Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Diary

Belajar Melihat Sisi Positif

14 Maret 2021   17:27 Diperbarui: 14 Maret 2021   17:34 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dear Diary, nitip tulisan ini di sini ya, semoga bisa jadi pengingat untuk selalu melihat sesuatu dengan bingkai positif! Terima kasih!

Saat ini aku sedang berada di parkiran bandara Soekarno Hatta, menghitung waktu, lebih tepatnya sedang menunggu bantuan datang. Tiba-tiba mesin mobil mati saat kami sedang parkir. Kontan suami panik, mungkin karena bingung dan tidak sampai hati harus meninggalkanku sendirian dengan kondisi mobil yang tidak beres. Sementara aku yang sudah biasa -karena ini bukan yang pertama kualami- hanya tersenyum dan berusaha tenang.

"Alhamdulillah Mas, kita sudah sampai bandara. Coba tadi kalau mesin mati di jalan tol kan repot ..." kataku pada suami yang kelihatan begitu khawatir. Kebetulan tadi di jalan tol, kami melihat mobil antar jemput sebuah maskapai yang mogok di jalan tol, sopirnya mendorong mobil itu, sementara sang pilot tampak pindah duduk di kursi kemudi.

Oya, bukan berarti aku tak khawatir, tapi pengalaman selama ini mengajarkan bahwa kita harus tenang supaya bisa berpikir jernih. Akhirnya suami turun dan aku pindah ke kursi kemudi, merapikan parkir yang belum sempurna, sementara suami olah raga mendorong mobil.

Pagi ini suami akan berangkat bekerja ke Banda Aceh. Sudah beberapa tahun ini kami LDR-an. Suami di Banda Aceh, aku dan anak-anak tinggal di Jakarta. Jumat sore suami pulang dan kembali ke Banda Aceh Senin pagi. Lalu suami check in dan tinggallah aku sendiri. Aku mencoba membuka kap mesin tapi tidak bisa. Mencoba telepon 108, akhirnya dapat nomer telepon bengkel resmi untuk jenis mobilku. Sudah coba dipandu oleh operator, tapi mesin tetap tidak bisa menyala, akhirnya diputuskan akan mengirim teknisi.

Sambil menunggu kedatangan teknisi itulah aku menulis catatan ini. Berbagai kejadian yang sudah berlalu, memberiku pelajaran bahwa kita harus belajar dan berusaha ikhlas menerima apapun yang terjadi, di luar kekuasaan kita. Menjalani dengan ikhlas, jauh dari keluhan. Yaa, pada dasarnya aku adalah orang yang sangat mudah mengeluh hehehe ngaku. Panas sedikit mengeluh, sakit sedikit mengeluh, lama sedikit mengeluh. Sampai akhirnya aku sadar bahwa keluhan tak dapat menyelesaikan masalah, malah bisa memperberat penderitaan hehehe.

Untuk mengurangi kebiasaan mengeluh ini, aku suka iseng mencari dan belajar 'melihat sesuatu' yang sering tak terlihat oleh mataku yang sukanya melihat yang indah-indah dan menyenangkan saja. Biasanya setelah berhasil melihat 'pemandangan yang tersembunyi' itu,  hati akan terasa jauh lebih tenang dan aku bisa bersyukur di tengah penderitaan dan kekhawatiran yang mendera. Menderita tapi bahagia ... hehehe. Memang bisa? Banget!!!

Misalnya saat asisten rumah tangga sakit demam berdarah dan harus dirawat di rumah sakit. Saat itu suami tidak ada di rumah karena sedang bertugas di luar kota. Pertama panik dan bingung mendera, sampai ingin menangis. Bercampur perasaan kalut, takut, khawatir, wah bagaimana ini ... dan lain-lain. Hingga kemudian aku berusaha tenang dan belajar melihat sisi positif atau hikmah apa yang terkandung di dalamnya. 

Ketika asisten rumah tangga kami sakit, aku masih bisa bersyukur Allah memberi aku dan anak-anak kesehatan, sehingga 'kehidupan' masih bisa berjalan dengan lancar. Aku membayangkan seandainya aku dan anak-anak juga tertular, maka kondisinya tentu akan jauh lebih berat. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena saat itu sedang endemik demam berdarah, hampir semua rumah di RT kami ada yang menjadi korban demam berdarah.

Jadi aku tetap belajar bersyukur dan berusaha menerima ketetapan-Nya dengan ikhlas. Meski saat itu harus tergopoh-gopoh merawat anak-anak dan sang asisten rumah tangga yang terkapar tak berdaya di rumah sakit. Aku bersyukur akhirnya bisa dirawat di rumah sakit dekat rumah, sehingga memudahkanku untuk bisa menghandel dan mengontrol semuanya. Kebetulan sang asisten ini sudah bertahun-tahun ikut kami, menginap di rumah kami, sehingga saat dia sakit semua menjadi tanggung jawab kami. Alhamdulillah meski berat dan sulit, semua bisa terlewati. Ada kalanya dan bahkan sering kali, kenyataan tak seseram dan sesulit yang aku bayangkan sebelumnya. Selalu ada kemudahan bila kita sabar dan berusaha berlapang dada menjalani setiap takdir-Nya.

Hal itulah yang memberiku energi positif untuk berbaik sangka menerima keputusan-Nya. Memberiku kekuatan, semangat dan keyakinan, bahwa hidup kadang perlu berhenti sejenak. Untuk melihat luka-luka di kaki yang perlu diobati, sepasang kaki yang selama ini kita ajak berlari, luka yang selama ini mungkin tidak kita sadari. Pun perlu berhenti sejenak untuk melihat debu dan daki di hati yang perlu dicuci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun