Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Sebuah Kisah tentang Persiapan Idul Fitri

7 Mei 2021   14:50 Diperbarui: 11 Mei 2021   04:00 2568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Monas (sumber Kompas.com)

Berkumpul bersama keluarga besar saat lebaran adalah momen berharga yang dinantikan banyak orang. Merayakan lebaran bersama, bertatap muka, menikmati hidangan sambil bercerita adalah hal yang membahagiakan.

Namun tahun ini, pandemi memaksa kita untuk tetap di rumah. Tapi masih ada banyak cara untuk menjalin silaturahim, meski tak bisa sepenuhnya menggantikan pertemuan secara langsung. 

Bagaimanapun kita harus taat protokol untuk sebuah kemaslahatan yang lebih besar. Semoga dengan "pengorbanan" kita di tahun ini, tahun depan kita bisa kembali merayakan idul fitri secara normal lagi.

Lebaran tahun ini adalah lebaran kedua di masa pandemi. Lebaran kedua kami sekeluarga tidak bisa berkumpul secara lengkap. 

Lebaran kedua anak bungsu saya yang sedang belajar di negeri sakura tak bisa pulang ke rumah. Lebaran kedua saya tidak bisa pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga besar dan teman-teman masa kecil. 

Sedih sekali rasanya, tapi saya berusaha menerima dengan lapang dan tetap mensyukurinya. Yang penting di masa pandemi ini, saya beserta keluarga besar dalam kondisi sehat.

Persiapan lebaran sebelum pandemi

Gambar oleh Pexels dari Pixabay
Gambar oleh Pexels dari Pixabay
Dulu sebelum pandemi, setiap menjelang lebaran selalu berjibaku hunting tiket buat pulang kampung, menyamakan jadwal dengan keluarga supaya kami bisa berkumpul bersama, menyusun itinerary berkunjung ke sanak kerabat dari bapak dan ibu, booking hotel untuk seluruh keluarga besar, serta tentu saja menyiapkan oleh-oleh untuk dibawa mudik.

Dari semua hal di atas, yang paling sulit adalah menyusun jadwal, karena kami semua juga punya pasangan yang punya jadwal berkumpul dengan keluarga besar masing-masing.

Satu lagi, yang tak pernah terlewatkan dari menyambut lebaran adalah berbelanja! Tentu saja, karena banyak yang harus dibeli, baik untuk diri sendiri, keluarga maupun untuk diberikan kepada sanak kerabat.

Dulu setiap menjelang lebaran saya selalu ke pasar atau mall untuk berbelanja baju lebaran dan perlengkapan lainnya. Bisa memborong mukena sampai berkodi-kodi untuk berbagi. Biasanya saya belanja ke pasar Tanah Abang atau Thamrin City. 

Jadi saya bisa mengerti, bila setiap menjelang lebaran, pasar dan mall selalu ramai diserbu pengunjung. Karena saya pun pernah melakukan hal yang sama, dulu ... ketika anak-anak masih kecil. Membeli baju baru untuk lebaran seperti sebuah tradisi yang mesti dilakukan. Namun semua berbeda saat anak-anak sudah besar, baju baru bukan lagi menjadi suatu keharusan. 

Persiapan lebaran tahun ini

Ilustrasi Monas (sumber Kompas.com)
Ilustrasi Monas (sumber Kompas.com)
Biasanya bagi kaum perantauan di Jakarta, bila menjelang lebaran ada yang bertanya mudik atau tidak? Maka bagi yang tidak mudik, jawabnya adalah "Tidak mudik, mau jagain Monas saja."

Tahun ini kami juga akan melewatkan lebaran di ibukota, ikut menjaga Monas hehehe. Karena hanya di rumah saja, maka persiapan lebaran tahun ini terbilang santai.

Persiapan belanja sembako untuk berbagi sudah saya lakukan di awal bulan Ramadan. Kebetulan asisten rumah tangga kami tahun ini mudik lebih awal untuk menyiasati pelarangan mudik mendekati hari-H lebaran.

Jadi semua urusan yang cukup menguras tenaga saya selesaikan di awal saat si mbak masih ada di rumah. Persiapan lain seperti bersih-bersih rumah, mencuci gorden, sudah dilakukan saat si mbak masih di rumah.

Sebentar lagi saya akan menyiapkan baju yang nanti digunakan salat ied beserta perlengkapannya. Tahun ini kami sengaja tidak membeli baju baru. Kebetulan baju yang lama masih ada. 

Dulu saat anak-anak masih kecil, setiap lebaran adalah momen yang menyenangkan untuk membeli baju baru. Tapi setelah anak-anak besar, membeli baju baru saat lebaran sudah bukan lagi prioritas.

Masih tetap bisa bersilaturahmi dan berbagi

Ilustrasi keluarga melakukan video call (sumber Shutterstock via kumparan.com)
Ilustrasi keluarga melakukan video call (sumber Shutterstock via kumparan.com)
Meski hanya di rumah saja, bukan berarti tidak bisa bersilaturahmi dan berbagi. Masih bersyukur, pandemi menyerang saat teknologi sudah begitu maju, sehingga roda kehidupan masih bisa terus berjalan. 

Silaturahmi secara offline bisa digantikan dengan tatap muka dan bercerita secara daring. Tetap seru dan asyik, meski tidak bisa secara 100% menggantikan tatap muka secara langsung, tapi ini adalah pilihan terbaik untuk saat ini.

Berbagi pun demikian. Kalau dulu saya masih sering berbelanja baju dan keperluan idul fitri untuk berbagi, tahun ini saya memilih memberi dalam bentuk uang. Lebih praktis dan semoga bisa bermanfaat bagi yang menerimanya.

Menyiapkan uang baru

Ilustrasi uang baru (sumber iStockphoto)
Ilustrasi uang baru (sumber iStockphoto)
Dulu menjelang lebaran, saya selalu ke bank untuk menukar uang baru dalam berbagai pecahan rupiah. Ada semacam tradisi pembagian angpau untuk anak-anak dan keponakan saat kami berkumpul bersama. Hehehe ... seru dan pastinya ini saat yang ditunggu oleh anak-anak. 

Rejeki buat anak-anak, kami orang tua menyiapkan amplop untuk semua anak dan keponakan, dengan setiap amplop sudah ditulisi nama masing-masing anak. 

Selain itu, di perumahan tempat saya tinggal, setiap lebaran ada banyak rombongan anak-anak yang datang dan tuan rumah akan berbagi uang kepada mereka semua. Tapi setelah pandemi, kegiatan itu sepertinya tidak ada lagi.

Kue kering favorit keluarga

Ilustrasi kue kering lidah kucing (dokpri)
Ilustrasi kue kering lidah kucing (dokpri)
Ini adalah kue kering lidah kucing favorit anak-anak saya. Dulu saat kecil, kami sering membuat kue ini bersama-sama. Kadang si kecil bereksperimen memasukkan teh ke dalam adonan. Hehehe walau anak saya laki-laki semua, tapi keduanya sudah terbiasa membantu (baca : merecoki) ibunya di dapur.  

Nah, salah satu hidangan wajib yang ada saat lebaran adalah kue kering ini. Meski pada akhirnya yang paling banyak makan bukan tamu, tapi tuan rumahnya sendiri. 

Tahun ini saya sengaja tidak membuat kue kering, tapi menggantinya dengan aneka hidangan dari buah-buahan dan sayuran.  Selain memang tidak ada tamu, kami sekeluarga juga mengurangi makan tepung, lemak dan gula. Soalnya kalau sudah makan kue kering susah berhentinya!

Membuat kue untuk hantaran

Ilustrasi kue brownies buat hantaran (dokpri)
Ilustrasi kue brownies buat hantaran (dokpri)
Sebagai ganti silaturahmi, mendekati lebaran nanti saya akan membuat kue sebagai hantaran ke tetangga sekitar. Saya memilih kue yang cara bikinnya praktis dan terbukti banyak disukai.  Bahan-bahan sudah saya beli secara online, tinggal nanti dibuat dan dibagikan menjelang hari raya.

Memperbanyak ibadah

Gambar oleh Afshad Subair dari Pixabay
Gambar oleh Afshad Subair dari Pixabay
Memperbanyak ibadah adalah pilihan saya untuk persiapan idul fitri tahun ini. Apalagi sekarang sudah memasuk hari-hari terakhir di bulan Ramadan. Harus bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat.

Habluminalloh dan habluminannas adalah 2 prinsip yang harus dijalankan secara seimbang. Ibadah secara vertikal langsung kepada Allah Sang Khaliq dan ibadah secara horisontal yang meliputi berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk Allah lainnya.

Inti Ramadan adalah membersihkan diri dari dosa-dosa, mengembalikan kita menjadi manusia yang fitri seperti baru dilahirkan. Semoga dengan amal ibadah kita selama Ramadan, menjadikan kita manusia yang lebih baik dalam kualitas iman dan takwa.

Kenangan pulang kampung

Ilustrasi kampung halaman (dokpri)
Ilustrasi kampung halaman (dokpri)
Ini adalah foto saat saya pulang kampung beberapa tahun yang lalu. Foto ini bersama seorang ibu yang sudah lama sekali bekerja di rumah orang tua kami, sampai kedua orang tua kami meninggal dunia. Senang melihat si ibu dalam kondisi sehat wal 'afiat. 

Hamparan padi yang menguning ini, seolah memanggil saya untuk pulang kembali ke kampung halaman, walau sejenak.

Semoga pandemi segera pergi, sehingga kita bisa kembali menjalani kehidupan dengan aman tanpa kekhawatiran.

Jakarta, 7 Mei 2021
Seliara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun