Masyarakat yang beragam sangat berpotensi untuk menciptakan sebuah konflik, namun tidak berarti keragaman selalu membawa konflik. Di Indonesia, masyarakat memiliki keberagaman yang terkadang sangat kontras sehingga memicu terjadinya konflik. Namun, sejak dibentuknya Indonesia, para pejuang sudah menggaungkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Hari ini, mari kita kenali keberagaman pada masyarakat Indonesia dalam upaya membawa kembali semboyan Bhinneka Tunggal Ika seutuhnya.
Terdapat beberapa bentuk keberagaman di Masyarakat Indonesia, di antaranya adalah keberagaman sosial budaya, ekonomi, dan gender. Kondisi sosial budaya yang beragam di Indonesia dapat kita pandangi dari banyaknya golongan, suku, etnis, ras, agama, dan budaya. Itulah sebab masyarakat Indonesia disebut sebagai masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural sangat menjunjung tinggi keberagaman yang ada, dan tidak mengenal perbedaan hak dan kewajiban antarkelompok, baik secara hukum maupun sosial.
Keberagaman ekonomi juga terbentuk di masyarakat Indonesia, dan terlihat kontras antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Masyarakat pedesaan atau masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang tinggal di kawasan/wilayah/teritorial kecil. Hal umum pada masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, mereka biasanya mengolah lahan, dan menjual hasilnya pada daerah sekitar atau bahkan ke kota.
Sedangkan masyarakat perkotaan dianggap memiliki pemikiran yang lebih rasional, bersifat individualistis, dan menjadikan kota sebagai kegiatan ekonomi, sosial, dan politik. Kehidupan ekonominya pun lebih beragam sehingga cenderung terjadi kesenjangan yang kontras antar masyarakat perkotaan.
Keberagaman lainnya adalah keberagaman gender. Dalam sosiologi, gender mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. Sedang WHO memberi batasan gender, yaitu seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dalam suatu masyarakat (dalam buku Pendidikan Pancasila Jilid 2, Airlangga).
Dalam beberapa kasus perbedaan gender ini berpengaruh terhadap kedudukan perempuan dan laki-laki, misalnya pada prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan untuk maju.
Di Indonesia, terdapat kecenderungan terhadap kaum laki-laki untuk dipandang lebih tinggi derajatnya dan keleluasaannya dalam bermasyarakat dan berpolitik. Tentunya, hal tersebut membebankan perempuan karena menghambat aktivitas sosial dan perkembangan pola pikir seorang perempuan. Saat ini, kesadaran yang harus ditumbuhkan adalah bahwam ketidakadilan gender bukanlah kodrat seorang perempuan, melainkan konstruksi sosial yang dibentuk masyarakat.
Ketidakadilan gender ini dapat dilihat dalam beberapa bentuk. Yang pertama adalah marginalisasi, peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan ekonomi. Bentuk ketidakadilan lainnya adalah subordinasi, yaitu penilaian bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Stereotip juga merupakan bentuk ketidakadilan, pemberian citra atau label kepada seseorang tanpa didasarkan pada hal yang pasti akan memperlihatkan sebuah ketimpangan. Ketidakadilan ini juga terlihat dalam tindakan kekerasan, yang biasanya disebabkan oleh sebuah stereotip bahwa perempuan lemah sehingga bebas diperlakukan semena-mena. Ketidakadilan lainnya adalah beban ganda, misalnya, seorang perempuan yang bekerja di sektor publik namun tugas rumahnya tetap sama.
Ketidakadilan gender ini terkadang dianggap biasa dan bahkan diyakini bahwa ketimpangan yang terjadi adalah sebuah kodrat bagi masing-masing gender.
Keberagaman pada masyarakat Indonesia sangat berpotensi dalam menyebabkan konflik. Selain karena perbedaan antar individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan dan perubahan sosial, sebuah konflik juga bisa terjadi karena beberapa sikap di masyarakat.