Jakarta - Keputusan pemerintah untuk menyetujui rencana produksi batu bara dan mineral untuk tahun 2024 menuai respons yang tersebar dari berbagai pihak. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyetujui 587 permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2024-2026.
Plt Dirjen Minerba ESDM, Bambang Suswanto, menyampaikan bahwa total permohonan RKAB per 18 Maret 2024 mencapai 883. "Statusnya per tanggal 18 Maret sebagai berikut, yaitu permohonan RKAB ada 883 permohonan, disetujui sebanyak 587 permohonan, ditolak sebanyak 121 permohonan," katanya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI.
Namun, keputusan ini tidak lepas dari kontroversi. Penolakan RKAB untuk 2024 disebabkan oleh beberapa alasan, termasuk masalah izin usaha yang habis dan masalah keuangan. "Pertama, SK IUP (Izin Usaha Pertambangan) habis ada 8 permohonan, PNBP sebanyak 75 permohonan, belum bayar PNBP. Kemudian FS dan AMDAL sebanyak 4 permohonan, MODI/Dirkom sebanyak 13 permohonan, masalah keuangan 8 permohonan, PPM, program pemberdayaan masyarakat 11 permohonan, dan lainnya, teknis, IPPKH 2 permohonan," jelas Bambang.
Selain itu, Kementerian ESDM juga menyetujui RKAB mineral untuk 191 perusahaan dengan rincian yang beragam. Meskipun demikian, keputusan ini telah memicu pro dan kontra di antara para pemangku kepentingan.
Beberapa pihak menyambut baik langkah ini, mengklaim bahwa produksi batu bara dan mineral akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, ada juga kekhawatiran yang berkembang terkait dampak lingkungan dan sosial dari eksploitasi tambang yang meningkat.
Organisasi lingkungan dan aktivis hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan mereka, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup dan masyarakat lokal.
Namun, tetap ada panggilan dari sejumlah pihak untuk lebih transparan dalam proses perizinan dan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan. Mereka menekankan perlunya keterbukaan informasi serta partisipasi publik yang lebih besar dalam pengambilan keputusan terkait sumber daya alam, terutama yang memiliki dampak yang signifikan bagi lingkungan dan masyarakat.
Kontroversi ini terus menjadi perdebatan hangat di berbagai forum, termasuk di tingkat legislatif dan masyarakat sipil. Harapannya, diskusi yang terbuka dan inklusif akan membantu mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H