Mohon tunggu...
Selina Astarida
Selina Astarida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif di Universitas Negeri Jakarta Jurusan Pendidikan Masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penerapan Perawatan Psikiatri Pasca-Pembebasan bagi Narapidana di Indonesia

9 Mei 2023   15:15 Diperbarui: 12 Mei 2023   16:42 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lapas di Indonesia merupakan lembaga pemasyarakatan yang bertanggung jawab untuk menjaga dan mengawasi narapidana yang sedang menjalani hukuman penjara. Lapas bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengamanan bagi narapidana agar tidak melakukan tindakan kriminal lagi di masa depan. Selain itu, Lapas juga bertanggung jawab untuk memberikan layanan rehabilitasi dan resosialisasi kepada narapidana, termasuk layanan kesehatan mental.

Di Indonesia, layanan kesehatan mental di Lapas tersedia namun masih terbatas. Beberapa Lapas telah menyediakan fasilitas psikiatri, baik dalam bentuk rawat inap maupun rawat jalan, untuk memberikan perawatan dan pengobatan kepada narapidana dengan gangguan mental. Namun, masih banyak Lapas yang belum memiliki fasilitas psikiatri yang memadai. Selain itu, tenaga medis di Lapas, termasuk psikiater dan psikolog, juga masih terbatas.

Melihat kondisi tersebut, sudah seharusnya layanan psikiatri ada dan berjalan secara optimal di Lapas Indonesia sesuai dengan The United Nations Standard Minimum Rules for The Treatment of Prisoners, yang mana mengenai permasalahan ini berhubungan dengan aturan 110 tentang Narapidana dengan gangguan jiwa dan/atau kondisi kesehatan, aturan tersebut berbunyi “Sebaiknya diambil langkah-langkah, dengan pengaturan dengan lembaga yang sesuai, untuk memastikan jika perlu kelanjutan perawatan psikiatri setelah pembebasan dan penyediaan perawatan setelah perawatan psikiatri sosial”. Aturan tersebut menujukkan pentingnya mengambil tindakan untuk memastikan bahwa narapidana dengan gangguan mental yang dirawat di fasilitas psikiatri dalam pengawasan lembaga pemasyarakatan, baik itu dalam bentuk rawat inap maupun rawat jalan, tidak kehilangan perawatan mereka setalah mereka dibebaskan dari fasilitas tersebut ataupun pasca pembebasan hukuman penjara.

Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan di Indonesia di atur dalam Keputusan Dirjenpas No. PAS-32.PK.07.01 Tahun 2016. Dalam hal ini pada gangguan kejiwaan bagi Narapidana. Pelayanan dan perawatan kesehatan bagi Narapidana dibagi menjadi 3 tahap yaitu, saat baru masuk, saat berada di dalam, dan saat menjelang bebas.

Salah satu Lapas Indonesia yang menyediakan layanan tersebut adalah Lapas Kelas II B Tabanan. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Tabanan memiliki program Terapi Stres Narapidana atau yang disebut sebagai “Teh Rina”. Melalui program ini, Narapidana Lapas Tabanan mendapatkan akses layanan kesehatan mental. Mereka diajarkan mengelola tingkat stress agar tidak berkembang ke level depresi. Program ini dijalankan secara kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK UNUD) sejak Mei 2022. Secara umum, program Teh Rina diisi dengan sejumlah kegiatan seperti konseling regular, yoga, ice breaking, hingga nonton bareng atau aktivitas yang bersifat menghibur dan bermanfaat untuk merilis stress. FK UNUD mendatangkan psikolog dan pskiater untuk memberikan konseling kepada Warga Binaan. Konseling bisa dilakukan secara individu, jika memang diperlukan.

Fase stress pada Warga Binaan terjadi pada saat mereka mulai masuk ke Lapas atau ruang tahanan, menjelang pembacaan tuntutan atau putusan majelis hakinm, dan saat akan bebas. Pada fase terakhir, Warga Binaan dibuat stress dengan munculnya pertanyaan macam-macam akan diri mereka sendiri. Apakah ketika nanti mereka bebas mereka akan diterima di masyarakat kembali atau keluarga mereka. Keadaan keluarga yang mungkin berbeda, seperti “Anakku sudah sebesar apa?”, “Bagaimana kehidupanku nanti setelah bebas”. Hal tersebut menjadi fase terberat, karena Narapidana akan dihadapkan dengan realita baru lagi. Perasaan disorientasi akan muncul ketika mereka dibebaskan dan kembali ke masyarakat. Hal inilah yang perlu ditangani.

