Mohon tunggu...
selichaplin
selichaplin Mohon Tunggu... Freelancer - panjang umur perjuangan

belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Noda di Akhir Periode Jokowi

22 Oktober 2023   11:55 Diperbarui: 22 Oktober 2023   12:01 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudahkah cukup judul ini membuat Anda mengernyit? Ya, sejak putusan MK beberapa waktu lalu pertanyaan tersebut rasanya jadi wajar untuk diajukan. Ini yang jelas permainan politik elite. Kaum sulit hanya bisa komat-kamit.

Tak bisa dipungkiri sejak pemerintahan Jokowi, apa-apa yang terlihat tidak mungkin menjadi mungkin. Tiba-tiba ibu kota negara baru, tiba-tiba Sulawesi punya kereta, tiba-tiba Gibran jadi politikus, menantunya pun demikian sampai anak bungsunya tiba-tiba jadi ketum partai.

Makanya kalau tiba-tiba MK bisa mengambil fungsi legislatif dan paman (Ketua MK) berhasil membantu buka jalan agar keponakan bisa ikutan Pilpres, ya tidak heran. Lah wong presidennya saja Jokowi, kakak iparnya.

Disclaimer, saya adalah simpatisan Jokowi sejak periode ke dua. Periode pertama Pak Jokowi, saya masih anak ingusan. Masih bau kencur kalau kata para sepuh. Lagipula, saya di kurun waktu 2013-an itu masih cuek dengan politik. Tapi diam-diam saya belajar membaca situasi politiknya.

Dan situasi politik tahun ini jelas sangat berbeda dari periode sebelumnya. Jelas sudah tidak ada petahana karena Pak Jokowi sudah final menurut konstitusi. Saya cuma gak nyangka aja kalau hasratnya sebegitu tak terbendung, sampai mengakali konstitusi.

Gayung bersambut, Partai Golkar pun turut melakukan manuver. Partai kawak yang tradisinya memasangkan kader sendiri untuk Pemilu, tiba-tiba nyomot kader lain untuk dipasangkan dengan capres usungannya. Etikanya nggak ada. Baik dari partai maupun yang dicomot.

Walau belum resmi diumumkan sebagai pasangan capres-cawapres, suara netizen malah menguat pada penolakan. Mungkin pak Prabs lagi galau karena sudah nurut pada keinginan pak presiden, kok masih nggak bulat dukungan yang masuk ke kantongnya.

Terus apa hubungannya dengan judul di atas? Tentu sejak pendaklarasian pendamping Ganjar, PDIP dihantui perasaan bagaimana dukungan Jokowi kepada capres usungan partai ini. Sebab sikapnya yang ditunjukkan ke publik sama sekali tak jelas.

Kadang condong Ganjar, tak jarang condong Prabowo. Publik bahkan heran, Jokowi yang dulu tidak dihargai dan dihormati sama sekali oleh Prabowo kok bisa-bisanya malah mendukung. Apa yang tersembunyi di balik sikapnya itu?

Belum lagi, Gibran saat itu sudah diumumkan sebagai salah satu anggota Tim Pemenangan Nasional. Kalau orang membela Jokowi lantaran partainya selalu merendahkan, menurutku kok kurang tepat. Masalahnya, Jokowi bisa sampai di puncak sana pun karena partai.

Omong kosong kalau ada yang bilang PDIP besar karena Jokowi. Ia adalah kader terbaik yang dipilih Megawati Soekarnoputri untuk maju hingga terplih menjadi presiden sampai saat ini. Tapi ujung--atau setidaknya hampir diujung-- dukungan dari PDIP justru berakhir pengkhianatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun