Sentuhan canting yang menyusuri setiap pola, mampu menciptakan sebuah motif batik yang menjadi simbol pelestarian warisan budaya yang terus hidup di tengah gempuran modernisasi. Lewat tangan-tangan terampil para pengrajin, Batik Bakaran bukan hanya sekedar produk budaya, melainkan sebuah warisan yang hidup dan terus akan berkembang. Bagi para pecinta batik itu tidak hanya sekedar kain, tetapi sebuah karya seni yang memancarkan keindahan, makna, serta kearifan lokal melalui sehelai kain.
Batik Bakaran, batik khas Bumi Mina Tani yang berasal dari pesisir utara Jawa, tepatnya Desa Bakaran, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Desa Bakaran Sebuah desa yang bukan hanya rumah bagi para pengrajin batik tetapi juga sebagai simbol pelestarian warisan budaya agar terus hidup di era kemajuan teknologi. Batik bakaran batik tradisional dengan menonjolkan hiasan visual yang sederhana namun sarat akan makna.
Ketrampilan membatik tulis Bakaran di desa Bakaran ditinjau dari sejarahnya tak lepas dari didikan dari Nyi Banoewati, seorang penjaga museum pusaka dan pembuat seragam prajurit kerajaan Majapahit abad ke-14. Motif yang diajarkan oleh Nyi Banoewati adalah motif batik Majapahit seperti sekar jagat, magel ati, dan limaran, sedangkan motif khusus yang diciptakan oleh Nyi Banoewati adalah motif gandrung yang terinspirasi dari pertemuan Joko Pakuwon dan kekasihnya di Tiras Pandelikan. Dahulu, motif batik yang diciptakan oleh Nyi Banoewati melambangkan kerinduan yang tak terobati.
Seiring dengan perkembangan zaman para pengrajin batik bakaran selain melestarikan motif Nyi Banoewati, mereka juga menciptakan berbagai motif kontemporer seperti motif pohon druju, jambu alas, dan gelombang cinta. Meski demikian, motif retak atau pecah bagian sogan atau bagian coklatnya dan warna batik yang cenderung lebih gelap dari batik lain tetap dipertahankan sebagai ciri khas dari Batik Bakaran dan yang menjadikannya berbeda dengan batik lainnya.
Bu Sri dan Pak Sarni adalah salah satu orang yang memiliki usaha batik di Desa Bakaran. Usaha batik bakaran yang dimilikinya sudah berdiri kurang lebih selama 27 tahun. Berawal karena terdesak kebutuhan hidup kini usaha batik Bu Sri dan Pak Sarni sukses menembus pasar lokal hingga manca negara. Setiap sekali pelarutan malam atau lilin Bu Sri Dan Pak Sarni bisa menghasilkan 150-200 lembar kain Batik Bakaran. Mulai dari proses nggirah, nyimplong, ngering, nerusi, nembok, medel, nyolet, mbironi, nyogo, dan ngelorod setiap harinya dikerjakan oleh ibu-ibu warga desa Bakaran sendiri sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakatnya.
Batik tulis bakaran yang ada di toko Bu Sri dan Pak Sarni terkenal berbeda dengan batik Bakaran biasanya. Batik tulis bakaran Bu Sri dan Pak Sarni menampilkan berbagai warna yang menarik, tidak hanya warna hitam, putih dan coklat khas batik Bakaran. Sebagai salah ikon Kabupaten Pati, Batik Bakaran selalu ada dalam setiap acara penting seperti khitan, kematian dan acara lainnya. Pak Sarni menjelaskan bahwa hal tersebut berkaitan dengan sejarah dari batik Bakaran.
“ Batik Bakaran terkenal ya ada hubungannya dengan sejarah pembuka lahan dan pembuat batik pertama di desa Bakaran” ujarnya. Selain itu penggunaan lilin yang melapisi motif batik menjadikan motif batik lebih terlihat tajam jelas dan bercahaya ketika difoto yang menjadikan konsumen lebih tertarik pada Batik Bakaran ini.
Lewat tangan-tangan terampil para pengrajin, Batik Bakaran bukan hanya sekedar produk budaya, namun juga sebuah warisan yang hidup dan terus akan berkembang. Bagi para pecinta batik, batik tulis bakaran bukan hanya sekedar kain, tetapi sebuah karya seni yang memancarkan keindahan, makna, serta kearifan lokal melalui sehelai kain. Batik Bakaran adalah representasi budaya yang kaya akan nilai sejarah dan seni. Melalui Batik Bakaran, Desa Bakaran tidak hanya menjadi saksi sejarah, tetapi juga inspirasi bagi generasi muda untuk mencintai dan melestarikan warisan budaya bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI