelaskan  beberapa kesulitan yang terkait dengan pengembangan keterampilan berpikir komputasi, seperti penggunaan cabang, struktur iteratif, kesulitan menggunakan variabel, abstraksi, dan penggunaan logika.Â
Saya sedang melakukannya. Dan modularisasi. Seperti yang didefinisikan dalam Wing (2006), berpikir komputasional dapat dibagi menjadi beberapa proses berpikir seperti abstraksi, desain algoritma, dekomposisi, pengenalan pola, dan representasi data. Selama dekade terakhir, pemikiran komputasi telah diterapkan pada berbagai mata pelajaran.Â
Para ahli telah mencoba berbagai strategi pembelajaran untuk membantu siswa belajar. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel II, dalam penelitian ini, pembelajaran berbasis proyek, , pembelajaran kolaboratif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis game, mendongeng, perancah,Â
teori pembelajaran komputasi, konsep pembelajaran berbasis, pengalaman estetika, pengajaran interaksi manusia-komputer, pembelajaran berbasis perwujudan dan desain universal untuk pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemunculan istilah Revolusi Industri 4.0 di abad 21  ditandai dengan masifnya perkembangan teknologi dan informasi. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu merancang kurikulum dan pembelajaran agar peserta didik dapat memperoleh keterampilan yang berdaya saing  global.
Salah satu keterampilan yang mendukung perkembangan teknologi dan informasi  adalah kemampuan berpikir dalam berhitung. Berpikir komputasional adalah metode menggunakan algoritma untuk menemukan solusi masalah dalam input data dan menerapkan teknik yang digunakan oleh perangkat lunak saat menulis program.Â
Tetapi alih-alih berpikir seperti komputer, Â untuk merumuskan masalah dalam bentuk masalah komputasi dan mengembangkan solusi komputasi yang baik (dalam bentuk algoritme), atau untuk menjelaskan mengapa tidak ada solusi yang cocok dapat ditemukan Hitung pemikiran Anda
Berdasarkan pendapat tersebut, jelaslah bahwa penalaran komputasional sangat penting bagi siswa di abad 21. Enam tahun  lalu, pemerintah Inggris menekankan pemikiran komputasional. Alhasil, siswa SD dan SMP mendapat materi pemrograman.
 Tujuannya bukan untuk melatih programmer, tetapi untuk memperkenalkan dan mengembangkan kemampuan berpikir komputasional. Mereka percaya bahwa kemampuan ini dapat membuat siswa lebih pintar dan membantu mereka  memahami teknik di sekitar mereka lebih cepat.
Pemikiran komputasional dapat diukur dengan memberikan  pemecahan masalah. Soal dirancang dengan langkah penyelesaian berdasarkan ukuran daya komputasi. Penalaran komputasional memiliki empat keterampilan: dekomposisi masalah penalaran algoritmik, pengenalan pola, dan abstraksi dan generalisasi. Keterampilan ini adalah: Dekomposisi masalah
 Kemampuan untuk menguraikan informasi / data besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan memahami, memecahkan, mengembangkan, dan mengevaluasi bagian-bagian ini secara individual sehingga Anda dapat  memahami kompleksitas  masalah.
Algoritma Inferensi
Keterampilan yang berfokus pada kemampuan untuk memahami dan menganalisis masalah, mengembangkan serangkaian langkah yang mengarah pada solusi yang tepat, dan menemukan langkah-langkah alternatif untuk memastikan bahwa pendekatan alternatif terpenuhi.
Pengenalan Pola
Pengenalan dan pengembangan keterampilan, pola, hubungan, atau persamaan untuk memahami data dan strategi yang dapat digunakan untuk memahami data  besar dan meningkatkan ide abstraksi.
Abstraksi dan Generalisasi
Abstraksi adalah ekstraksi makna dari data yang  ditemukan dan maknanya. Generalisasi adalah  cara cepat untuk memecahkan masalah baru berdasarkan solusi dari masalah serupa sebelumnya.
STRATEGI YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBELAJARAN GUNA MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PEMROGRAMAN SERTA BERPIKIR KOMPUTASII
Strategi
Penjelasan
problem-based learning
Pengertian pembelajaran dengan basis masalah ialah menolong siswa  menetapkan tujuan belajar mereka sendiri melalui konteks masalah. Siswa  mengeksplorasi solusi  pembelajaran mereka sendiri dan melaporkan hasil pembelajaran dan umpan balik mereka kepada tim. Pembelajaran berbasis masalah tidak hanya  dipakai untuk menuntaskan masalah, namun juga untuk menegembangkan pemahaman siswa mengenai pengetahuan baru melalui pertanyaan-pertanyaan yang tepat (Wood, 2003).
