Mohon tunggu...
selamat martua
selamat martua Mohon Tunggu... Penulis - Marketer dan Penulis

Hobby: Menulis, membaca dan diskusi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ngegowes

21 September 2020   08:04 Diperbarui: 21 September 2020   08:11 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di Akhir pekan biasanya Kami suka berolahraga Bersama Keluarga. Sedari kecil Aku sudah senang berolah raga. Pokoknya olah raga yang membutuhkan pergerakan, interaksi, strategi dan perlombaan atau kompetisi. Kalo di Kampung dahulu banyak sekali olah raga permainan yang bisa dilakukan setiap saat. Mulai dari sepakbola, bulu tangkis pake raket dari triplek, pimpong (nunggu yang punya selesai maen), berenang (meskipun di sungai), jogging (ga pake sepatu, sayang sepatu Cuma sepatu sekolah) hingga bersepeda (biasanya minjam, karena ga punya).

Meskipun begitu ada olah raga yang Aku tidak suka, karena menurutku ga' berkeringat, diam membisu, tenggelam dipikiran masing-masing dan Cuma menggerakkan buah dengan aturan masing-masing. Yaaa, olah raga catur. Mungkin ini dilatarbelakangi oleh karakter Aku yang memang terbiasa bergerak dan senang permainan yang lebih interaktif, satu lagi ga sabar nungguin orang mikir. Kelamaan!!!

Waktu terus berganti, kegiatan olah raga ikut berubah. Saat memasuki SMA, postur tubuhku masih mungil. Maklumlah Aku berasal dari keluarga ekonomi lemah, mungkin asupan vitamin belum sesuai dengan energi yang Aku butuhkan untuk berkembang. Aku ingin memiliki postur tubuh yang proporsional untuk ukuran orang Indonesia. Yaaa, tinggi badan di rata-rata 160 Cmlah.

Untuk mencapai keinginan tersebut aku memilih Bola Volley sebagai hobby baruku. Untuk itu Aku merapat ke sebuah Klub Bola Volley yang ada di Kecamatan. Saat datang Pertama sekali, Aku melihat pemain-pemainnya sudah memiliki postur tubuh di atas rata-rata dan memiliki skill yang baik. Nyaliku sempat ciut dan ingin mengurungkan niat menjadi pemain volley. Sementara Aku mencoba jadi anggota, tetapi pekerjaanku lebih banyak mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk bermain.

Aku beruntung punya teman SMA yang baik hati. Ia adalah pemain Volley andalan kecamatan sebelah dan memiliki tempat berlatih sendiri. Mansyur, Namanya dan saat di kelas 1 SMA ia sudah menjadi pemain andalan diklub yang masyhur di Kotaku. 

Aku dilatih dengan sabar oleh Mansyur dengan senang hati menyediakan fasilitas yang sangat memadai untuk membantuku berlatih. Sebagai imbalannya Aku akan membantunya mengerjakan PR sekolah. Bukan Ia tak mampu, tapi Ia lebih tertarik Olah raga daripada mengerjakan PR. Ya sudah impas menurutku.

Satu Tahun aku berlatih keras dan hasilnya dahsyat. Tinggi badanku mencapai 165 Cm dan Aku sudah bisa masuk Tim inti di Klub Junior Kecamatan. Keuntungan lainnya adalah Aku juga diberi kesempatan berlatih di Klubnya Mansyur. Meskipun kadang-kadang hanya bermain selama 15 menit, tapi bagiku itu sudah prestasi hebat.

Saat memasuki dunia kerja, Aku menemukan banyak kegiatan olah raga yang dilakukan para karyawan. Setiap sore ada saja kegiatan olah raga sesuai jadual masing-masing cabang olah raga. Mulai Senin -- Minggu kegiatan Olah Raga rutin tetap dilakukan teman-teman. Dari seluruh cabang Olah Raga yang ada, Aku melihat penggemar olah raga bersepedalah yang paling sedikit dibanding sepak bola (ya memang minimal 22 orang), bulu tangkis, Tenis meja atau Tenis lapangan.

Aku memilih Tenis meja sebagai hobby dan Tenis lapangan sebagai tuntutan pekerjaan. Lho Koq bisa? Ya betul, Tenis lapangan merupakan olah raga wajib para pejabat di wilayahku bekerja. 

Sehingga lewat pertandingan persahabatan, maka pendekatan bisnis selalu Kami lakukan. Dan hasilnya juga sangat meyakinkan. Untuk trampil bermain tenis, Kami tidak tanggung-tanggung memanggil pelatih yang ada di Kota tersebut. Itu sebabnya, meskipun ga trampil amat, minimal keterampilan dasarnya sudah Aku miliki.

Tahun berganti, saatnya Aku melanjutkan karir di Ibukota. Olah raga tenis meja perlahan kutinggalkan, karena klub tenis meja yang Aku temui tidak banyak. Kalaupun ada, tempat dan jadual latihan bentrok dengan hari kerja maupun jadual keluarga. Olah raga yang kugeluti tinggal Tenis lapangan dan ini menjadi Hobbyku kemudian hari. Aku punya jadual bermain Senin dan Rabu Sore di kantor dan Hari Ahad Pagi di lingkungan Perumahan.

"Aku udah beli beberapa jenis sepeda sampe sepeda Brompton segala. Tapi Aku ga nemu tuh kenikmatan ngegowes!! Kata Temanku saat jeda maen Tenis.

"Mosok siiih!" kataku terheran-heran.

Kenapa Aku kaget dengan pernyataannya. Karena setahuku Ia adalah orang yang memiliki banyak kegiatan di komunitas dan disetiap postingan di Sosial Media, kalau tidak lagi bersepeda yaa lagi lari (maklum Ia juga dikenal sebagai social runner). Aku tidak pernah menemukan postingannya lagi maen Tenis Lapangan, apalagi maen golf. Padahal Ia seorang Executive di Kantornya.

"iya beneeer, Aku udah coba mencari tahu apa sih enaknya ngegowes. Waktu itu aku pikir Ooooh mungkin sepedanya belon nyaman, ya udah Aku ganti, ternyata belon Nemu. Yang Jelas kaki pegel, kepanasan, dan bokongku sakit"katanya memberi alasan.

"Terus, olah raga apa dong yang paling asyik" tanyaku kembali.

"Menurutku siih lari, yaa awalnya sih capek, frustasi. Tapi lama-lama Asyik juga" katanya berusaha menyakinkanku.

Aku juga punya sepeda dan biasanya kugunakan untuk olah raga sore, ke tukang cukur atau kalo disuruh Istri ke warung (Maklum suami yang soleh, suka bantu istri). Kalaupun ngegowes yaaa ga jauh-jauh, ukurannya Cuma napas dan keringat. Kalau napas udah payah meskipun belum berkeringat, tetap harus berhenti.

Aku masih penasaran dengan komentar temanku tersebut dan Aku ingin menemukan jawabannya. Siapa tahu jawaban itu bisa jadi alasan bagiku untuk ngegowes (baru sebatas imajinasi lhooo). Ada beberapa sahabat yang hobby ngegowes.

Setiap Minggu Aku akan melihat postingan Mereka lagi ngegowes ramai-ramai dan kelihatan mengasyikkan. Di satu waktu Mereka memposting video lagi ngegowes di Prapat lewat jalur Tele(hmmmm tanjakannya mantap banget tuh), diwaktu lain lagi ngegowes ke KM-0nya Sentul. Tapi ada juga postingan lagi berada di KM-O Pulau Sabang, Candi Borobudur, Sate Maranggi Hj. Yetty Purwakarta, trek Sumedang ato gowes-gowes kecil (istilah mereka) Jakarta-Bogor.

Dan tidak lupa juga mereka posting ketika berada di Bandara menunggu antrian check in lengkap dengan koper sepedanya. Pokoknya seru dan sekalian narsis. Dan postingan paling keren dari komunitas tersebut adalah ketika Mereka beramai-ramai ngegowes di Barcelona, katanya sih event sosial untuk pengumpulan dana. Wuiiiiih keren banget.

