Dear Diary, nitip tulisanku ini ya, semoga bisa berproses menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari!
Pagi ini, dalam perjalanan pulang dari mengantar sekolah si kakak ke sekolahnya, yaitu di  SMP swasta di jalan Ahmad Dahlan Kebayoran Baru, ditemani rinai gerimis, aku mendengar artikel yang dibacakan salah satu stasiun radio, sayangnya aku lupa stasiun apa.Â
Penyiar radio mengatakan ada penyakit yang namanya BEJ yang perlu secepatnya disembuhkan. Barangkali kita terdiagnosa mengidap penyakit tersebut, namun tidak menyadarinya sementara penyakit itu sangat berbahaya. Tertarik, kukeraskan volume radio.
Ternyata BEJ bukan singkatan dari Bursa Efek Jakarta. Tapi B yang pertama adalah Blame = menyalahkan. Orang yang menderita penyakit ini suka sekali menyalahkan orang lain atau keadaan di sekitarnya atas kegagagalan atau kekurangnyamanan yang dirasakannya.Â
Misalnya saat dia lama menyelesaikan skripsi, dia akan sibuk menyalahkan dosen pembimbing yang susah, literature yang terbatas, atau teman dan keluarga yang kurang mendukung (lho?). Bukannya segera mencari jalan keluar dan alternatif lain, orang yang menderita penyakit ini sangat pandai mencari kambing hitam atas ketidakberhasilannya dalam suatu hal.Â
Semua disalahkan kecuali satu, dirinya. Ya ... dia tidak pernah merasa bersalah. Yang salah adalah orang lain, keadaan sekitar, fasilitas yang payah dan semuanya. Dia tidak pernah merasa bersalah, justru merasa yakin dia hanyalah korban. Bila dia berjalan di trotoar dan terjatuh, dia akan menyalahkan pemerintah setempat yang tidak lihai mengatur kota, tidak pandai membangun infrastruktur sehingga dia merasa menjadi korban.Â
Alih-alih intropesksi diri atau berhati-hati, dia malah semakin menjadi. Bila tidak segera disembuhkan, semakin tua, orang yang menderita penyakit ini akan semakin akut dan tersiksa. Dalam tahap awal dia akan menyalahkan keadaan, orang lain, pemerintah, sistem, orang tua yang telah melahirkannya dan lain-lain. Namun dalam tahap akut, dia berani menyalahkan Tuhan atas penderitaan yang dialaminya.
Penyakit yang kedua adalah E = Excuse = alasan. Nah orang yang menderita penyakit E Â ini sangat pandai mencari alasan atas ketidakberhasilannya, tapi gagal menemukan solusi untuk berhasil. Bila tugas yang diembannya gagal, bukannya instropeksi atau koreksi, tapi akan sibuk mencari seribu alasan untuk membela diri.
Nah ... penyakit yang ketiga adalah J = Justification = pembenaran. Si J ini, bila melakukan kesalahan dia akan mencari pembenaran, misalnya saat dia melanggar aturan, dia akan berkata pada dirinya bahwa tidak apa-apa sedikit melanggar aturan, toh orang lain lebih parah lagi. Yang pasti, bukannya menyadari kesalahan yang dilakukannya, si J ini akan selalu mencari pembenaran atas semua sikap tak terpuji yang dilakukannya.
Tanpa kita sadari, ketiga penyakit di atas bisa jadi ada pada diri kita. Hanya mungkin tingkat keparahannya yang berbeda. Aku tersenyum simpul, merasa tersentil ... hehehe.Â
Tak bisa dipungkiri, aku pun menderita ketiga penyakit di atas. Bila terlambat datang ke suatu tempat, dengan mudahnya menyalahkan jalanan yang macet. Padahal siapa sih yang tidak tahu kalau jalanan di Jakarta memang sering macet? Solusinya harusnya siap berangkat lebih awal. Hm ... sepertinya sudah saatnya aku harus instropeksi dan koreksi diri.