Virus COVID-19 telah mengubah tatanan kehidupan sejak awal tahun 2020. Masa pandemi menguji kesanggupan adaptasi hidup di segala sektor kehidupan. Semua sektor kehidupan terkena dampak dari pandemi ini.Â
Salah satu sektor tersebut adalah dunia pendidikan. Adanya pandemi COVID-19 membuat pemerintah menerapkan kebijakan sistem pembelajaran secara online.Â
Namun, sebagian besar siswa/i dan mahasiswa/i mengeluh akan kurang efektifnya sistem pembelajaran ini. Rumor pembelajaran kembali dilakukan secara tatap muka mulai beredar di tengah masyarakat. Pembukaan sekolah dan universitas akan dilakukan pada tahun ajaran 2021/2022 di bulan Juni.Â
Berita tersebut tentu menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Pembelajaran tatap muka tentunya perlu disiapkan dengan matang oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas pendidikan, sekolah, dan instansi terkait lain agar tidak memunculkan klaster penularan COVID-19 yang baru.Â
Beberapa sekolah diperbolehkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka dengan sejumlah persyaratan, yaitu tetap memenuhi protokol kesehatan seperti berjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan, menunjukkan hasil rapid test/swab test/antigen test/genose test, dan lain-lain.
Pembelajaran jarak jauh atau biasa disebut daring dimulai tanggal 17 Maret 2020, dimana siswa/i dan mahasiswa/i mulai belajar dari rumah tanpa perlu datang ke sekolah atau universitas.Â
Pembelajaran jarak jauh adalah pembelajaran formal melalui dunia maya dengan mengakses internet untuk mengikuti pembelajaran. Sudah dua semester siswa/i dan mahasiswa/i menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pembelajaran ini dirasa tidak efektif, karena menimbulkan banyak problematik bagi siswa/i dan mahasiswa/i.Â
Berbagai gangguan mental sangat dirasakan, seperti bosan, tidak dapat menguasai materi dengan benar, waktu belajar tidak efektif, mata yang lelah tetapi diharuskan melihat layar handphone atau laptop, dan sinyal di setiap daerah yang berbeda-beda. Hal ini yang mendorong pemerintah mengadakan pembelajaran tatap muka kembali.
Namun, masing-masing daerah memiliki tingkat penyebaran COVID-19 yang berbeda-beda. Hal ini menjadi pertimbangan untuk mengadakan pembelajaran tatap muka. Untuk daerah yang berzona hijau, memang sebaiknya diizinkan melakukan kegiatan tatap muka dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.Â
Namun, untuk daerah yang berzona kuning dan merah, sebaiknya tidak melakukan kegiatan tatap muka karena dapat menimbulkan klaster baru. Pihak sekolah dan orang tua harus memberi izin untuk mengadakan pembelajaran tatap muka ini karena mereka berperan besar dalam memberi pemahaman dan pengawasan terkait protokol kesehatan siswa/i dan mahasiswa/i.Â
Rumor terkait pembukaan pembelajaran tatap muka pada bulan Juni semakin menguat. Hal ini dikarenakan sudah dilakukannya vaksinasi kepada para tenaga pendidik. Pada akhirnya, pembelajaran tatap muka yang telah disiapkan oleh pemerintah juga tetap harus dilakukan karena ketidakefektifan pembelajaran jarak jauh bagi siswa/i dan mahasiswa/i.Â