Langkah Maulan Aklil atau Molen untuk maju di Pilgub Babel 2017 mendatang dipertanyaan banyak pihak. Berbagai kritik pedas terus mengalir kepadanya. Jangankan maju sebagai calon gubernur/wakil gubernur, untuk maju menjadi calon wakil walikota saja ia keok.
Dari berbagai berbincangan di elite Babel, paling tidak ada lima “dosa politik” Molen yang menyebabkannya sangat tidak layak jadi cagub/cawagub Babel. Pertama, kalau dirunut ke belakang, baik sebagai kepala BKD Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) maupun sebagai Kepala BP3MD Provinsi Sumsel, Molen minus prestasi. Tidak ada prestasi membanggakan yang pernah dicetak Molen. Justru jabatan yang didapatkan itu adalah hasil kongkalikong dengan bupati OKI Ishak Mekki kala itu mengingat Molen dikenal sebagai tim sukses sang bupati.
Kedua, Molen sering melanggar undang-undang. Ini fakta tak terbantahkan. Sebagai aparatur sipil negara (ASN), Molen belakangan ini justru lebih disibukan dengan agenda politik ketimbang beraktivitas sebagai birokrat sejati yang melayani masyarakat.
Molen sering kedapatan berada di kantor DPP salah satu partai besar untuk melakukan lobbi politik dan mencari dukungan parpol. Sikap seperti itu jelas menabrak pasal 9 ayat (2) UU ASN yang mengatakan bahwa pegawai ASN tidak boleh bermain politik.
Rupanya, keterlibatan Molen di politik praktis tidak hanya di Babel. Dulu saat Pilkada di Sumsel, Molen juga menjadi bagian tim sukses salah satu pasangan calon padahal saat itu posisinya sebagai PNS. Fakta ini sungguh memalukan.
Ketiga, sebagai calon wakil walikota Pangkalpinang yang kalah, pasti banyak partai yang berpikir ulang bila hendak mengusung kembali Molen. Ibarat kompetisi badminton, kalau ditingkat kampung saja kalah, bagaimana mau bertanding di olimpiade.
Keempat, dari sisi elektabilitas, nama Molen tidak laku di Babel. Informasi yang beredar dari berbagai lembaga survei, elektabilitas Molen sangat rendah. Molen tidak memiliki nilai jual bagi masyarakat Babel. Karena itu, kabar bahwa ia akan didapuk salah satu kandidat untuk maju sebagai cawagub di Pilgub Babel 2017 mendatang terlalu tendensius dan berlebihan. Ingat, “Molen tak punya nilai jual”.
Kelima, Molen dikenal kotor dalam bermain politik. Tak hanya saat ia jadi tim sukses di Pilgub Sumsel dan saat mencalonkan diri jadi calon wakil walikota di Pilwako Pangkalpinang, belakangan ini ia sudah melakukan berbagai manuver politik dengan mengklaim dirinya akan diusung Partai Gerindra mendampingi Rustam Effendi di Pilgub Babel 2017 mendatang. Klaim itu banyak dicibir elite politik Babel mengingat di Gerindra ia bukan siapa-siapa. Bukan kader apalagi pengurus teras partai. Justru klaim Molen itu berujung memalukan karena langsung dibantah oleh Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra.
Di sisi lain, kini kabar yang beredar, Molen hendak memberikan mahar politik kepada Partai Gerindra sebesar Rp20 miliar supaya dia diusung di Pilgub Babel mendatang. Namun mahar politik itu pun ditolak. Selain karena alasan tidak cocok dengan Molen—lantaran Gerindra pernah dikecewakan pada Pilwako Pangkalpinang di mana Molen yang diusung partai besutan Prabowo Subianto itu kalah dan melakukan kecurangan-kecurangan politik—alasan lainnya adalah karena Molen tak layak jual di Babel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H