Contoh lain adalah jika dalam suatu kehidupan masyarakat ada sekumpulan manusia baik dalam jumlah besar maupun kecil suka menggunakan jenis kain wol untuk berpakaian, maka orang-orang tersebut kemudian membentuk sebuah kelompok untuk berkumpul agar keserasian pakaian mereka itu bisa diatur dalam suatu tata aturan tertentu.
Nah, karena adanya faktor kesamaan dalam pandangan (platform) hidup secara komunal tersebut, maka mereka kemudian membentuk komunitas-komunitas tertentu sebagai sebuah wadah untuk hidup bersama pula dalam suatu aturan yang bersifat mengikat. Jadi dalam faktor sosiologis ini, bukan apa yang menjadi tujuan atau pandangan dan platformnya yang penting, tetapi yang terpenting adalah komunitas yang dibuat itu.Â
Agama pun demikian, lanjut menurut Durkheim, karena adanya faktor-faktor yang disepakati secara bersama-sama baik dalam bentuk perintah dan larangan maupun orientasi hidup, maka faktor-faktor kesamaan tersebut kemudian diinstitusikan dan disakralkan. Nah, kesakralan itulah yang kemudian kedepannya berubah menjadi sebuah norma yang menjadi landasan hukum dalam komunitas-komunitas tertentu.Â
Jadi yang paling penting dan menjadi standing poin dalam tulisan kami pada bagian keenam ini adalah, bagaimana suatu kesamaan pandangan atau platform hidup dapat berubah menjadi suatu komunitas. Sehingga bukan isi dari komunitas itu yang penting, tetapi yang paling penting adalah komunitas itu sendiri. Jadi society makes religion (masyarakatlah yang membuat agama).Â
Yang berikutnya, jawaban yang bisa diberikan untuk menjawab pertanyaan mengapa manusia beragama ini jika ditinjau dari perspektif sosiologis, ada juga pandangan lain yang menyebutkan berikut 'ketika anda percaya bahwa tuhan melihat anda meskipun tidak ada orang lain yang melihat anda, maka akan bersifat sosial, dan atau berbuat baik kepada orang lain (memiliki kepekaan sosial) dimanapun anda berada. Karena kemanapun anda melangkah, disitu ada tuhan yang selalu menyertai anda'.Â
Jadi menurut pandangan ini, karena seseorang itu meyakini bahwa tuhan senantiasa bersamanya baik dalam kesendirian maupun berkelompok, dia akan menjadi manusia yang bermoral atau etik. Sehingga lebih jauh menurut pandangan ini, agama itu berfungsi sebagai suatu institusi moral. Hanya saja, perlu diketahui bahwa agama sebagai sumber moral ini adalah jenis agama yang muncul belakangan, sedangkan sebelumnya ada agama-agama yang bersifat netral yang juga menjadi inatitusi moral yang eksistensinya sudah ada jauh-jauh hari sebelumnya. Sehingga harus ada penjelasan lebih lanjut tentang hal ini.Â
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H