Gojek.
Ah. Buat kamu yang tinggal di kota Jakarta, terlebih di kawasan Jakarta Selatan, tentu tidak asing dengan kata yang satu itu. Gojek. Bahkan, ketika menyebutnya, bisa jadi kamu langsung membayangkan pengendara-pengendara motor berseliweran mengenakan jaket dan helm hijau bertuliskan "Gojek".
Tidak usah malu, saya pun langsung membayangkan nya setiap kata Gojek saya dengar atau sebut.
Memang, brand awareness yang luar biasa sudah berhasil dilakukan oleh Gojek. Kita harus akui itu. Namun, sudah kah kamu tahu bahwa ada rekayasa-rekayasa dibalik cerita sukses Gojek belakangan ini ?
Berbekal uang hanya dengan 30 ribu rupiah, saya berhasil membongkar rekayasa yang dilakukan Gojek.
30 ribu ? Kok murah ?
Iya. Itu adalah besaran dana yang saya keluarkan dalam "riset" saya untuk sedikit membedah Gojek dan menyampaikan informasi tersebut dalam website saya ini. 30 ribu adalah besaran 3 kali saya menggunakan jasa Gojek dalam masa promo #CebanRamadhan ini.
Jadi ya, "hanya" dengan 30 ribu rupiah itu lah, saya membongkar rekayasa yang dilakukan Gojek.
Hah ? Rekayasa ? maksudnya apa ? Penipuan yang dilakukan Gojek ?
Rekayasa yang saya maksudkan disini adalah rekayasa sosial (Social Engineering) yang Gojek lakukan di masyarakat. Gojek berhasil mendesain, menerapkan, merekayasa tidak hanya sudut pandang sosial namun juga gaya hidup bertransportasi masyarakat. Baik itu para driver nya, maupun para pengguna jasa Gojek. Sebuah rekayasa yang, berani saya bilang, jenius...
Saya melakukan riset lapangan langsung dengan berinteraksi dengan para driver Gojek. Selama perjalanan, saya mengajak mereka bicara, berdiskusi, mendengarkan semangat dan harapan mereka. Saya menyadari, bahwa berkat rekayasa yang diterapkan, ada senyum-senyum mengembang orang-orang baik ini.