[caption id="attachment_319671" align="aligncenter" width="300" caption="Sang orator dan proklamator"][/caption] "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur." Paragraf diatas, tentu saja kamu sudah tahu, adalah paragraf kedua dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sebuah paragraf yang berisi tidak hanya rasa syukur telah merdeka, namun juga impian akan kondisi Indonesia yang didambakan. Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tergelitik saya untuk menulis ketika dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pagi ini di SMA N 28, saya mendengar pembukaan UUD 45 dibacakan oleh siswa yang bertugas. Saya tergugah pada satu bagian dalam paragraf tersebut, yaitu pada frase ".... ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia..." . Pintu gerbang kemerdekaan ? Jangan-jangan selama ini kita memang hanya baru sampai ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Bahkan setelah berabad-abad melawan penindasan dan 69 tahun berdiri sebagai negara. Tapi kita belum merdeka ? Kita baru sampai ke depan Pintu Gerbang Kemerdekaan. Kita belum masuk ke Istana Kemerdekaan. Kita belum diterima sebagai tamu oleh Tuan Rumah Kemerdekaan. Kita belum menikmati Jamuan Kemerdekaan. Kita belum melamar sang Pemilik Hati Kemerdekaan. Dan tentu saja, kita belum merasakan Kasih Sayang serta Peluk Cium Dari Kemerdekaan. Ah masa sih ? Setelah begitu banyak pengorbanan dan jiwa yang gugur, kita sampai sekarang belum menikmati bagaimana rasa kemerdekaan itu ?. Masa sih, setelah memiliki negara, pemerintah, rakyat, dan hukum sendiri, ternyata kita ini tidak pernah benar-benar merdeka ?. Masa sih, sudah berganti-ganti presiden, tidak ada yang bisa berhasil membawa kita ke kemerdekaan ? Apa iya kita ini masih ada dalam belenggu penjajahan ?. Kan sudah tidak ada lagi agen kolonialisme-imperialisme di Bumi Pertiwi. Tidak ada lagi letusan peluru bedil yang menembus tubuh-tubuh ringkih para pejuang. Tidak ada lagi kerja paksa membangun jembatan atau jalan panjang Anyer-Pamanukan. Tidak ada lagi pengekangan lagu Indonesia Raya. Tidak ada lagi paksaan menyembah Matahari di waktu pagi kan ? Kok bisa saya, dan mungkin kamu dan kamu dan kamu merasa kita belum merdeka ?. Belum merdeka dimana sih ? Kamu mau bilang soal betapa banyak jumlah dan ragam sumber daya alam kita yang dikuasai asing ? Betapa banyak nya aset-aset strategis negara yang di lego ? Perusahaaan-perusahaan kita yang dimiliki para bule dan saudara Asia ? Atau mau bilang kenapa kita masih saja mengekspor ini-itu ? Ah masa iya ? Coba beri bukti. Oh atau kamu merasa kita sebagai bangsa terjajah dalam budaya ya ? Misalnya demam gelombang Korea yang menghempaskan remaja-anak muda kita ? atau histeria sister group berwajah imut yang membuat kita lupa siapa diri kita ? Dan sudah barang tentu kamu geram dengan kualitas tontonan kita di televisi. Oh, atau kamu merasa gregetan Pendidikan dan Kebudayaan kita belum tentu arahnya ? Banyak dari kamu juga  mau komplainn kenapa dengan sedemikian banyak orang pintar Indonesia tapi betapa lama kita beranjak dan menanjak. Kenapa orang-orang pintar Indonesia di luar negeri tidak mau balik lagi. Kok bisa-bisanya kita kalah saing dengan Malaysia. Banyak mungkin yang akan ngedumel soal kesenjangan ekonomi. Yang miskin sudah masuk sedemikian dalam ke jurang kemiskinan. Yang kaya bisa jadi makin kaya. Kamu tentu maklum jika ada orang kaya dengan usaha dan kerja kerasnya. Namun, seperti saya, kamu pasti geram kalau mereka ada yang menghalalkan segala cara. Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan Gratifikasi biasanya jadi jalan. Sudah tidak terhitung pemimpin kita yang sudah disumpah amanah terjerat kasus beraneka rupa, dari kopiah hingga minyak bumi. Keluar persidangan mereka tebar senyum sumringah. Melambaikan tangan ke kamera dengan wajah melecehkan kamu dan saya. Dia tentu tahu dan punya cara bagaimana dia bisa bebas. Atau setidak nya hukuman menjadi 2 atau 3 tahun saja. Saldo tabungan dan investasi sudah diamankan. Fasilitas nyaman di penjara pun bisa mereka pesan. Kalau dengan mereka yang seperti ini kamu dan saya ingin sekali mereka digantung saja ga sih ? Pintu Gerbang Kemerdekaan. Mungkin itu adalah wasiat sekaligus pesan tersirat dari para pejuang dan pendiri bangsa. Mereka tidak ingin kita berleha-leha. Mereka tidak ingin kita lengah dan bersantai ria. Mereka ingin kita, sebagai penerus perjuangan mereka, terus berjuang di setiap masa negara Indonesia ada. Mereka ingin kita merasa tidak cepat puas. Puas dengan keberlimpahan sumber daya alam dan budaya yang ramah. Mereka ingin kita aktif berjuang dan mengisi kemerdekaan yang tentu saja akan berlangsung selamanya. Mereka ingin kita menjadi yang unggul dan terbaik. Mereka ingin karena kedua hal itu kita disegani dan dihormati. Mereka ingin kita bisa menjadi contoh bangsa lain, memimpin forum-forum dan menengahi pertikaian. Mereka ingin kita menjadi yang terdepan dan dibicarakan di pergaulan dunia. Mereka ingin kita menjadi bangsa yang besar dan toleran. Duduk bersama satu meja tanpa bicara agama dan tingkatan sosial. Mereka ingin kita berpikir dan bergerak bersama menjawab segenap tantangan. Mereka ingin kita akur dan saling merangkul, tidak mencurigai dan gensi satu dengan yang lain. Mereka ingin kita berjabat tangan dan saling memaafkan, dan berjalan bersama menyambut masa depan gilang gemilang. Mereka ingin kita menjadi baik dan teladan, amanah mengemban tugas dan kewajiban. Mereka tentu bermimpi Indonesia akan memiliki pemimpin-pemimpin besar yang bekerja dan menyayangi. Para pemimpin yang memberi teladan dan mengayomi. Pemimpin-pemimpin yang tegas dan adil. Yang satu kata lisan, hati dan perbuatan. Pemimpin-pemimpin yang membanggakan Indonesia di panggung antar bangsa. Para Ibu dan Bapak pejuang kemerdekaan dan pendiri bangsa ini tentu begitu bijak. Mereka sengaja menuliskan nya begitu, Pintu Gerbang Kemerdekaan, agar kita selalu lapar dan kepingin. Agar kita termotivasi ingin masuk kedalam, berbuat sebaik mungkin agar memenuhi syarat-syaratnya. Lalu kita bisa masuk bertamu, dan melakukan lamaran,  agar bisa dalam hidup kita yang singkat ini, menyicipi Kemerdekaan. Selamat Ulang Tahun Kemerdekaan, bangsa ku sayang, bangsa Indonesia. Aku tahu saat ini masih banyak kondisi yang kurang dan tidak ideal dari diri mu. Tapi aku rela, dan ikhlas, serta siap, bersama teman-teman ku, bersama anak-anak Ibu Pertiwi mu yang lain, mengisi kemerdekaan mu dengan karya dan kebermanfaatan terbaik. ( Mohon maaf kalau misalnya ada foto pahlawan yang tidak ditampilkan, sungguh tidak ada maksud tertentu) Tulisan ini serta tulisan saya yang lain dapat kamu temukan di www.selepasngajar.com =)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H