Mohon tunggu...
Selamet
Selamet Mohon Tunggu... Wiraswasta - Indonesia

Manusia yang ingin SELALU menulis segala sesuatu yang BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semangat Sang Pemulung

28 September 2011   01:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:33 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemulung,be best Together

Mungkin sebagian dari kita tak akan rela makan dari sisa makanan orang lain, namun itulah yang dilakukan oleh Muhidin. Lelaki yang menjadi Pemulung ini menghidupi keluarganya dengan sampah. Ya, mata pencahariannya adalah sebagai Pemulung di TPA Sukabumi. Istrinya bernama Sumiati sedang mengandung anak mereka yang ke-7. Sumiati pun biasanya membantu suaminya menjadi Pemulung di TPA Sukabumi, namun karena kondisinya hamil muda itulah jadi lebih banyak digunakan untuk tinggal di rumah bersama anak mereka yang lain.

Karena pekerjaan menjadi Pemulung ini harus Muhidin lakukan, rasa jijik hingga kotor pun menjadi kehidupannya dalam mengais rezeki untuk keluarganya. Muhidin biasanya menunggu hingga sore agar dapat bertemu dengan truk pembawa sisa makanan atau sampah dari restoran cepat saji. Sisa makanan dari truk tersebut-lah yang menjadi makanan bagi keluarga Muhidin.

[caption id="" align="aligncenter" width="259" caption="sumber: kacamata-pelangi-el.blogspot.com"][/caption]

Mungkin sebagian dari kita akan merasa makanan dari kubangan sampah ini menjadi tak berarti atau bahkan berpotensi kurang baik untuk kesehatan. Namun inilah realita di Negara kita yang katanya kaya ini. Muhidin mengais sisa makanan yang layak untuk dijadikan makan bagi keluarganya; Mulai dari jeruk, pisang, hingga sayuran.

Sayuran yang Nampak kusam di TPA menjadi bahan makanan yang lezat bagi keluarga Muhidin. Olahan makanan yang dibuat Sumiati ini pun tak menjadikannya dan bayi yang dikandungnya mengalami sesuatu kurang baik pada kesehatan mereka. Sisa makanan yang dimakan keluarga Muhidin ini menjadi penutup lapar serta untuk mengurangi jatah belanja yang harus dikeluarkan untuk keperluan makan.

Anak Muhidin pun putus sekolah karena sesuatu yang klasik sejak dulu, yakni kurangnya biaya untuk menimba ilmu di sekolah. Ikhwal ini rasanya perlu dilihat lebih dalam oleh Pemerintah kita, meski telah menerapkan sekolah gratis bagi SD namun masih saja ada alasan untuk masyarakat mengeluarkan biaya-biaya tambahan.

Kisah Muhidin ini saya temui di program acara “Orang Pinggiran” di salah satu stasiun Televisi kita. Dari program acara ini kita bisa terbelalak bahwa inspirasi hidup bisa kita unduh dari kalangan saudara kita yang masih dalam taraf miskin atau bahkan fakir miskin. Hal ini seakan mengetuk hati sanubari kita bahwa selayaknya kita peduli terhadap mereka juga bersyukur akan nikmat Tuhan pada kehidupan kita disbanding mereka. Banyak program sedekah di khalayak ramai saat ini sebaiknya tersalurkan pada mereka juga kepada pemerintah sebaiknya membantu kalangan yang masih di bawah menjadi lebih baik kehidupannya.

Mungkin pula sebagian dari kita merasa miris bila melihat, menyaksikan atau bahkan mengikuti seminar, workshop atau pelatihan (training) yang ilmunya layak bagi pembangunan Indonesia lebih baik, namun saying harga yang ditawarkan menggunung tinggi seakan khusus bagi mereka kalangan menengah ke atas dalam tataran ekonomi. Selayaknya kita terketuk hati untuk membagi dan memberdayakan saudara kita yang kehidupannya masih kurang layak bila melihat Negara kita yang Kaya ini. Semangat kita akan berbagai mestinya ditinjau pula dengan pembangunan Indonesia yang merata, bukan pengetahuan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang atau dibagi namun dengan syarat sejumlah uang untuk menebusnya.

Semoga Tulisan ini dapat manjadi hadiah terindah bagi Anda, Semoga kita tetap selalu dalam jalan yang benar serta selalu lebih baik yang diRidhoi ALLOH.

-

Salam Senyum Kompasiana… :) semoga tulisan ini menjadi hadiah terindah yang bermanfaat bagi semuanya. Salam persahabatan, saya sungguh ingin menjadi sahabat Anda karena banyak sahabat akan membuat kita lebih baik khan...

Selamet Hariadi, Be Best Together!

Twitter: http://twitter.com/selamethariadi atau @selametHARIADI

Facebook: http://facebook.com/selamethariadikita

Silahkan memberi KOMENTAR Terbaik Anda serta NILAI pada Tulisan ini.

Harus Baca Juga:

  1. Tips Mudah & Jitu Mendapat Ide MENULIS
  2. Cara Efektif Mendapatkan Investor
  3. APLI & Bisnis Multi Level
  4. Jangan Merasa Rendah Indonesia!
  5. apa itu Filsafat Jiwa?
  6. Android? Apaan sih?
  7. Kiat agar Lingkungan Jadi “Sahabat” Kita
  8. Pola Pemahaman Masyarakat dalam BerAgama
  9. Dari Partai Bangkai ke Partai Emas?
  10. Trik Jitu Menulis Secepat Kilat
  11. Membuat Iklan yang Cerdas [Jadi HL]
  12. Etika Bisnis yang Luntur Karena Teknologi
  13. Awas! Phising di Dunia Maya…
  14. Senyum Semangat Sang Dai
  15. Lebaran Fitri nan Berlebihan?
  16. Belajar dari Penjahit Tuna Daksa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun