Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kodokushi, Adakah yang Salah dengan Sifat Mandiri Warga Jepang?

26 Juni 2021   23:24 Diperbarui: 12 Agustus 2021   09:58 2368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ini diambil pada 21 Juni 2017, ketika petugas kebersihan Hidemitsu Ohsima menunjukkan kasur di mana seorang lansia meninggal dalam kesendirian selama dua pekan di apartemennya di Yokohama, Jepang. (Foto: AFP/Behrouz Mehri via Kompas.com)

Ilustrasi makam di Jepang. Sumber: Wahyu/travel.detik.com
Ilustrasi makam di Jepang. Sumber: Wahyu/travel.detik.com
Kodokushi atau mati dalam kesendirian, sebuah kondisi yang terus bertumbuh menimpa kalangan lansia di Jepang.

Kodokushi menjadi masalah yang terus berkembang di Jepang, di mana 27,7 persen dari populasi berusia lebih dari 65 tahun. Sementara ada banyak warga berusia paruh baya yang menyerah mencari pasangan hidup.

Para ahli menyatakan, kombinasi antara budaya Jepang yang unik, sosial, dan faktor demografi bergabung menjadi masalah serius. Tak ada angka resmi terkait kodokushi, tetapi kebanyakan ahli meyakini 30.000 orang mati dalam kesendirian per tahun.

Masyarakat modern Jepang mengalami perubahan budaya dan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir. Pakar demografi mengatakan, jaring pengaman sosial negara tersebut telah gagal mengimbangi beban keluarga untuk merawat orangtua.

Kasuhiko Fujimori, kepala riset di Institut Informasi dan Penelitian Mizuho mengatakan bahwa keluarga di Jepang menjadi fondasi dukungan sosial. Namun, kondisi itu telah berubah dengan meningkatnya orang yang memilih hidup sendiri dan jumlah keluarga semakin mengecil.

Dalam tiga dekade terakhir, Jepang menghadapi pangsa rumah tangga penghuni tunggal yang tumbuh lebih dari dua kali lipat menjadi 14,5 persen dari total populasi. Kenaikan tersebut terutama didorong pria berusia 50-an dan wanita berusia 80-an atau lebih.

Tingkat pernikahan juga menurun. Para pakar meyakini, banyak pria mengkhawatirkan pekerjaan mereka bila memulai sebuah keluarga. Di sisi lain, banyak wanita memasuki dunia kerja merasa tidak membutuhkan suami untuk mencukupi kebutuhan mereka.

Satu dari empat pria Jepang berusia 50 tahun tidak pernah menikah. Pada 2030, angka tersebut diperkirakan naik menjadi satu dari tiga pria.

Sebanyak 15 persen lansia di Jepang hidup dalam kesendirian. Mereka bahkan hanya berbincang satu kali dalam sepekan. Angka itu lebih tinggi dari jumlah lansia yang hidup sendirian di Swedia, Amerika Serikat, dan Jerman yang berkisar 6-8 persen.

Memberi Perhatian kepada Para Lansia yang Hidup Sendirian

Ilustrasi lansia bahagia. Sumber: Pixabay
Ilustrasi lansia bahagia. Sumber: Pixabay
Mengingat meningkatnya kejadian kodokushi, ada beberapa langkah yang sudah diambil untuk mengantisipasi hal tersebut. Salah satunya berupa kunjungan dan perhatian kepada lansia yang tinggal sendirian.

Ada beberapa relawan yang tergabung dan berkunjung secara berkala ke apato-apato yang dihuni oleh para lansia. Mereka menyapa, menanyakan kondisi kesehatan, menanyakan apakah sudah tersedia makanan dan lain-lain. Diharapkan dengan adanya kunjungan berkala seperti itu, permasalahan kodokushi bisa ditekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun