"Perceraiberaian itu wajiblah diperangi, agar kita bisa bersatu"
Ungkapan dari Sugondo Djojopuspito, Ketua Kongres Pemuda menjadi ungkapan yang melekat dari berjalannya ikrar kebangsaan. Kini, 96 tahun sudah ikrar itu mengarungi arus-arus zaman yang kian berkembang, dari 28 Oktober 1928 terlempar jauh pada 28 Oktober 2024.
Sugondo Djojopuspito (PPPI), R.M. Djoko Marsaid (Jong Java), Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond), Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond), Johan, Mahmud Tjaja (Jong Islamieten Bond), R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia), R.C.L. Sendoek (Jong Celebes), Johannes Leimena (Jong Ambon), Mohammad Rochjani Su'ud (Pemoeda Kaoem Betawi) merupakan nama-nama besar yang memperjuangkan pembentukan ikrar kebangsaan.
Haruskah kita berjuang plek-ketiplek seperti perjuangan mereka?
Pertanyaan ini dijawab banyak oleh waktu. Perkembangan zaman dapat dikatakan telah mengubah pola pikir dan perilaku kita, sehingga memunculkan perbedaan kontras dengan para pejuang masa itu. Namun, perubahan-perubahan itu sudah seharusnya tidak mengikis perjuangan. Justru, pengamalan Sumpah Pemuda sangat diharapkan tumbuh dari setiap diri manusia Indonesia pada hari ini.
Manusia Indonesia yang senantiasa bertenggang rasa, berbangga diri atas kebangsaannya serta memperjuangkan kesatuan bangsa dan negara. Manusia seperti itulah yang disebut 'Pejuang Masa Kini'.
Pejuang masa kini harus ditemukan di setia sudut negara, sebab lemahnya pengamalan ikrar Sumpah Pemuda ditandai dengan orang-orang yang tidak mau memperjuangkan kebangsaannya.
Identitas bangsa dengan segala keterikatannya dengan nilai-nilai luhur Pancasila harus dibuktikan langsung oleh masyarakat. Sikap toleransi kepada sesama serta penghormatan dan penghargaan penuh kepada setiap diri manusia menjadi pokok utama pengamalan Sumpah Pemuda.
Namun, perkembangan teknologi juga dapat menjadi sorotan munculnya sikap-sikap intoleransi. Ujaran-ujaran kebencian 'rajin' diutarakan kepada suku bangsa lain, bahkan menytereotipkan suku-suku lain. Hal ini dapat kita temui saat seseorang bersikap intoleransi kepada nilai-nilai dan norma yang dianut oleh orang lain.
Sikap intoleransi terkait primordialisme juga etnosentrisme menjadi gangguan utama untuk menghambat Pejuang Masa Kini. Solusi daripada masalah tersebut sudah diungkapkan oleh Sugondo sejak 96 tahun lalu. Yaitu dengan memerangi perceraiberaian.