Collaborative learning (teamwork)
Pembelajaran kelompok dibagi menjadi  pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif. Dalam pembelajaran co-op, mitra berbagi pekerjaan mereka, menyelesaikan subtugas secara individual, dan kemudian menggabungkan sebagian hasil  menjadi hasil akhir. Pembelajaran kolaboratif mendorong anggota kelompok untuk melakukannya
 Melakukan tugas bersama, bernegosiasi, dan bertukar makna terkait dengan tugas pemecahan masalah (Dillenbourg, 1999; Roschelle & Teasley, 1995).
project-based learning
Pembelajaran berbasis proyek ialah model yang mengatur pembelajaran di sekeliling proyek. Sebuah proyek adalah tugas kompleks berdasarkan pertanyaan atau masalah yang menantang yang melibatkan siswa dalam desain, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau kegiatan penelitian. PBL memberi siswa kesempatan untuk bekerja  relatif mandiri dalam jangka waktu yang lama, yang berpuncak pada produk atau presentasi yang realistis (Jones, Rasmussen, dan Moffitt, 1997).
game-based learning
Pembelajaran berbasis permainan (GBL) miripp dengan pembelajaran berbasis masalah (PBL) dalam skrip masalah tertentu ditempatkan dalam rangka bermain (Barrows & Tamblyn, 1980). GBL bisa memberi pendekatan e-learning (SCeL) yang bertangkup pada siswa (Motschnig-Pitrik & Holzinger, 2002). Selain daripada itu, gim ini merangkul banyak fitur penuntasan masalah. Hasil yang tidak diketahui, beberapa jalur menuju tujuan, membangun konteks untuk masalah, kolaborasi multipemain, dan
 Mereka menambahkan unsur persaingan dan peluang.
scaffolding
Untuk memberi bantuan kepada siswa dalam mempelajari pengetahuan baru di awal, scaffolding memberikan kerangka belajar. Tujuan perancah adalah untuk melatih siswa untuk me- mecahkan masalah secaara mandiri.
problem solving system
Temukan solusi untuk masalah dengan cara yang logis atau khusus, pahami tujuan masalah, dan terapkan keterampilan dan metode yang sesuai untuk memecahkan masalah ini.
storytelling
Pesola (1991, hal. 340) menunjukkan bahwa mendongeng adalah "salah satu alat yang paling efektif untuk menyertakan pelajar muda dalam bahasa." Menurut Isbell (2002), banyak cerita yang cocok dengan  anak-anak mengandung frasa yang berulang, kata-kata yang unik, dan penjelasan yang menarik. Fitur-fitur ini mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan mengulangi, bernyanyi, bernyanyi, dan bahkan menceritakan kembali kisahnya. Banyak  bahasa yang dipelajari anak-anak mencerminkan bahasa dan model perilaku  yang berinteraksi  dan didengarkan oleh orang dewasa (Strickland & Morrow, 1989). Mendengarkan cerita menarik perhatian pada suara bahasa dan membantu anak-anak menjadi peka terhadapnya
 Bagaimana bahasa bekerja (Isbell, 2002).
BAHASA PEMROGRAMAN YANG DIPAKAI UNTUK MENGENALKAN BERPIKIR KOMPUTASI
Bahasa Pem- rograman
PenjelasanÂ
LOGO
Bahasa pemrograman computer yang tidak sulit untuk di pahami adalah LOGO. LOGO dapat dipakai untuk membuat pola mendengungkan suara dan menghitung. Itu adalah cara terbaru untuk siswa dalam belajar Bahasa pemrograman.
LEGO
Kotak arahan yang menyatukan batu bata dengna bagunan disebut Lego. Saat ini lego yang diketahui memakai software pengkodean yang tidak sulit diaplikasikan. Lego membuat pengkodean menjadi menyenangkan bagi siswa sd dan menengah.
ViMAP
Bahsa pemrograman sumber terbuka disebut ViMAP dan lingkungan style yang dirancang untuk kelas sains K12. ViMAP pun membisakan anak-anak menciptakan perintah pemrograman sendiri.