Keadaan Narapidana pasca-pembebasan tidak hanya memberikan kebahagiaan tapi perasaan takut, khawatir, dan kebingungan menghadapi realita harusnya dikelola dengan baik. Ketersediaan layanan psikiatri pasca pembebasan bagi Narapidana berbeda-beda tergantung pada wilayah dan lembaga yang menyediakannya. Salah satu layanan psikiatri pasca pembebasan bagi Narapidana di Indonesia adalah layanan pascarehabilitasi yang disediakan oleh Direktorat Pascarehabilitasi Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Pascrehabilitasi adalah tahapan akhir dari berbagai proses pelayanan rehabilitasi yang berkesinambungan. Pelaksanaan pascarehabilitasi merupakan layanan yang wajib dijalani oleh klien yang telah selesai menjalankan layanan terapi rehabilitasi.

Beberapa layanan di atas merupakan layanan psikiatri bagi narapidana baik selama di tahanan serta pasca-pembebasan yang ada di Indonesia. Walau demikian, nyatanya di Indonesia masih terdapat tantangan dalam implementasi perawatan psikiatri pasca-pembebasan dan dukungan sosial. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya sumber daya, terbatasnya aksesibilitas, dan minimnya pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya perawatan pasca-pembebasan bagi narapidana dengan gangguan mental.

Dalam teori, layanan psikiatri pasca pembebasan bertujuan untuk membantu narapidana yang telah keluar dari penjara agar dapat kembali beradaptasi dengan masyarakat dan mecegah kembali melakukan tindak kriminal. Layanan tersebut meliputi pengobatan psikiatri, terapi, konseling, dan dukungan sosial. Dalam Aturan Mandela 110 juga dinyatakan bahwa “Sebaiknya diambil langkah-langkah, dengan pengaturan dengan lembaga yang sesuai, untuk memastikan jika perlu kelanjutan perawatan psikiatri setelah pembebasan dan penyediaan perawatan setelah perawatan psikiatri sosial”. Namun, implementasi layanan psikiatri pasca pembebasan di Indonesia masih belum optimal. Terdapat beberapa kendala seperti minimnya jumlah tenaga ahli di bidang psikiatri, minimnya dana yang dialokasikan untuk layanan tersebut, serta minimnya akses bagi narapidana untuk mendapatkan layanan tersebut. Selain itu, masih terdapat stigma negatif terhadap orang yang telah keluar dari penjara, sehingga sulit bagi mereka untuk diterima kembali dalam masyarakat. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi implementasi layanan psikiatri pasca pembebasan yang efektif.

Sehingga untuk meningkatkan implementasi layanan pasca pembebasan bagi narapidana di Indonesia, penulis menuangkan beberapa saran yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Meningkatkan jumlah tenaga ahli di bidang psikiatri melalui pelatihan dan pendidikan untuk menghasilkan lebih banyak professional psikiatri yang siap membantu narapidana pasca pembebasan.
  2. Mengalokasikan lebih banyak dana untuk layanan psikiatri pasca pembebasan guna memperbaiki fasilitas dan meningkatkan kualitas pelayanan.
  3. Meningkatkan Kerjasama antara lembaga pemerintah dan LSM yang bergerak di bidang rehabilitasi narapidana untuk mengoptimalkan pelayanan psikiatri pasca pembebasan.
  4. Mengubah stigma masyarakat terhadap narapidana yang telah keluar dari penjara melalui kampanye sosialisasi dan edukasi yang menekankan pentingnya memberikan kesempatan kedua bagi narapidana untuk kembali beradaptasi dengan masyarakat.
  5. Memperkenalkan program pelatihan keterampilan bagi narapidana pasca pembebasan untuk membantu mereka dalam mencari pekerjaan dan memperbaiki kualitas hidup mereka.

Dengan melakukan hal-hal tersebut, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas implementasi layanan psikiatri pasca pembebasan bagi narapidana di Indonesia serta membantu narapidana untuk kembali beradaptasi dengan masyarakat dan mencegah kembali melakukan tindakan kriminal. Diperlukan upaya yang lebih besar dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa pasien dengan gangguan mental di Indonesia menerima perawatan psikiatri pasca-pembebasan yang kuat dan dukungan sosial yang memadai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun