RABU, 24 JULI 2024
"Bun, tangkainya." Katanya.
"Bun, tangkainya." Katanya lagi.
"Bun, Adek makannya dengan tangkai?!" Biji hitam matanya bergerak tak beraturan. Mungkin kesal, mungkin bingung, atau mungkin dia tidak tahu dia sedang marah.
"Ini sendok kayu, Dek. Bukan tangkai di pohon-pohon." Bunda, lirihanmu tidak lain adalah kepasrahan.
"Oh ini sendok. Aneh ya ... Seperti tangkai. Apa sendok ini ada daunnya Bun?" Tangan-tangan kecil itu mencari daun di ujung-ujung sendok. Barangkali dia menemukan daun-daun yang kata bundanya berwarna hijau---yang dia tidak tahu juga hijau itu seperti apa. Barangkali dia menemukan daun-daun yang kata bundanya berbentuk lonjong, atau hati atau memanjang---yang dia tidak tahu bentuk-bentuk apa itu.
Lantas, Bunda, mana suaramu? Tidakkah Bunda mau menjawab pertanyaan anak ini? Tidak maukah Bunda mengajarkannya sekali lagi soal daun-daun dan tangkai-tangkai itu?
Bunda, sayangilah aku. Bunda, cintailah aku. Bunda, syukurilah aku.
Sungguh, kata-kata suci itu telah terlarung ke langit, bersamaan dengan doa-doa permohonanmu saat kau bersujud. Air mata kekesalannya sama dengan air mata pasrah yang tercetak di sajadahmu. Percayalah, doa itu telah sampai pada Yang Maha Shamad. Didengarkan oleh Sang Samii'. Dikabulkan oleh Sang Mujiib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H