Pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu (1/10/2022) malam berakhir ricuh. Kericuhan ini mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia. Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang dipicu kekecewaan Aremania yang tak terima dengan kekalahan. Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta mengatakan, dalam pertandingan ini kemenangan ada di tangan Persebaya Surabaya dengan skor 3-2. Dalam pertandingan Nico mengatakan tak ada permasalahan. Pertandingan berjalan lancar dan berlangsung dengan tertib. Permasalahan terjadi setelah pertandingan selesai. Hal tersebut karena selama ini, jika pertandingan digelar di kandang sendiri, Arema disebut tak pernah mengalami kekalahan. "Rasa kekecewaan itulah yang menggerakkan para penonton turun ke tengah lapangan dan berusaha mencari para pemain". Â Â
Kekalahan Singo edan di kandang mereka memantik emosi suporternya. Para pemain lantas berlari menuju ruang ganti setelah wasit meniup peluit panjang mereka. Suporter beranjak ke lapangan secara sporadis. Suporter yang turun ke lapangan berlari menuju ruang ganti untuk mengejar pemain. Beberapa dari mereka juga melempari dengan benda-benda tumpul. Perlengkapan pertandingan dan fasilitas di dalam lapangan meliputi bangku pemain, papan iklan, jaring gawang ikut menjadi pelampiasan kekecewaan, mobil polisi turut menjadi sasaran amukan massa. Sementara di dalam stadion Kanjuruhan terjadi kericuhan saat pihak keamanan mencoba mengamankan pemain. Berdasarkan laporan jurnalis Kompas TV, Muhammad Tiawan, suporter berbondong-bondong masuk ke lapangan seusai laga. Pihak keamanan mencoba mengamankan kondisi dengan menembakkan gas air mata ke bagian bawah pagar pembatas. Nahasnya, asap gas air mata yang mereka lontarkan mengarah ke tribun dan mengepul di sisi selatan. Asap tersebut disinyalir menjadi penyebab suporter sesak napas dan pingsan, bahkan memakan korban jiwa. Tim medis berusaha untuk melakukan pertolongan dan efakuasi, kemudian membawa ke beberapa rumah sakit terdekat.
Polri menangkis tudingan banyaknya korban tragedi Stadion Kanjuruhan akibat gas air mata yang kadaluarsa. Polisi menyebut aktivitas gas air mata yang kadaluarsa justru menurun. Kepala Divisi humas Polri membantah Tudingangas air mata kadaluarsa dapat menyebabkan kematian. Polri tetap pada pendiriannya bahwa penyebab kematian ratusan suporter di stadion Kanjuruhan karena kekurangan oksigen di area pintuyang sulit terbuka. Gas air mata yang kadaluarsa justru tidak efektif karena reaksi zat kimia yang diklaim menurun. Dedi pun tidak menyangkal adanya penggunaan gas air mata kadaluarsa dalam peristiwa di Kanjuruhan. Irjen Polri Dedi Setyo mengatakan gas air mata yang telah kadaluarsa tidak berbahaya. Menurutnya, senyawa dalam gas air mata berbeda dengan makanan. Kalau makanan, ketika dia kadaluarsa maka disitu ada jamur atau bakteri yang bisa mengganggu kesehatan. Namun, kebalikannya dengan zat kimia atau gas air mata ini ketika dia expired justru kadar kimianya itu berkurang ya sama dengan efektivitasnya gas air mata ini ketika ditembakkan dia tidak bias lebih efektif lagi. Polri pun mengklaim tewasnya korban dalam Tragedi Kanjuruhan bukan disebabkan oleh gas air mata, melainkan karena kekurangan oksigen. Dia merujuk pada pendapat Prof. Made Gegel, guru besar dari Universitas Udayana. Menurutnya, gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan. Polri kemudian menilai penyebab kematian para korban adalah kekurangan oksigen akibat berdesak-desakan, terinjak-injak, dan bertumpuk-bertumpukkan. Sehingga, kata dia, banyak korban tewas di pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3.
Detik-detik di pintu 13 yang terkunci terekam kamera CCTV, isi video CCTV tersebut diungkap oleh anggota tim gabungan Independen, mencari fakta tragedi Kanjuruhan. Nugroho Setiawan yang mengatakan banyak orang yang berdesak-desakan di pintu tersebut hingga tewas dan bertumpuk. Nugroho menyebut di pintu 13 dalam kondisi terbuka tetapi sangat kecil, dan penonton berebut untuk keluar melaluinya, diketahui di pintu 13 seharusnya digunakan untuk pintu masuk, bukan pintu keluar. Saat berebut keluar sudah ada sebagian orang yang terjatuh, pingsan, terhimpit hingga terinjak-injak efek gas air yang ditembakan oleh Aparat. Ia mengaku miris saat melihat video detik-detik penonton tertumpuk dan meregang nyawa. Stadion Kanjuruhan disebut tak layak untuk menggelar pertandingan hairithmed. Sebelumnya harus dibuat kalkulasi yang sangat kongkrit, misalnya seperti cara mengeluarkan penonton dalam keadaan darurat, terlebih tak ada pintu darurat dalam stadion tersebut, diketahui akses anak tangga dalam stadion seharusnya ada di ketinggian 18 cm, dengan lebar tampak 30 cm, Namun anak tangga di stadion Kanjuruhan memiliki ketinggian dan memiliki lebar tampak yang hampir sama, yakni rata-rata mendekati 30 cm, selain itu juga harus ada pegangan tangga, namun yang ada di stadion Kanjuruhan tak terawat dan patah hingga melukai korban. Stadion ini hanya bisa digunakan untuk pertandingan dengan medium. Â
Tragedi Kanjuruhan menewaskas sebanyak 132 orang, meliputi orang dewasa, remaja bahkan anak kecil. Banyak korban yang luka-luka dan belum pulih baik fisik maupun psikis. Lebih dari sepekan, korban gas air mata tragedi Kanjuruhan bernama Kevia Naswa (18) Mahasiswi keperawatan warga Arjowinungan, Malang, mengalami keterbatasan beraktivitas. Jemari tangan kanannya sulit digerakkan, sementara kaki kirinya yang terluka masih belum pulih untuk berjalan normal. Tidak hanya itu, kedua mata Kevia masih merah pekat karena terkena gas air mata. Menurut dokter yang memeriksanya, matanya yang masih merah karena karena efek gas air mata. Kevia sebut ia sudah bisa melihat normal, namun kata dokter retinanya baru bisa memutih kembali dalam waktu lama. Kevia juga mengatakan bahwa perih yang ia alami karena efek gas air mata dirasakan selama tiga hari. Sebagai korban Kevia berharap kasus tragedi Kanjuruhan diusut tuntas. Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H