MATLAB
MATLAB (laboratorium matriks) adalah lingkungan komputasi numerik multi-paradigma. Ini bias memmanipulasi matriks, memplott fungsi dan data, implemetntasi algoritmaa, pembuatan antarmukaa pengguna, serta berinteraksii dengan program yang diketik dalam bahasa lainnya (C, C ++, C #, Java, dan sebagainya.)
Alice
Aliice adalah bahasa pemrograman pendidikan dengan basis objek terbuka dengann lingkungann pengembangann terintegrasii (IDE). Ini mengguunakan funngsi dragg and dropp untuk membuuat animasi kommputer dengan modell 3D.
Turtle Art
Turtle Art merupakan software dengann grafis "Logoo" yang terinspirasi Logo yang menyatukan dengan elemeen pemrograman visual snap liike snap together dan seni bayak warna.
Scratch
Bahasa pemrograman visual onnline yang dikreasikan oleh MIT Media Lab disebut scrath. Â User bias menciptakan proyek secara online dan membuatnya menjadi apa pun dengan mengkode dengan blokk sederhana.
Scratch4SL
Berdasarkan Scratch,  S4SL adalah cara baru dan  mudah  untuk menambahkan perilaku dan interaktivitas ke objek  di Second Life. Buat proyek dengan menyeret blok grafis menggunakan bahasa pemrograman grafis.
Code.org
Code.org adalah situs web yang menawarkan pelajaran pemrograman gratis dan bertujuan untuk mendorong guru  memasukkan lebih banyak kelas ilmu komputer ke dalam kurikulum mereka. Pengguna menulis kode menggunakan Blockly. Ini adalah bahasa pemrograman  yang menarik untuk mesin virtual, seperti bahasa markup.
AgentCubes
AgentCubes adalah bahasa pemrograman pendidikan untuk anak-anak untuk membuat game dan simulasi online 3D dan 2D. Ini adalah alat berpikir komputasi untuk mengajar anak-anak berpikir komputasi melalui permainan dan desain simulasi berdasarkan kurikulum desain permainan scalable.
Scalable Game Design
Scaleable Game Design adalah kurikulum untuk mempelajari konsep komputer pada level computer thinking yang berhubungan dengan desain game dan ilmu komputer.
Java
Java adalah bahasa pemrograman  sumber terbuka bagi komputer. Keyakinan utama Java adalah bahwa ia dapat berjalan di  platform apa pun yang mendukung Java tanpa mengkompilasi ulang.
C
C adalah bahasa pemrograman komputer terkemuka dan merupakan instruksi mesin unik yang menyediakan jembatan untuk menyematkan berbagai jenis perangkat lunak aplikasi dalam sistem operasi.
C++
C ++ adalah bahasa yang dikompilasi dengan implementasi yang tersedia di banyak platform. Efisiensi dan fleksibilitas C ++ juga membantu dalam banyak konteks lainnya.
Python
Python adalah bahasa pemrograman tujuan umum  yang sangat ditafsirkan. Dikembangkan oleh Guido van Rossumm dan  pertama kali diterbitkan pada tahun 1991, filosofii desainn Pythonn menekankann keterbacaann kode dengann menggunakann banyak spasii. Struktur linguistikk dan pendekatann berorientasii objek dimaksudkann untuk membantuu programmerr menuliis kodee yang jelass dan logiss untukk proyeek besarr dan kecill.
Â
Â
KESIMPULAN
Dalam studi ini, kami meninjau, menganalisis, dan mendiskusikan makalah tentang pemikiran komputasional yang diterbitkan dalam jurnal akademik antara tahun 2006 dan 2018 melalui klasifikasi data.Â
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah publikasi tentang pemikiran komputasional telah meningkat secara signifikan, dan telah dicatat bahwa pemikiran komputasional telah menerima komentar positif dari para peneliti di banyak negara (Balanskat & Engelhardt, 2014; Falkner et al., 2014). 2016; Syso & Kwiatkowska, 2015) mengemukakan pentingnya pencapaian tujuan pendidikan di masa depan.Â
Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan berpikir komputasional terutama diperkenalkan pada mata kuliah desain program, ilmu komputer, biologi, dan  desain robot. Sejauh ini, kita dapat menyimpulkan bahwa banyak kegiatan berpikir komputasional telah terintegrasi berbasis kehidupan ke dalam berbagai mata pelajaran dengan menerapkan konsep berpikir komputasi yang dikemukakan oleh Wing (2006).Â
Wing melihat pemikiran komputasi sebagai keterampilan yang banyak digunakan di lingkungan hidup serta ilmuwan komputer. Sebaliknya, itu adalah keterampilan yang pantas mendapatkan sikap positif dan harus diakui dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Oleh karena itu, penalaran komputasional adalah topik yang layak dipelajari secara mendalam di masa depan, dan dampak penalaran komputasional terhadap kinerja akademik anak-anak juga layak untuk didiskusikan.
