Semakin banyak kecenderungan sampah yang menumpuk maka akan menjadi petanda akan ada musibah atau malapetaka pada diri seseorang dan boleh diartikan kita akan mendapatkan celaka atau musibah karena banyak sampah pada diri kita, dan semakin banyak sampah yang dibuang dengan tidak mengindahkan dimana sampah itu harus dibuang, maka yang terjadi juga akan berdampak banjir musibah pada diri kita, dan kata celakalah kita dan bersiaplah kita akan mendapatkan serangan-serangan balasan atas apa yang kita indahkan karena sampah sudah menumpuk bahkan membusuk yang akhirnya menguap dan tercium bau tak sedap dan pada nantinya semua akan mengerti bahwa ini adalah bagian dari proses kecerobohan kita sebagai manusia bukan ujian dari Tuhan kita.
Sampah bukan semata-mata sesuatu yang negative kalau kita menerima sampah itu sebagai quality in learning process dan dijadikan bagian dari pembelajaran hidup kita untuk memproses sampah yang sudah terlanjur masuk, yang kemudian bagaimana Quality out learning process dan yang harus tetap kita lakukan adalah melakukan pekerjaan menyortir sampah yang ada pada diri kita, memang pekerjaan mensortir atau memilah dan memilih memang bukan pekerjaan yang berat, tetapi pekerjaan yang bisa menguras otak habis-habisan, mana sampah yang baik dan mana sampah yang buruk pun harus kita temu kenali, mana yang harus kita coba endapkan untuk kita proses menjadi sampah pembelajaran hidup kita, dan mana sampah yang benar-benar menjadi bagian dari ujian hidup kita, karena kecelakaan atau musibah dan ujian itu sahabat dekat dengan apa yang kita pahami dengan kondisi psykologi kita.
Pertama kali diperkenalkan oleh Maxwell Maltz : Psycho-Cybernetics (1960)
Your Brain as a Self-Image Guided Missile ! (Otak Anda sebagai panduan Rudal Citra Diri). ia memperkenalkan analogi tentang otak sebagai “mekanisme-servo” cybernetic, seperti komputer di sebuah rudal, dirancang untuk secara otomatis menemukan jalan untuk target (citra-diri). Psycho-Cybernetics itu diprogram pada subjek psikologi citra diri dan visualisasi target, istilah dalam prinsip yang paling dasar pada dunia komputer adalah garbage in = garbage out (sampah yang masuk = sampah yang keluar. GIGO – QIQO yang merupakan kepanjangan dari Garbage In = Garbage Out dan Quality In = Quality Out (kualitas yg masuk = kualitas yg keluar).
Ilmu sederhananya barangkali ketika kita bermain otak dan asah otak kita, misal bicara target atau keinginan atas kebutuhan maka yang harus kita lakukan adalah mencoba mensortir semua sampah yang masuk, dan mencoba mengerti sampah yang keluar, apakah kita sudah melakukan upaya untuk menyeimbangkan hal tersebut, atau barangkali sampah yang masuk memiliki kualitas yang sangat jelek dibanding dengan sampah dengan kualitas yang keluar dari diri kita. Lalu bagaimana kira-kira hasilnya ? yang kemudian pertanyaannya bersiaplah kita akan dihadapkan pada musibah atau ujian atas hidup kita ?
Mari mencoba ilmu Psycho-Cybernetics, bagi sebagian besar orang, psiko sibernetik tidak lebih dari bagian dari disiplin ilmu psikologi. Bahkan, sebagaian orang pasti banyak yang mencibir, terutama yang gagal menjalankannya. Tapi bagi yang mempercayainya, apalagi yang sudah pernah membuktikannya, tentu saja ilmu dari Amerika ini sangatlah berguna. Tidak hanya di jaman yang serba susah ini, ilmu yang lebih banyak mengeksplore alam bawah sadar manusia ini juga berfungsi untuk mencapai apa saja keinginan manusia, atau contoh sederhananya mari kita bervisualisasi dengan sampah yang kita terima dan yang kita hendak keluarkan.
Tentunya akan berbeda hasil dari learning by doing atas learning to know pertama bagaimana proses memulai dari menerima sampah yang kemudian kita mampu menyortir mana sampah yang memungkinkan bisa kita jadikan sebagai proses penempaan ujian hidup kita dan bukan sampah yang mengakibatkan musibah buat diri kita. Kedua setelah menuai hasil yang memiliki qualitas bagaimana kita menerima dengan positif dengan menerima sampah dengan pola pikiran yang negative tentunya hasilnya akan menjadi berbanding terbalik, dan al hasil sampah yang memiliki kualitas bagus dan mampu diproses kemudian keluar menjadi sampah yang memiliki values tentunya akan berdampak positif walaupun pada proses awalnya kita menerimanya belum 100 % sampah yang positif.
Dan yang terakhir petuah bijak mengatakan apalah daya nasi sudah menjadi bubur, dan kalau setiap kita memiliki mindset terbuka dan memiliki energy positif maka nasi yang sudah menjadi bubur tentunya tidak kemudian diterlantarkan begitu saja, tapi kemudian bagaimana kita mampu berpikir ulang mencoba berinovasi agar sampah yang sudah terlanjur menjadi sampah itu tentunya masih memiliki out come yang mampu membalikan keadaan dan tentunya dengan tidak selalu mencoba membenarkan atas apa yang benar-benar itu salah, dan kalau toh itu sudah mentok alias tidak ketemu jalan keluarnya, yakinlah bahwa itu bukan semata-mata musibah melainkan itu bagian dari ujian hidup yang didalamnya da campur tangan Tuhan kita yang selalu memiliki tujuan yang terbaik buat hambanya, tinggal bagaimana kita mampu merefleksikan semua apa yang kita terima dan kita keluarkan dalam hidup dan kehidupan di dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H