YOGYAKARTAÂ -- Wayang Kulit merupakan salah satu ikon kebudayaan milik Indonesia, jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing untuk datang berkunjung. Wafatnya Ki Seno Nugroho, dalang kondang asal Yogyakarta, membuat Indonesia merasa kehilangan.
Atas jasa dan pengabdian yang telah diberikan Ki Seno Nugroho dalam melestarikan Wayang Kulit, grup band Heniikun Bay mendedikasikan sebuah lagu berjudul Pahlawan Wayang, dirilis pada Kamis 10 Desember 2020 di kanal YouTube Heniikun Bay Official.
Lagu Pahlawan Wayang diluncurkan sehari sebelum mapak, peringatan 40 hari wafatnya Ki Seno Nugroho. Lagu Pahlawan Wayang ditulis oleh AM. Kuncoro, Vokalis Heniikun Bay, grup band di bawah naungan Prima Founder Records. Selain Kuncoro, personal Heniikun Bay juga ada Hening, Ipun, Afrizal (Ijal), dan Bayu Ari.
Kuncoro dan Hening sangat mencintai kesenian Wayang Kulit, dua bersaudara ini anak dari RB. Kadino (alm), dalang di Lampung, dan ibu mereka Sumiati, seorang sinden, kakek dan nenek dari duo penyanyi, Alex Yunggun dan Bea Serendy. Lagu Pahlawan Wayang jadi single terbaru Heniikun Bay setelah merilis EP Album Hexalogy Yakin Wae.
"Almarhum Ki Seno Nugroho adalah dalang yang memelopori pertunjukan Wayang Kulit secara live streaming, hampir ratusan ribu orang perhari menyaksikan pertunjukkan virtualnya. Lewat lagu Pahlawan Wayang kami berpesan, Wayang Kulit sebagai salah satu seni budaya Jawa yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia harus tetap kita lestarikan, karena memuat nilai-nilai luhur dan petuah-petuah bijak yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk membentuk kepribadian bangsa Indonesia," kata Kuncoro yang tinggal di Yogyakarta saat kami wawancarai melalui akun Whatsapp-nya pada Jumat (11/12/2020).
Seperti dikatakan oleh Kuncoro, sebagai seorang dalang, sosok Ki Seno Nugroho sangat unik di mata para personal Heniikun Bay. Ki Seno Nugroho memiliki kemampuan untuk menyesuaikan cerita yang akan dipentaskan, sarat dengan pesan, disampaikan secara fleksibel dan tidak monoton. Dalam dunia seni wayang, Ki Seno Nugroho tidak mengutamakan satu pedoman (gagrak / gaya pertunjukan wayang) dari suatu daerah, baik gaya Jogja ataupun gaya Solo. Bukan berarti Ki Seno Nugroho tidak menghormati pedoman baku tersebut, tapi Ki Seno Nugroho ingin pertunjukkan Wayang Kulit lebih mudah diterima dan dikenal secara lebih luas, daripada berpegang pada aturan-aturan baku yang membuat seni wayang jadi kurang menarik untuk disaksikan.
Selain itu, pilihan Ki Seno Nugroho dalam mengenalkan posisi Punakawan pun berbeda, biasanya hanya dianggap sebagai pesuruh, bawahan para raja, dan kesatria dalam wayang. Punakawan diangkat sebagai perlambang orang kecil, rakyat jelata yang ternyata memiliki peran penting di balik kesuksesan rencana-rencana besar dalam cerita yang diangkat Ki Seno Nugroho dalam wayang.
Sebagian kalangan ada yang menganggap konsep pertunjukkan Ki Seno Nugroho membuat Wayang Kulit jadi 'murahan', mereka khawatir kesenian Jawa akan kehilangan daya tarik akibat mudah melihat pertunjukkannya melalui media online. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi malah sebaliknya, seni wayang justru makin dikenal luas, membuat seni Jawa jadi terjaga kelestariannya.