Computational Thinking Mempelajari pembelajaran dan penerapan strategi pembelajaran. Sebagian besar penelitian telah ditemukan untuk fokus pada pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kolaboratif, dan pembelajaran berbasis permainan.
Selama dekade terakhir, banyak peneliti telah mengutip manfaat penalaran komputasi untuk pembelajaran anak-anak. Oleh karena itu, penelitian  masa depan akan memperkenalkan strategi pembelajaran yang berbeda seperti strategi pembelajaran scaffolding, pembelajaran mendongeng,Â
pengalaman estetika, dan akan bervariasi dalam hal pengembangan topik atau pelatihan keterampilan tingkat tinggi, pelatihan berpikir kritis, dan keterampilan memecahkan masalah. dalam melibatkan peserta didik dengan cara. .. Media pembelajaran yang digunakan adalah MATLAB, LEGO, LOGO, ViMAP, Alice, Java, Turtle Art, Scratch, Code.org, Scratch4SL AgentCubes, C++, C, Python dan Variable Game Design.
DAFTAR PUSTAKA
Â
Malik, S. Peningkatan Kemampuan Berpikir Komputasi Siswa Melalui Multimedia      Interaktif Berbasis Model Quantum Teaching and Learning. (Bandung,       Universitas Pendidikan Indonesia, Desertasi tidak dipublikasikan, 2017).
Kawuri, K. R., Budiharti, R., & Fauzi, A. (2019). Penerapan Computational Thinking    untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X MIA 9 SMA     Negeri 1 Surakarta pada Materi Usaha dan Energi 6. 9, 116--121
Mufidah, I. (2018). Profil Berpikir Komputasi dalam menyelesaikan Bebras Task ditinjau dari Kecerdasan Logis Matematis siswa. November.
Lee, T.Y., Mauriello, M.L., Ingraham, J., Sopan, A,. Ahn, J., & Bederson, B.B.   CTArcade: learning computational thinking while training virtual characters   through game play. (In CHI'12 Extended Abstracts on Human Factors in Computing Systems), (University of Austin Texas USA, 2012).
 Nugraha. A. C & Hertanto. D. B. Upaya Meningkatkan Kualitas Kuliah Teknik   Komputasi Melalui Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching Leraning.    Pendidikan Teknik Elektro FT UNY.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Â Â Â Â Â Jakarta : Depdiknas, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Â Â Â Â Â Jakarta: Penerbit Kencana.
Depdiknas. 2003. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdiknas.
Fadhilah Nur Sa'diyyah , Sitti Mania, & Suharti. 2020. Pengembangan Instrumen Tes    Uuntuk Mengukur Kemampuan Berpikir Komputasi Siswa. Jurnal Pembelajaran      Matematika Inovatif ISSN 2614-221X (print) Volume 4, No. 1.
Cahdriyana. A. R & Richardo. R. Berpikir Komputasi Dalam Pembelajaran      Matematika. Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Ahmad       Dahlan.
Wilensky, U,. Brady, C., & Horn, M. Fostering computationalliteracy in science  classrooms (Commun ACM, Nomor 8, Volume 57, 2014)
Wing, J.M. Computational Thinking (Communications of the ACM, Nomor 3, Volume    49, 2006).
Mutual, Intan. 2016. Penerapan Teknologi Komputasi Awan (Cloud Computing) Untuk   Pembelajran Mahasiswa Di Perguruan Tinggi. Program Studi Teknik   Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam     Universitas Indraprasta PGRI.
Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Â Â Â Â Â Jakarta: Penerbit Kencana
Cahdriyana. A. R & Richardo. R. Berpikir Komputasi Dalam Pembelajaran      Matematika. Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Ahmad       Dahlan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H