Senin 22 Maret 2021 diperingati sebagai Hari Air Sedunia. Hari Air diperingati sebagai bentuk kesadaran dan upaya mencegah krisis air di masa depan. Ketersediaan air bersih harus kita jaga mulai sekarang. Setiap orang harus mulai sadar tentang pentingnya keberadaan air, karena air adalah kehidupan, tanpa air tak ada makhluk bisa hidup di dunia ini.
Diambil dari laman  resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Sejarah Hari Air tercetus saat berlangsungnya konferensi PBB di Rio de Janeiro, Brazilia. Saat itu konferensi PBB sedang membahas tentang Lingkungan dan Pembangunan. Â
Tema Hari Air Sedunia Tahun 2021 adalah Valuing Water, yaitu tentang arti air bagi manusia, nilai sebenarnya dan bagaimana kita dapat menghargai air dengan lebih baik.
Apalagi saat pandemi seperti sekarang ini, dimana kita sudah terbiasa mencuci tangan lebih sering dari sebelumnya. Bagi ibu rumah tangga seperti saya, keperluan air di masa pandemi ini terasa lebih banyak. Kita memerlukan lebih banyak air bersih diantaranya untuk mencuci baju lebih sering dan mencuci semua barang belanjaan, sebelum disimpan di kulkas.Â
Untuk bisa melakukan itu semua, tentu diperlukan jumlah air bersih lebih banyak. Bersyukur kita hidup di Indonesia, dengan sumber air yang melimpah. Di tempat tinggal saya, di wilayah Bintaro Jakarta Selatan, saya bahkan masih menggunakan air tanah untuk berbagai keperluan, termasuk untuk memasak. Demi melindungi sumber air di rumah, saya berencana membuat sumur resapan, supaya air hujan bisa masuk ke dalam tanah untuk menjaga ketersediaan air tanah.
Meski kita hidup di wilayah dengan ketersediaan air cukup, kita tetap harus berhemat. Hal kecil yang sudah biasa saya lakukan sejak dulu, misalnya menggunakan air bekas mencuci beras atau sayuran  untuk menyiram tanaman. Kebetulan saya mempunyai banyak tanaman di rumah. Selain bisa menghemat air, penggunaan air bekas cucian beras dan sayur juga merupakan pupuk alami bagi tanaman.Â
Secara pribadi saya merasa harus bisa lebih menghargai air adalah saat saya bersama suami dalam perjalanan dari Mesir ke Palestina. Saat itu kami melakukan perjalanan darat melalui Pegunungan Sinai. Sejauh mata memandang hanya tampak perbukitan batu menjulang, tanpa pohon besar. Hanya ada beberapa ilalang atau bila ada pohon besar jumlahnya sangat terbatas. Bahkan pantainya pun tanpa pohon kelapa dan tumbuhan lainnya.