Mohon tunggu...
Sellovina Sinaga
Sellovina Sinaga Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Theologia

Saya sellovina, seseorang yang akan banyak menulis tentang apa yang telah dialami dan dirasakan selama proses bertumbuh di dalam Tuhan hingga menghasilkan buah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Amsal 9 Ayat 1-6 "Manadinghon Neang Ni Roha Jala Mangihuthon Dalan Hapantason" Atau "Meninggalkan Kebodohan dan Mengikuti Jalan yang Layak"

15 Agustus 2024   09:37 Diperbarui: 15 Agustus 2024   09:43 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Poda 9 : 1 -- 6 "Manadinghon Neang Ni Roha Jala Mangihuthon Dalan Hapantason"

"Melepaskan/Meninggalkan kebodohan dan mengikuti jalan yang layak"

Firman Tuhan di minggu, 18 Agustus 2024 XII Setelah Trinitatis, membahas mengenai "Manadinghon neang ni roha jala mangihuthon dalan hapistaran" atau "meninggalkan kebodohan dan mengikuti jalan yang layak".

Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus, Membahas mengenai "melepaskan" yang artinya "tidak terikat atau keluar dari kurungan". Dan membahas mengenai "melepaskan" adalah suatu hal yang sangat sulit. Mengapa sulit? Karena kita harus berusaha keluar dari kurungan, keluar dari kebodohan yang selama ini kita perbuat, dan keluar dari hal-hal yang selama ini kita anggap benar dan baik.

Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus. Seperti contoh, pada saat seorang anak didapati tidak dapat memiliki nilai yang baik atau kerjuaraan, biasanya apa dan bagaimana reaksi atau respon dari kebanyakan orang tua? Apakah orang tuanya tersebut akan memberikannya sebuah hadiah? untuk menghibur hatinya.  Atau justru sebaliknya sebuah ejekan,atau hinaan seperti " kenapa kamu bodoh sekali!".

Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus mungkin banyak di antara kita yang ketika melihat anaknya kurang pintar tidak berhikmat dalam menyikapinya, dan mungkin diantara kita sebagai orang tua tidak mau memimbing bahkan mensuport si anak untuk bisa semakin hari semakin meningkatkan pengetahuan, mengasah kecerdasaannya.

  • Menjadi orang yang berhikmat (1-3)

Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, dalam ayat 1-2 dikatakan "hikmat telah mendidirkan rumahnya, menegakkan ketujuh tiangnya, memotong ternak sembelihannya, mencampur anggurnya, dan menyediakan hidangannya".

Artinya adalah orang yang benar-benar berhikmat pasti akan memikirkan dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, tidak asal-asalan. Yang pertama orang yang memiliki hikmat (hikmat dalam KBBI adalah orang yang memiliki atau mempunyai kebajikan dan kearifan) pasti akan mendirikan rumahnya dengan segala keperluan yang telah dipersiapkan. Akan tetapi jika orang itu tidak berhikmat, mereka akan mendirikan rumahnya tanpa persiapan dan pemikiran yang baik.

Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, ketika orang memiliki hikmat ia pasti akan berfikir kristis dan bijaksana. Ia akan berfikir sedemikian rupa bagaimana cara agar ia dapat membuat hidupnya berkembang dan berguna. Orang yang berhikmat akan memikirkan semua hal untuk kebaikan bukan untuk hal kejahatan. Misalnya, ketika ia ingin menikah, segala keperluan, biaya pengeluran dan pemasukan pasti akan dipikirkan sedemikian rupa. Tidak hanya itu, ketika kita ingin menikah pasti kita juga akan memikirkan orang yang seperti apa yang akan kita nikahi, apakah karakternya baik dan dapat kita jadikan kepala rumah tangga (yang nanti akan memimpin rumah tangga kita)? Atau menjadi ibu rumah tangga yang kelak akan mengayomi, mengasihi anak-anak kita? Orang berhikmat pasti akan memikirkan semua hal penting tersebut. Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, apakah sebelum kita menikah dulu, kita telah memikirkan hal penting tersebut? Apakah kita telah menjadi salah satu orang yang berhikmat? Jika kita sudah memikirkan hal tersebut, terpujilah Tuhan. Terpujilah Tuhan karena kita masih diberikan hikmat yang dari padanya.

  • Mengajar dan mau belajar agar berhikmat (4-6)

Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, pada ayat 4-6 akan dijelaskan bahwa orang yang berhikmat mau berbagi, mau mengajari, mau merangkul orang lain agar ia juga berhikmat dan ayat ini juga akan mengajak kita untuk mau belajar supaya kita menjadi orang yang berhikmat.

Dalam ayat 4 dikatakan "Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah kemari". Bapa, ibu yang terkasih, dalam bagian ini, kita diajarkan 2 hal penting

  • Ketika kita dikaruniakan hikmat dari maka haruslah kita mau mengajarkannya, membagikannya kepada teman-teman, saudara-saudari kita dengan sukarela, sukahati, "Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah kemari" 
  • Orang-orang yang memang merasa tidak memiliki pengalaman mari mau merendahkan diri, merendahkan hati untuk mau diajar. Biarpun kita sudah tua, kita sudah bercucu, memiliki 10 anak belum tentu pengalaman dan ilmu kita lebih banyak daripada orang yang masih muda.
  • Seperti pepatah mengatakan "semakin banyak yang kita tahu, maka semakin banyak juga yang tidak kita tahu". Mengapa seperti itu? Karena ilmu itu tidak terhingga jumlahnya. Yang ku tahu belum tentu kamu tahu dan yang kamu tahu belum tentu aku tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun