[caption id="attachment_327902" align="aligncenter" width="150" caption="pak taco bottema vs pak karmo_diskusi otak di bulupayung patimuan cilacap"][/caption]
Ada kabar burung, atau ada burung bawa kabar ??? ya kata ebiet g.ade semua hal akan terjawab oleh waktu, seiring hembusan angin yang terus semilir membisikan di sela-sela aktifitas kita. Angin yang berhembus dari gunung kearah lautan lepas memunculkan banyak cerita baru, baik cerita lucu atau emang sengaja dibikin lucu, tapi itu benar tergantung siapa yang mengalaminya.
Hari itu, kamis/2/10/14 angin gunung mengantarkan aku untuk turun gunung, hendak kemana ? ya pergi untuk menelisik otak kita lebih dalam lagi, di sebelah selatan sebuah kota kecil (Purwokerto) ada kota yang punya symbol bercahaya (cilacap) dengan pesona laut selatannya yang kental dengan berbagai potensi yang ada dan (nyi roro kidul) juga.
Putaran roda pun mengantarkanku ke titik itu, titik dimana potensi yang terbengkelai dan belum tergarap optimal oleh para penghuni negeri ini, lantas kira-kira kalimat yang kemudian keluar, selama ini otak mu dimana ? dimana otakmu ? eh otak kita (orang Indonesia) dimana coba?
Tut..tut ..tut …siapa mau ikut, kemana mau ikut, ya mengikuti jejak nenek moyang kita, yang jelas katanya nenek moyangku seorang pelaut lho… nenek moyang kita juga tidak lepas dari orang nld (Nederland) lho…ya karena dulu kata kakekku dijajah puluhan tahun oleh compeni istilah orang desa sekarang (kalau ngatakan orang belanda).
Terus kemudian, tepat kita seharian berada disana (desa bulupayung kec.patimuan) satu wilayah kabupaten cilacap bagian barat dekat dengan jawa barat, hari itu mencoba eksplorasi semampunya, mulai dari blusukan ketengah rawa, pinggiran tanah rawa yang sekarang berubah menjadi gundukan-gundukan bangunan yang berpenghuni (menjadi desa) dengan luasan kurang lebih 1.ribu hektar lebih, dan konon kata pak (mandor) penuh dengan pohon nipah, ada yang tahu pohon nipah ? itu lho masih serumpun dengan tanaman pohon kelapa (palm). Tapi pohonnya lebih rendah, dan banyak ada di rawa-rawa, dan saat ini kondisinya masih belum terlihat bahwa itu peluang yang luar biasa, karena saat inimasih dimanfaatkan daunnya saja (untuk atap rumah) dan sedikit buahnya (kiwel) untuk pengobat rasa dahaga sesaat saja.
[caption id="attachment_327906" align="aligncenter" width="150" caption="buah pohon nipah_kiwel pelepas dahaga_koleksi pribadi"]
[caption id="attachment_327909" align="aligncenter" width="150" caption="eksplorasi bareng taco bottema_koleksi pribadi"]
[caption id="attachment_327910" align="aligncenter" width="150" caption="ini lho isi buah pohon nipah_persih kaya kelapa_tapi kecil_koleksi pribadi"]
Selang 3 hari kemudian, kawan punya teman orang Nederland yang sudah sangat fasih berbahasa Indonesia karena hampir puluhan tahun sudah bermukin bahkan pernah kuliah di perguruan tinggi di Indonesia, kemudian datang untuk menengok desa yang sudah kita eksplorasi 3 hari yang lalu.
Kata pak. Taco Bottema (orang belanda) pohon nipah itu saat ini berdasarkan hasil kajiannya ternyata pohon yang paling bagus penghasil gula (sugar) dengan kadar yang lebih tinggi dari pohon umumnya (pohon kelapa),sedikit cerita background, mama lahir dari lumajang, background pendidikan yang dipilihnya ternyata bidang pertanian, ya tepatnya si compeni itu belajar di IPB, dan sekarang tinggal di Indonesia, beliau yang sudah berkeluarga dan punya 2 orang anak, usia yang sudah cukup tua (60-an) tahun, tapi pola pikir dan pengalaman yang hendak di bagikan dengan kita, ya kaitannya soal pemanfaatan pohon nipah untuk lebih produktif dan tentunya ini kedepan juga akan menjadi peluang bisnis yang luar biasa. Kalimat itu pun muncul lagi dalam hati saya, selama ini otak kita dimana ? kok yao potensi begitu gede malah banyak diratakan dengan rawa-rawa yang ada dan membusuk kemudian menjadi pupuk alami untuk kembali tumbuh kembali pohon yang baru.
Mari tengok aktifitas masyarakan kita yang masih fokus dengan hasil gula kelapa (gula cetak, gula Kristal) atau pun jenis lainnya, tapi ternyata katanya, kandungan kadar gulanya lebih rendah dari pada gula dari pohon nipah yang kandungannya mencapai 14-18 %, dan sehari pohon nipah bisa diambil niranya sampai 4 liter lho… wau fantastic bukan ??? lalu berapa banyak coba kalau masyarakat kita mampu menderes ratusan bahkan ribuan pohon nipah yang tanpa harus dinaiki pohonnya? Tapi inget semua itu juga tidak instan butuh sentuhan halus, bahkan butuh perlakuan khusus seperti memerlakukan sosok kaum hawa yang harus diperhatikan dengan penuh kasih sayang juga.
[caption id="attachment_327904" align="aligncenter" width="150" caption="pohon nipah yg siap berbuah_koleksi pribadi"]
Lau bagaimana para penderes pohon kelapa ? bukan untuk berhenti bagi para pengrajin gula kelapa, tapi paling tidak ini pengetahuan baru dan peluang baru, khususnya bagi masyarakat yang dekat dengan wilayah yang secara alamiah tumbuh pohon nipah (umum di rawa-rawa). Tinggal bagaimana rencananya untuk kaya dan sejahtera karena nipah. Bisa tapi butuh proses yang tidak instan, harus ada pembenahan katanya (standing on) pembenahan dan penjaringan pohon yang tumbuh secara alamiah. Kemudian akan dilakukan program budidaya pohon nipah, dan akan dilakukan uji coba pengolahan hasil dari pohon nipah, ya apa yang didapat dari pohon nipah itu, tentunya tidak jauh beda dengan pohon kelapa, bedanya pohon kelapa harus dengan beresiko jatuh dari pohon yang tinggi diatas rata-rata rumah, tapi kalau pohon nipah tidak ada resiko jatuh dari pohon, dan pohon nipah cenderung tidak terkena penyakit (katanya).
Blue print kedepan, kita akan terus belajar dan akan melakukan pemberdayaan bagi masyarakat yang dekat dengan potensi pohon nipah (wilayah pesisir) dinegeri ini sebagai satu pilihan wirausaha yang tentunya mampu mensejahterakan si pengrajin gula nipah nantinya.
Pesan moral buat kawan-kawan kompasianer, mohon sabar tunggu tulisan selanjutnya soal nipah yang terbengkelai menjadi produktif dengan hasil gula yang organic dan tentunya menyehatkan untuk kelangsungan hidup kita.
Mari kita belajar dan terus belajar dengan siapa saja, walau dulu mereka juga katanya menjajah atau dalam tanda kutip membelajarkan warga Indonesia dalam beberapa hal. Belajar untuk jadi kuli, dan menjadi pekerja, tapi mari kita sekarang belajar dari otak dan cara kerja mereka yang begitu detail mengetahui banyak hal dan sangat indep dengan apa yang dipelajarinya.
Singkat kata singkat cerita, pasti dan saya yakin semua angin yang berhembus dari manapun datangnya, bahkan dari orang belanda sekalipun (pak.taco) kita harusnya lebih berpikir dan kerja keras lagi dengan potensi yang jelas ada karena itu semua warisan nenek moyang kita yang begitu kaya raya. Dan inget tanah kita tanah surga, katanya ??? lantas dimana otak kita ?
[caption id="attachment_327914" align="aligncenter" width="150" caption="baru daunnya yg dimanfaatkan sbg atap gubug_pagar rumah_koleksi pribadi"]
salam pemberdayaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H