Lha terus, Apa sih nikmatnya ngegowes itu? Tanyaku dalam hati.

"Gowes itu genjot ora genjot wis teles" Kata Uda Boyke berbahasa Jawa

"Artine opo Uda?"

"Artinya dikayuh ga' dikayuh badannya basah" Kata Uda Boyke saat kutanya asal muasal istilah gowes. Aku ga'tahu apakah itu jawaban serius atau bercanda.

"Kalo makna Gowes benerannya apa Uda? Lanjut Aku bertanya lebih serius.

"Gowes itu yaaa, kegitan mengayuh pedal sepeda. Sekarang lebih enak menyebut gowes daripada mengayuh, mungkin karena lebih simpel dan enak didengar, dan lebih gaul terdengar di telinga" Kata Uda Boyke lebih rinci.

"Terus Apa enaknya ngegowes itu?" Tanyaku lebih penasaran.

"Aku jelasin dulu beberapa manfaatnya yaaa, ngegowes itu ngurangi polusi udara, menyehatkan tubuh, sosialisasi, fun, murah dan menantang" kata Uda Boyke dengan yakinnya.

"Sebentar Uda, tadi bilang ngegowes itu murah, Apanya yang murah? Kalau harga gowesan Uda berapa? Jut-jutan khan? Kataku berargumen sambil senyum-senyum.

"Mahal murah itu relatif sebenarnya, tapi manfaatnya banyaklah" jawabnya pendek.

"OK, Aku paham manfaatnya. Tapi, apa enaknya ngegowes itu?. Lha wong kalo hujan kehujanan dan kalo panas kepanasan. Atau gini deh, Apa sih filosofi ngegowes itu?" tanyaku lagi.

"OK siaaaaap, filosofi ngegowes itu:

"Hidup itu harus bergerak maju dan seimbang, untuk itu kamu harus terus mengayuh dan bergerak. Di saat orang lain berhenti menggapai mimpinya, kamu masih tetap melaju dengan seimbang" kata Uda Boyke bak seorang filsuf lagi ngasih wejangan

"Wuiiih Kalo ini Aku suka" Kataku sambal bercanda.

"Ntar, Kamu dengerin aja dulu baru komentar" katanya sedikit meninggi.

"Siaaaaap!!!!!" jawabku sambal memberi hormat.

"Nah aku jadi lupa tadi ngomong Apa!" kata Uda Boyke.

"Filosofi ngegowes Uda" kataku ngeremind.

"OK, filosofi berikutnya, Tenang dan tanpa suara. Kamu tidak perlu menggembar-gemborkan kepada semua orang bahwa kamu punya tujuan. Cukup tenang dan diam, kelak dunia juga tahu jika kamu sudah sampai".

"Punya Strategi dalam mencapai tujuan. Kamu perlu menyesuaikan sepeda yang akan kamu gunakan. Sesuaikan strategi yang diperlukan dalam mencapai tujuan".

"Tanpa mesin, sepeda mampu membawamu hingga akhir hayat. Kamu hanya perlu membersihkannya dari karat dan mengganti onderdil sesuai umur dan keperluannya".

"Nah itu dia, ngebersihin dan beli onderdil jadi masalah"kataku memotong lagi.

"Kamu perlu menentukan dan mengatur kecepatan sesuai dengan keadaan yang kamu hadapi. Ketika berada di tempat ramai, cobalah untuk tenang dan mengayuh pelan. Ketika di tempat lapang, kayuhlah secepat mungkin untuk sampai tujuan". Uda Boyke mengakhiri penjelasannya.

"Wuah dalam banget yaaa filosofi ngegowes itu!" Kataku sambil manggut-manggut mengerti.

"Terus kalo nikmatnya ngegowes itu Apa Uda?" tanyaku sekali lagi.

"Mau tahu aja atau Mau tahu banget" jawab Uda Boyke sambil ngelengos pergi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun