Mohon tunggu...
Sella Andini
Sella Andini Mohon Tunggu... Dokter - Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Gigi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Cat Calling di Indonesia: Sebuah Isu Sosial yang Mendesak Perhatian

24 Juni 2024   23:47 Diperbarui: 24 Juni 2024   23:50 1204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia, catcalling, atau pelecehan verbal terhadap perempuan di tempat umum, telah menjadi fenomena yang meresahkan dan semakin marak di Indonesia. Perempuan sering menjadi sasaran komentar seksual dan pelecehan verbal saat berjalan di jalanan, naik angkutan umum, atau bahkan di tempat ibadah. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan budaya yang masih patriarki, tetapi juga menunjukkan kurangnya kesadaran dan penghargaan terhadap hak-hak individu, terutama perempuan. Reaksi dari fenomena ini pun beraneka ragam. Sebagian perempuan dan laki-laki mengatakan bahwa mengelompokan catcalling sebagai bentuk pelecehan adalah hal yang berlebihan. Sementara sebagian lain sangat yakin bahwa catcalling bisa berbahaya dan harus dikelompokan sebagai bentuk pelecehan. Bagi sebagian orang pelecehan ini dipandang sebagai ekspresi ketertarikan yang tidak berbahaya namun untuk orang lain, catcalling memiliki akibat yang mengerikan.


Cat calling sering kali berupa siulan, panggilan seperti "cantik", "sayang", atau komentar vulgar yang dilontarkan oleh pelaku terhadap korban yang biasanya adalah perempuan. Meski terlihat sepele, tindakan ini dapat berdampak negatif terhadap korban, mulai dari perasaan tidak nyaman, takut, hingga trauma berkepanjangan.


Faktor-faktor yang Mendukung Maraknya Catcalling di Indonesia salah satunya adalah Patriarki dan Budaya Seksisme, Masyarakat Indonesia yang masih didominasi oleh budaya patriarki, di mana laki-laki dianggap memiliki hak dan kuasa atas perempuan. Hal ini lah yang memicu budaya seksisme, di mana perempuan dianggap sebagai objek seksual yang dapat dilecehkan dan dipermalukan, contohnya dalam sebuah jurnal yang berjudul Understanding Masculinities: Result from the Internasional Men and Gender Equality Survey (IMAGES) -- Middle East and North Africa menunjukkan bahwa laki-laki yang melakukan catcalling dan juga pelecehan di jalanan menganggap hal itu adalah salah satu cara untuk meletakkan perempuan di tempatnya karena laki laki perlu merasa percaya diri dan juga dominan. Dalam studi lainnya, laki laki yang melakukan jenis pelecehan ini melaporkan mereka hanya ingin menarik perhatian sang perempuan dan menimbulkan reaksi. Tujuan dari mereka melakukan hal tersebut bisa dibilang untuk mendapatkan interaksi dengan perempuan yang ia anggap menarik atau layak untuk mendapatkan perhatian. 

Meski tujuan dari laki laki ini tidak membahayakan dan tak bermaksud untuk merendahkan perempuan, namun hal ini masih menjadi sebuah isu sosial karena sebagian perempuan terus merasa dilecehkan dan tidak nyaman dengan kejadian tersebut. Kurangnya Edukasi tentang Pelecehan Seksual, Masih banyak orang yang tidak memahami apa itu pelecehan seksual dan menganggap catcalling sebagai hal yang lumrah. Hal ini membuat pelaku catcalling merasa tidak bersalah dan korban catcalling merasa ragu untuk melaporkan kejadian yang mereka alami. Dan Lemahnya Penegakan Hukum, sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang catcalling di Indonesia. Hal ini membuat pelaku catcalling merasa aman dan tidak takut untuk dihukum. Walaupun begitu catcalling dapat dijerat dengan pasal-pasal lain dalam KUHP, seperti pelecehan seksual (Pasal 289 KUHP) atau penghinaan (Pasal 335 KUHP).


