Hadir dengan sejarah ekonomi, "Swiftonomics" menjadi perbincangan hangat di tingkat internasonal. Istilah baru yang muncul setelah tur global Taylor Swift cetak rekor ekonomi pada negara yang disinggahi membuat negara lain iri.
Singapura menjadi salah satu negara beruntung yang dapat mewujudkan Swiftonomics. Bagaimana tidak, setelah bertahun-tahun akhirnya bintang pop asal Amerika Serikat itu menggelar tur global, dan Singapura menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mendapat kesempatan emas untuk konser tersebut.
Digelar selam enam hari "The Eras Tour" Singapura sangat diminati oleh Swifties Asia Tenggara. Konser yang berjalan pada tanggal 2,3,4 juga 7,8, dan 9 Maret 2024 di National Stadium itu hanya menyediakan sekitar 50 ribu kursi perharinya. Hal tersebut membuat 22 juta orang mengantre untuk 300 ribu kursi di laman war tiket The Eras Tour Singapura.
Ledakan Swifties membuat lonjakan ekonomi. Seolah Tak ingin kehilangan kesempatan untuk bertemu sang idola, Swifties rela mengeluarkan uang belasan hingga puluhan juta untuk perjalanan mereka ke Singapura. Keuntungan ini membangkitkan Singapura dari resesi setelah masa Covid-19.
Selain karena usaha promotor keberhasilan ini juga di latar belakangi oleh usaha dan dukungan pemerintah Singapura dalam membuat kesepakatan konser. Pemerintah Singapura percaya bahwa tiket dari konser musisi yang telah berada pada industri musik selama 17 tahun dan menduduki peringkat pertama di berbagai platform ini akan habis tak tersisa. Populernya konser di mata generasi muda membuat pemerintah Singapura tanpa ragu berinvestasi secara besar besaran demi kesuksesan konser ini.
Apabila kita pikirkan lagi, kenapa pemerintah Singapura menaruh kepercayaan dan usaha besar pada konser ini? Hal itu juga di pengaruhi karena adanya dorongan kapitalisme.
Melihat generasi saat ini akan tanpa ragu untuk datang menemui sang idola di setiap kesempatan, walau harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit demi kesenangan dan kepuasan pribadinya. Sedangkan datang ke sebuah konser bukanlah kebutuhan utama bagi manusia. Hal ini juga memperlihatkan ketimpangan dari pemilik uang dan kekuasaan dengan masyarakat menengah kebawah.
Mengingat tidak semua orang dapat mengeluarkan uang untuk mendatangi konser. Kapitalisme mendorong pemikiran penggemar dengan keistimewaan yang di dapatkan dan perasaan bangga untuk di disebarkan pada sosial media penggemar. Dimana contoh kecil pengambilan gambar dan video oleh yang di jadikan konten oleh para kreator dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Kebijakan kebijakan yang diambil oleh Singapura sangat menguntungkan bagi Taylor dan juga kapitalis. Karena kepopuleran dan keberhasilan konser The Eras Tour ini, maka kedepannya konser lain dari Taylor akan sangat di nantikan oleh  penggemarnya.
Berdasarkan segala kebijakan dan usaha yang di buat oleh Singapura memang berhasil untuk mendorong terjadinya Swiftonomics dan membuat negara lain iri. Maka pada tur selanjutnya negara mana yang akan mendapatkan kesempatan emas dari Swiftonomics?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H