Sore itu saya sedang asyik menyiram bunga, ketika ponsel saya berbunyi. Saya menghentikan kegiatan menyiram dan mengambil ponsel, oh dari si bungsu. Ah senangnya mendapat telepon dari anak lanang yang tinggal jauh di seberang.
Maka mulailah meluncur cerita dari anak bungsu saya. Dia bercerita tentang kegiatannya seharian, kuliah dan internlab-nya. Alhamdulillah dia mulai menyukai kegiatan di labnya.
Semester ini anak saya mengambil kegiatan laboratorium, sebuah aktivitas di luar mata kuliahnya. Melalui aktivitas di laboratorium itu dia bisa belajar banyak. Salah satunya bisa menemukan passion-nya dan hal-hal menarik lainnya. Saya selalu senang mendengar cerita-ceritanya.
Sudah setahun lebih, anak saya melewati masa pandemi jauh dari keluarga, saya tahu ini bukanlah hal yang mudah.
Oya, sebelum menutup telepon dia bercerita tentang tetangga apato (apartemen) temannya, seorang kakek yang meninggal dunia dan baru ketahuan beberapa hari kemudian. Sebenarnya sang teman sudah curiga, setiap melewati kamar 102 (kamar si kakek) tercium bau bangkai yang lumayan menyengat. Karena jarang sekali di apato Jepang tercium bau bangkai dan semacamnya.
Puncaknya pada Sabtu dini hari saat sang teman baru pulang dari lab, sekitar jam 00.30 waktu setempat, baunya sudah tak terelakkan, apalagi saat melewati kamar tersebut.
Akhirnya Sabtu sore ada polisi dan ambulans yang mengevakuasi jenazahnya. Â
Setelah anak saya menutup telepon saya termenung sendirian.
Memang ada baiknya, tapi kalau ada kejadian seperti ini, saya jadi berpikir, apakah ada yang salah dengan prinsip mereka?
Kodokushi, Mati dalam Kesendirian di Jepang