[caption id="attachment_322511" align="aligncenter" width="150" caption="belajar & membelajarkan dg mahasiswa PTIK_koleksi pribadi"][/caption]
Mereka Belajar dan terus Membelajarkan
Salah satu persoalan manusia yang paling mendasar dan itu hampir melekat pada setiap individu manusia adalah memilikinya kekayaan/asset dalam wujud keterbatasan yang tentunya pasti masing-masing berbeda dan semua akan melengkapi satu sama lain, dan yang pasti juga keterbatasan bukan hanya dilihat dari satu sisi saja, karena factor keterbatasan itu bisa dilihat dari sisi positif bukan hanya sebagai aspek negatif ,yang itu kemudian menjadi kendala bagi kebanyakan manusia.
Anak-anak desa hutan laskar anak orang hutan, dengan berbagai keterbatasan yang disandangnya mulai tidak adanya kesempatan berpendidikan yang lebih tinggi, tidak adanya biaya untuk sekolah formal, karena harus menikah usia dini, belum lagi mereka yang lulus SD/SMP/MTs langsung bekerja untuk menopang keberlangsungan hidup keluarganya, atau dilain sisi suasana persekolahan yang barangkali acapkali membosankan, karena merasa terpenjara dalam sistem dunia pendidikan yang hanya formalistic. (itulah kenapa angka putus sekolah dan pengangguran dinegeri ini masih kuat bercokol disini).
Itulah kemudian kenapa keterbatasan menjadi inspirasi untuk berbuat walaupun kecil, ya mencoba memberikan layanan pendidikan bagi anak desa hutan khususnya yang memiliki berbagai keterbatasan, yang kemudian menjadi satu cerminan bagi sekelompok kita yang barangkali lebih beruntung dari mereka, dengan modal keyakinan boleh dibilang nekad, al hasil bangunan pendopo eks balai desa di desa ketenger kecamatan baturraden kabupaten banyumas yang sempat menjadi wisma di kompleks wisata alam baturraden kita jadikan markas untuk mereka memulai babak baru guna belajar dan membelajarkan (status sewa 5 tahun).
Niat hati memandirikan dan bukan semata menjauhkan mereka dari keluarga, di tahun pertama (2011) kita memenjarakan anak-anak desa hutan dengan segala keterbatasannya kemudian kita bebaskan untuk belajar dan bagaimana bisa saling membelajarkan, karena desain program belajar yang kita inisiasi jelas berbeda dengan dunia pendidikan SMA pada umumnya, dan jalur pendidikan layanan khususlah yang kemudian kita pilih sebagai ruh bagaimana menciptakan dan memfasilitasi proses belajar dan membelajarkan mereka bukan hanya untuk kepentingan belajar akademik melainkan belajar untuk hidup dan kehidupan yang lebih baik walau terbentur berbagai keterbatasan masing-masing itulah kemudian lahirlah boarding school Mbangun Desa, sekolah asrama yang dikhususnya bagi mereka yang memiliki latar belakang dari kategori masyarakat desa yang tertinggal, terpencil, ekonomi lemah dan lainnya, yang membuat mereka tidak bisa sekolah pada umumnya.sekali lagi boarding school “Mbangun Desa” sebagai sekolah kehidupan mereka.
Yang kita lakukan, memulai meyakinkan peserta didik dan para relawan bahwa semua elemen yang melekat langsung memiliki tugas dan tanggungjawab yang tak terbatas, kalau toh ada yang membatasi adalah diri kita sendiri, artinya bagaimana proses belajar dan membelajarkan itu bisa berjalan apik, maka kita harus terus melakukan banyak hal dan yang paling penting yang kita lakukan adalah sesuatu yang belum dilakukan banyak orang (yang berbeda) ya kalaupun itu sama, mari kita coba membuat pembaharuan.
Mengemban visi hidup untuk belajar, belajar untuk kehidupan yang lebih baik, 15 laskar pilihan pun mulai membombardir dan memberontak berperang melawan dirinya sendiri, seleksi alam selalu menjadi kawan karib mereka untuk terus belajar mengerti bahwa belajar itu merdeka tanpa keblabasan, membuat benteng pertahanan dengan belajar itu melakukan, memperbanyak perbekalan dengan belajar dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun.
Jejak rekam pun mulai berasa, virus-virus mulai tertanam, mereka laskar anak orang hutan mulai sadar, bahwa menjadi anak orang hutan itu bukan sebuah keniscayaan tapi kebahagiaan, dan layak untuk terus diperjuangkan.
Mereka pun memulai mencari kesempatan yang tersembunyi, bukan hanya melihat kesulitan dibalik kesempatan,dan kesulitan itu memang bersembunyi dikolong penyesalan karena munculnya keberanian untuk terus mau melakukan, kesulitan pun hengkang.
Menimbang keterbatasan yang mereka miliki tentunya pemerintah kita ngerti, kalau tangan-tangan mereka tidak akan bisa menyentuh kita semua, belum lagi yang di pinggir “alas” hutan nan hijau “disana” dibalik peliknya persoalan tenggelamnya peluang. Terciptalah barisan kata bernada hutan, saatnya Indonesia Menanam (satu judul lagu diantara 11 judul lagu pendidikan dan lingkungan yang mereka ciptakan). Menanam lah mulai sekarang pasti panen kemudian, belajar dan membelajarkan adalah investasi jauh kedepan, mereka terus terdoktrin bahwa tidak ada kata menyerah untuk berjuang melawan penjajahan atas gelar yang mereka sandang.
Meretas generasi ke-2 laskar anak orang hutan, katanya kalau mau bisa bertahan hidup,harus bisa menyesuaikan dengan lingkungan yang ada, membuka pintu lebar karena (gerbang sekolah yang tak memiliki kunci) selalu terbuka lebar bagi siapapun untuk berbagi kebahagiaan untuk mereka, mulai dari mahasiswa, mereka yang cukup moderat bahkan konglomerat pun datang berkunjung walau hanya berbagi pengalaman hidup (ada yang bersedekah) sebagai penyambung mereka untuk menghidupi secara mandiri (mencari,membuat,mengolah,memakan) sebagai amunisi yang konon katanya logika tanpa logistic kurang berjalan, tapi si itu tidak benar 100 persen. Karena menu wajib mereka nasi goreng sebagai andalan kurang gizi tapi tetap berisi dan berbuat untuk sebuah pembuktian bahwa mereka bukan siapa-siapa tapi mereka laskar anak orang hutan dengan seabrag impian, maka pembiasaan pun dimulai (menulis dan terus menulis).
Di tahun 2012, tahun pertama asrama putra ambruk, dan itu luar biasa sakitnya, (sudah sewa di tahun pertama harus menanggung resiko sedemikian, tapi Allah SWT maha kaya, inisiasi boarding school mbangun desa mendapat apresiasi dari PGRI Jawa Tengah sebagai peraih PGRI Wards dengan subsidi materi berupa uang untuk renovasi, Alhamdulillah. Belum cukup asrama putra, di tahun berikutnya asrama putri ambruk, dan mau tidak mau semua mengungsi di aula sebagai tempat tidur (layaknya korban bencana erupsi merapi). Alhamdulillah lagi-lagi Tuhan Maha Tahu atas kondisi ciptaanNya, salah satu BUMN pun mem-back up untuk renovasi asrama putrid selang menikmati malam di aula selama kurang lebih 3 bulan menikmati ruang AC alami.
Di tahun yang sama mereka pun tetep mencoba terus produktif, al-hasil “Kami bukan siapa-siapa, kami hanya anak desa yang punya mimpi”,judul yang terbaca di cover depan buku pertama mereka. Pesan yang digoreskan mereka SADARLAH (Semua Anak Desa hARus sekoLAH). Ya karena sekolah tidak mengenal batas ruang waktu dan belajar itu melakukan dan terus melakukan sampai kapanpun dalam kondisi apapun.
Pembaruan sebagai bentuk terus berinovasi pun dimulai, visi boarding school Mbangun Desa disadari harus bergeser dank arena kita menyadari bahwa mereka adalah minoritas, tapi harus punya prioritas untuk belajar dan membelajarkan. Belajar dengan senang, membuat orang tua senang, kembali kedesa membuat masyarakat senang, menjadi ruh visi pembelajaran yang terus dikembangkan, 2012 mpun mulai meng-klaim dengan sendirinya (karena tidak memiliki ruang laboratorium layaknya sekolah) tapi mereka menjadikan sebuah kampung yang notabenya ditinggal, kampung pesawahan desa gununglurah kec. Cilongok 1,5 jam dari kampus boarding school mbangun desa sebagai laboratoirum mereka belajar membelajarkan atas knowledge yang sudah terinfeksi untuk tetap bertahan hidup di desa hutan, laskar anak orang hutan juga bisa, live in dan sosial workcamp pun menjadi pilihan untuk lebih dekat dengan masyarakat untuk belajar dan membelajarkan. Menemukenali persoalan kampung dan masyarakatnya, potensi sumberdaya alam ataupun manusia yang tenggelam. (karena ketertinggalan, kebodohan dan kemiskinan) dan pasrah dengan ketidakberdayaan.
Hasil record mereka, dari 371 jiwa dengan 97 kepala keluarga, ada 1 lulusan SMA (pendatang), 4 lulusan SMP/Paket B, lulus SD 74 orang dan selebihnya drop out SD dan tidak pernah sekolah alias buta huruf, itulah sekelumit kondisi masyarakat kampung pesawahan yang memiliki harapan dengan segala keterbatasan (tidak ada sekolahan, dan akses jalan menyusuri hutan dengan jalan bebatuan di lereng selatan gunung tertinggi di jawa tengah).
Bermodal 2 unit motor gadai, laskar anak orang hutan, bermain peran lagi sebagai peserta didik yang belajar tapi menjadi teman belajar bagi masyarakat kampung pesawahan (bahasa sertifikasi mereka juga guru) bagi warga buta huruf, dan anak-anak yang tidak pada sekolah, karena SD ada diseberang hutan desa tetangga, ya kalau jalan kaki butuh sepatu 2 pasang untuk 1 bulan, itulah kenapa angka drop out di kampung labsite mereka lebih dominan. Roda kehidupan belajar terus berputar 4 dari mereka bergantian untuk terus menjajagi kampung harapan.
Ramadhan 2013, berpuasa bukan berarti berpuasa untuk tidak melakukan, mereka dengan dibantu 1 tukang kampung membuat 3 gubug mungil di bawah rerimbunan pohon pinus bersandingkan telaga alami dan hanya mampu berdiri 2 itu pun masih sangat semi permanen (luasan telaga 3,5 hektar dengan status kawasan hutan Negara). Gazebo mereka sebut ruang belajar yang dipersiapkan untuk memulai babak selanjutnya, ya mereka nekad memberikan layanan pendidikan setingkat SMP dengan jalur dibawah kementrian agama, Madrasah Tsanawiyah (MTs PAKIS) namanya, madrasah kecil dengan laskar anak orang hutan pun dimulai di bulan juli 2013, 14 anak yang terancam putus sekolah pun akhirnya bisa mereka layani dengan segala keterbatasan. Semua mengerti apalagi mereka yang duduk di ruang AC yang bergaji, tapi yang sedang mereka laskar anak orang hutan sedang jalani mencoba untuk tidak rakus, dengan mencoba berbagi kepada khal layak ramai public, melalui jejaring media sosial face book, email, sms, bahkan mulut ke mulut pun di lakoninya. 22 pendaftar sebagai tenaga pendidik MTs PAKIS, mereka dikumpulkan di kampus boarding school mbangun desa, mencoba saling memberi, singkat cerita peluang untuk menjadi relawan dan sedekah ilmu dari 22 sarjana dan calon sarjana yang ada tidak 1 pun dari mereka yang nyantel terbawa menjadi tenaga pendidik professional bagi 14 adiknya laskar anak orang hutan. Terpaksa dan mau bagaimana lagi mereka pun menjadi manusia pembelajar yang terus sedang belajar sampai sekarang. (hampir 1 tahun bolak-balik live in berbagi peran).
[caption id="attachment_322513" align="aligncenter" width="150" caption="membuat ruang belajar MTs PAKIS_koleksi pribadi"]
[caption id="attachment_322514" align="aligncenter" width="150" caption="2 gubug mungil berdiri_koleksi pribadi"]
Mereview atas apa yang sudah dilakukan, ketemulah keluarga terkaya dan termiskin di kampung pesawahan, mencoba menyampaikan kondisi yang ada atas bocah (13 thn) dengan menghidupi 3 adiknya dan tidak ada yang sekolah (tasripin, rianti, dandi dan daryo) yang di akhir tahun 2013 menjadi sorotan masyarakat Indonesia, menghiasi layar kaca, sampai simpati dan empati pun berdatangan sampai SBY pun mengirim orang untuk mengintip hasil provokasinya laskar anak orang hutan. (tasripin sekarang sudah kembali bersekolah beserta adiknya, ayahnya bekerja jadi penderes/penyadap getah pohon pinus, jadi buruhnya perhutani) dengan kondisi yang sudah diatas layak sampai jaminan pendidikan sebagai gambaran masa depan yang lebih baik.
Kena deh, SDA (kementrian agama RI) pun bertemu tasripin di Jakarta dan keluarlah statement singkatnya pokoknya kamu harus sekolah, kampung kamu harus dibangun madrasah kalau perlu madrasah negeri. Kata beliau yang sekarang saya kurang tahu posisinya tepatnya dimana ? sedang haji atau terjerat uang haji ?...
Alhamdulillah janji bukan janji MTs PAKIS karya mereka di bulan ramadhan 2014 sudah terbangun di atas tanah 700 m2. Minimalis dan cukup bahkan dari harusnya membangun 6 lokal ruang kelas baru, kita bangun 3 ruang kelas, 1 ruang laskar anak orang hutan. Yang 3 lokal menjadi berkah bagi madrasah yang kita ikut mbuntut ngetut mburi alias nginduk atau vilial dengan madrasah yang terdekat (MI desa Gununglurah, MTs Ma’arif Panembangan, MA Cilongok) masing-masing dapat 1 ruang kelas baru, sekali lagi semoga berkah walau itu hasil provokasi mereka laskar anak orang hutan.
Disaat yang tepat memang pasti ada waktu yang tepat, mimpi dan terus bermimpi, mereka terus berjuang untuk hasil karyanya untuk tetap tidak ditinggalkan, ya mereka di tahun ke-3 boarding school mbangun desa meluluskan 15 laskar pertama, dengan cara yang ditempuh sekarang menjadi pilihan yang berbeda-beda tetapi memili visi yang sama. 5 sedang mengikuti pelatihan otomotif selama 4 bulan di kawasan industry Jakarta (bermimpi nanti memiliki usaha sendiri untuk memback up) kebutuhan almamaternya, 4 sudah lolos dan resmi menjadi mahasiswa di Fakultar Peternakan Unsoed Purwokerto, 1 di fakultar Tarbiyah STAIN Purwokerto, 2 belajar kesehatan dan bekerja dan nanti akan kuliah di Universitas Terbuka di akhir tahun. Dan selebihnya ada yang memilih untuk berbakti di desa dan keluarganya masing-masing.
Generasi laskar anak orang hutan pun terlahir, generasi ke-2 MTs PAKIS pun terlahir, dan mereka sekarang terus belajar dan membelajarkan diri dan lingkungannya. Dan selalu berharap untuk tetap kuat dan terus tersesat di jalan yang benar, bahwa terlahir menjadi anak orang hutan bukan lagi sebuah keniscayaan tapi kebahagiaan. (sedang memproses video klip lagu pendidikan dan lingkungan, membuat hasil karya dalam bentuk tulisan buku, cerpen, novel, dan film ala ndesa atas apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan).
[caption id="attachment_322515" align="aligncenter" width="150" caption="suasana belajar MTs PAKIS di gazebo_koleksi pribadi"]
[caption id="attachment_322516" align="aligncenter" width="150" caption="belajar dan membelajarkan di alam_koleksi pribadi"]
[caption id="attachment_322518" align="aligncenter" width="150" caption="belajar dan membelajarkan di ruang kelas baru_koleksi pribadi"]
Salam belajar dan membelajarkan !!! Semoga bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H