Tiga dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Titik Agustiyaningsih, Ririn Harini, dan Lilis Setyowati, melakukan penelitian penting yang mengungkap faktor-faktor utama yang memengaruhi kualitas tidur pada pasien Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Penelitian ini menjadi langkah signifikan dalam meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan tidur yang kerap dialami pasien COPD, yang sering kali memengaruhi kualitas hidup mereka.
COPD adalah penyakit kronis yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di saluran pernapasan. Gejala utama yang muncul, seperti sesak napas, batuk, dan produksi lendir yang berlebihan, dapat memperburuk kualitas tidur pasien. Kurangnya tidur berkualitas pada pasien COPD tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik tetapi juga berdampak pada kondisi psikologis, seperti depresi dan kecemasan.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) dengan melibatkan 100 partisipan penderita COPD tanpa komorbiditas. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling, di mana semua partisipan berasal dari wilayah kerja Puskesmas Ciptomulyo di Malang. Lokasi ini dipilih karena prevalensi COPD yang cukup tinggi di daerah tersebut, serta kemudahan akses untuk melakukan pendataan.
Tujuan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi kualitas tidur pasien COPD. Analisis data menggunakan regresi logistik berganda dilakukan untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Faktor-faktor yang dianalisis meliputi sesak napas, kebiasaan merokok, dan batuk, yang dianggap sebagai komponen utama dalam gangguan tidur pasien COPD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesak napas memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap penurunan kualitas tidur pasien COPD, dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 14. Setelah variabel kebiasaan merokok dan batuk dikontrol, sesak napas tetap menjadi faktor utama yang berperan dalam buruknya kualitas tidur pasien.
Sesak napas yang dialami pasien COPD sering kali memburuk pada malam hari. Hal ini disebabkan oleh posisi tidur yang dapat memengaruhi saluran pernapasan, sehingga pasien mengalami kesulitan bernapas saat tidur. Akibatnya, pasien sering kali terbangun di malam hari, sulit untuk kembali tidur, dan merasa lelah saat bangun di pagi hari.
Selain sesak napas, kebiasaan merokok juga memberikan kontribusi terhadap buruknya kualitas tidur. Nikotin dalam rokok dapat mengganggu sistem saraf pusat, memengaruhi pola tidur, serta memperburuk gejala COPD. Batuk kronis, meskipun memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan sesak napas, juga menjadi salah satu penyebab utama terganggunya tidur pasien.
Penurunan kualitas tidur yang dialami pasien COPD memiliki konsekuensi serius. Pasien yang mengalami gangguan tidur kronis sering kali melaporkan penurunan konsentrasi, daya tahan tubuh yang rendah, dan peningkatan risiko komplikasi kesehatan lainnya. Oleh karena itu, temuan penelitian ini menjadi dasar penting dalam pengelolaan pasien COPD.
Dalam praktik klinis, penelitian ini memberikan rekomendasi bagi tenaga medis untuk lebih fokus pada pengelolaan gejala sesak napas sebagai upaya utama meningkatkan kualitas tidur pasien. Edukasi mengenai teknik pernapasan, penggunaan alat bantu pernapasan seperti CPAP, dan pengaturan posisi tidur yang optimal dapat membantu mengurangi gangguan tidur yang disebabkan oleh sesak napas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H