Selain politik uang, oligarki juga menjadi fenomena dominan di Sumenep. Keberadaan keluarga-keluarga berpengaruh atau kelompok elit tertentu di Sumenep sering kali mendikte arah politik lokal. Sebagaimana teori elite dari Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca menjelaskan, kekuasaan cenderung terkonsentrasi pada segelintir individu atau kelompok yang mampu mengendalikan struktur sosial, ekonomi, dan politik. Oligarki merujuk pada kekuasaan yang terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil elit politik dan ekonomi yang memiliki akses besar terhadap sumber daya strategis. Polanyapun sangat beragam, mulai dari mobilisasi melalui orang yang sangat berpengaruh dimasing-masing objek, sampai berdasarkan pengakuan kawan penulis ada pula yang melalui pola tindakan “abuse of power” beberapa oknum pemerintah desa menggiring masyarakat untuk condong pada calon pilihan oligarki.
Dalam analisis sosiologi struktural, seperti yang dijelaskan oleh Max Weber dan Vilfredo Pareto, kekuasaan oligarki dipertahankan melalui legitimasi sosial, jaringan politik, dan kontrol atas sumber daya ekonomi. Para elit ini memanfaatkan posisi mereka tidak hanya untuk mempertahankan kekuasaan, tetapi juga untuk membatasi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Akibatnya, masyarakat sering kali menjadi objek pasif yang hanya menerima dampak dari keputusan elit.
Namun, dominasi oligarki dan politik uang tidak sepenuhnya menghilangkan kekuatan masyarakat. Dalam perspektif sosiologi budaya, masyarakat Sumenep memiliki modal sosial yang dapat menjadi benteng melawan dominasi elit. Tradisi musyawarah, gotong-royong, dan nilai kekeluargaan yang kuat memberikan mereka daya tahan terhadap infiltrasi politik uang.
Teori Pierre Bourdieu tentang habitus dan modal sosial relevan dalam menjelaskan dinamika ini. Habitus masyarakat yang terbentuk dari tradisi lokal memungkinkan mereka untuk mempertahankan nilai-nilai bersama di tengah tekanan eksternal. Modal sosial berupa kepercayaan antaranggota komunitas juga menjadi landasan bagi resistensi terhadap dominasi politik.
Beberapa gerakan masyarakat sipil di Sumenep telah menunjukkan potensi untuk membangun kesadaran politik warga. Melalui forum-forum informal seperti pengajian, diskusi komunitas, dan kegiatan adat, masyarakat mulai memahami pentingnya kedaulatan suara mereka. Dengan akses informasi yang semakin terbuka, terutama melalui media sosial, gerakan ini dapat diperkuat untuk menantang praktik politik uang dan oligarki.
Benturan antara Politik Uang dan Kekuatan Kolektif: Implikasi Sosiologis
Pasca Pilkada, benturan antara politik uang dan kekuatan kolektif masyarakat sering kali meninggalkan jejak yang memengaruhi struktur sosial-politik lokal. Jika politik uang lebih dominan, kemungkinan besar akan terjadi fragmentasi sosial, di mana masyarakat terpecah berdasarkan aliansi politik dan kepentingan pragmatis. Dalam konteks ini, solidaritas sosial yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Sumenep dapat melemah, digantikan oleh hubungan yang lebih transaksional.
Sebaliknya, jika kekuatan kolektif masyarakat berhasil mendominasi, hasilnya adalah proses politik yang lebih inklusif dan demokratis. Dalam perspektif Anthony Giddens, masyarakat sebagai agen memiliki kapasitas untuk memengaruhi struktur politik lokal melalui tindakan kolektif yang terorganisir. Dengan kata lain, nasib Kabupaten Sumenep pasca Pilkada sangat bergantung pada sejauh mana masyarakat mampu memobilisasi kekuatan kolektif mereka untuk melawan politik uang.
Selain itu, keterlibatan pemuda dalam organisasi masyarakat sipil dapat memperkuat gerakan anti-oligarki. Sebagaimana teori interaksionisme simbolik dari George Herbert Mead menjelaskan, interaksi simbolis antara pemuda dan masyarakat dapat menciptakan perubahan makna tentang politik dan kekuasaan dalam komunitas lokal. Namun celakanya, ada pemuda yang mengartikan insteraksi simbolis pada makna yang lain. Alih-alih untuk memberikan pendidikan politik mewakili kaum muda bagi orang yang masih awam dalam politik, justru mereka terlena dan berselingkuh dengan kekuasaan.
Nasib Kabupaten Sumenep Pasca Pilkada
Pasca Pilkada, Kabupaten Sumenep menghadapi beberapa kemungkinan skenario yang sangat dipengaruhi oleh dinamika antara politik uang dan kekuatan kolektif masyarakat.