Catcalling juga memiliki dampak Negatif Catcalling pada korban contohnya, Dampak Psikologis, Catcalling dapat menyebabkan perempuan merasa tidak aman, terancam, dan terhina. Hal ini dapat memicu kecemasan, depresi, dan bahkan trauma. Dampak Fisik, Dalam beberapa kasus, catcalling dapat berujung pada kekerasan fisik terhadap perempuan. Dampak Sosial, Catcalling dapat memperkuat budaya patriarki dan seksisme di masyarakat. Hal ini dapat menghambat kemajuan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.


Berikut Upaya yang dapat dilakukan untuk Mengatasi Maraknya Catcalling Meningkatkan Edukasi: Penting untuk meningkatkan edukasi tentang pelecehan seksual kepada masyarakat, termasuk tentang catcalling. Edukasi ini dapat dilakukan melalui sekolah, media massa, dan kampanye-kampanye publik. Membuat Undang-undang Anti-Catcalling: Pemerintah perlu membuat undang-undang yang secara khusus mengatur tentang catcalling. Hal ini akan memberikan perlindungan hukum bagi korban catcalling dan menghukum pelaku catcalling. Mendorong Peran Aktif Masyarakat: Masyarakat perlu aktif dalam melawan catcalling. Jika melihat kejadian catcalling, masyarakat dapat menegur pelaku catcalling atau membantu korban catcalling.


Tak terkecuali di lingkungan Universitas Airlangga, dimana mahasiswa perempuan kerap mengalami pelecehan verbal saat beraktivitas di sekitar kampus. Menyadari hal ini, mahasiswa Universitas Airlangga memiliki peran penting dalam melawan normalisasi catcalling dan menciptakan ruang publik yang aman dan nyaman bagi semua.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan mahasiswa Universitas Airlangga untuk menghilangkan kebiasaan masyarakat Indonesia yang menormalisasikan catcalling di tempat umum. Melakukan Penyebaran Informasi Mahasiswa, Universitas Airlangga dapat menjadi agen edukasi dengan menyebarkan informasi tentang bahaya catcalling melalui media sosial, poster, dan seminar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif catcalling bagi korban, baik secara fisik maupun mental. Diskusi dan Workshop, Mengadakan diskusi dan workshop interaktif untuk membahas tentang catcalling,mendorong partisipasi aktif mahasiswa dalam memahami akar permasalahan dan merumuskan solusi bersama. Melibatkan Berbagai Pihak, Berkolaborasi dengan organisasi mahasiswa, dosen, dan pihak universitas untuk menyelenggarakan kampanye anti-catcalling yang komprehensif dan berkelanjutan.


Korban juga dapat melakukan Aksi dan Advokasi. Contohnya Menyatakan Sikap,  Mahasiswa Universitas Airlangga dapat menunjukkan penolakan terhadap catcalling dengan berani menegur pelaku secara langsung atau melaporkan kejadian kepada pihak berwenang. Dengan mengadakan aksi damai dan kampanye anti-catcalling di lingkungan universitas dan area publik sekitarnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong perubahan perilaku. Advokasi Kebijakan, Mendukung dan mendorong kebijakan yang tegas untuk melawan catcalling, termasuk revisi peraturan dan undang-undang terkait pelecehan seksual di ruang publik. Membangun Budaya Saling Menghormati. Dengan menjadi teladan, Mahasiswa Universitas Airlangga dapat menjadi teladan dengan berperilaku sopan dan menghormati semua orang di lingkungan universitas dan ruang publik, tanpa memandang gender. Membangun Solidaritas antar mahasiswa, khususnya dengan mahasiswa perempuan, untuk saling mendukung dan melindungi satu sama lain dari catcalling dan pelecehan lainnya. Menciptakan Ruang Aman, Mahasiswa Unair dapat berkontribusi dalam menciptakan ruang publik yang aman dan nyaman bagi semua dengan melaporkan kejadian catcalling kepada pihak berwenang dan membantu korban mendapatkan pertolongan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun