Mohon tunggu...
Kang Isrodin
Kang Isrodin Mohon Tunggu... wiraswasta -

aku anak desa yang punya mimpi,membangun Indonesia dengan memulai dari desa untuk Indonesia, memulai dari park farmer PAKIS wujud dedikasi utk negeri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keluarga Kecil? di Sudut Pagi Itu?

20 November 2014   19:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:18 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14164595201449874128

[caption id="attachment_336713" align="aligncenter" width="417" caption="keluarga kecil itu_koleksi pribadi"][/caption]

Pagi itu, 17 November 2014 arah jarum jam tepat pada angka 04.30, pagi yang cukup hangat walau matahari enggan keluar penuh menemani aktifitas pagi itu, sepeda butut dengan plat B itu akan mengantarku ke pusat kota (purwokerto) ya 15 km dengan bekal 1 liter bensin biasanya cukup untuk pulang pergi tapi itu nanti ketika para penghuni kampung pergi untuk pulang kembali.

3 malam 3 pagi ini setelah lama jarang pulang (seperti bang toyib) saya pun merasakan kehangatan pagi bareng si smart (rinjaniqu) yang baru genap 5 tahun, dan tak lupa jagoan zhafran oo...(1 th) yang selalu terbangun lebih dulu dari bapaknya yang habis kecapean...??? nang (panggilan kerap untuk anak laki-laki) yang cukup gembil, kalau lihat deket pasti pengen njembel tapi ga boleh keras-keras ya..terlalu imut dan masih kecil dan rawan kekerasan pada anak lho..

Gereeet...suara pintu itu pun terbuka pelan, she hitam manis (@ like nama kontak dalam ponselku) ya wanita yang perempuan itu yang kadang cukup protect dan punya mimpi besar yang belum aku tebus, tapi yakin pasti nanti akan indah pada waktunya, suara bebek tetangga pun terdengar berbarengan dengan penciumanku yang tak pernah salah, ya bau khas yang tak pernah bisa dilupakan bagi para pecandu (lelaki) yang doyan ngopi selalu hadir walau selalu keduluan ayam jantan yang selalu datang sebelum matahari itu datang, ibu dari anak-anak-ku itu tak pernah luput, pah kopi hangat, suara lirih lembut itu datang bareng tiupan udara khas kopi jawa yang pastinya di aduk 33 kali, dan tentunya ke arah kanan, pasti segernya to disini.

Ditemani si layar hitam putih yang selalu memberikan informasi up to date, dan yang tak kalah serem juga sebatang 76 kuhisap pelan walau jelas terbaca merokok membunuhmu ?tapi aku yakin kok, itu urusan Tuhan-ku.

Pagi dihari pertama aku bercumbu rayu dengan keluarga kecilku itu, dipojok belakang sana terdengar sibuk (eyang tatung) ibu dan bapak dari mantan pacar selalu luar biasa, tak mau kalah dengan induk dan pejantan peliharaannya, selalu sibuk dan tepat jarum jam 06.30 meja prasmanan selalu sudah siap untuk di santap, tapi tunggu dulu enaknya sarapan pagi itu kalau sudah seger alias sudah basah tubuh ini dan tak berbau kecut tentunya.

Belum lagi rasa lapar ini datang, hiruk pikuk keluarga kecil itu selalu ramai aktifitas, memang perempuan itu luar biasa (hilir mudik) semua pekerjaan rumah tangga di babad habis olehnya (mencuci baju,mandiin si kecil, packing bodypack si rinjani dengan bekelnya) tapi urusan bersih rumah itu menjadi pembiasaan kaum adam di rumah yang selalu hangat itu, apalagi kalau soal atap rumah yang kadang kala menetes air kehidupan pemberian-Nya datang (tatung) pun selalu sigap dengan jiwa pemimpinnya.

Tugas negara pun menanti, bukan bisnis oriented tapi itu ladang untuk investasi hidup yang akan datang, ya aku pun bergegas rapi pergi untuk nanti pulang kembali. Karena rasa itu selalu mengalir deras dalam relung ini, dan ternyata bisa, bahagia itu bukan dilihat dari satu sudut pandang materi saja, tapi keutuhan jiwa raga ini, dan karena bersama tak harus sama, karena beda itu indah bukan...?

Penyakit lama pun menjangkit, ya walau secara ilmiah memory kita pasti lebih unggul dari tekhnologi modern apapun itu (ciptaan manusia) tentu kalah hebat dengan ciptaan Tuhan kita (memori otak) ku yang lupa 1 hal penting yang hilang dari chek list ku hari itu, jas hujan (musim telah tiba) akhirnya aku pun mengulang masa kecil dulu, bermain hujan walau di atas roda 2 yang siap mengantarkanku kembali ke rumah itu, tubuh ini pun menggigil basah kuyup sesampainya dan menghilang tanpa harus diminta karena hangatnya keluarga kecil sederhana itu.

Sore penuh canda tawa, gadis sholehah (harapan orang tua) dan si jagoan yang sudah mulai berlari-lari kecil itu yang acap kali jatuh bangun dan tak pernah menyerah bangun dan berlari kembali, selalu menghiasi kehangatan sore itu. Dibalik jendela kayu itu masih terlihat jelas deras guyuran Tuhan menyuburkan ibu pertiwi, terlintas cletukan rinjani (polos) di depan kita semua, bapak tah hari-hari wangsul terus, pikirku pun menyimpulkan maksudnya tidak seperti biasanya saya setiap hari pulang, dan itu cukup membuat terketuk hati ini, bahwa anak kecil itu belum tahu apa-apa urusan kehidupan sejatinya, tapi saya sadar bahwa itu lah bisikan malaikat lewat si kecil, yang terus mengingatkan dan menguatkanku bahwa keluarga itu penting bahkan lebih penting di atas kepentingan apapun, dan Tuhan Maha Tahu bahwa semua aktifitas kecilku bagian yang tak terpisahkan untuk kepentingan keluarga.

Pagi itu datang lagi, dengan penuh kehangatan dan menjadi tak terbayang ketika hari-hari tanpa diriku, makasih keluarga kecilku kalian semua memang hebat, doaku berharap kalian semua selalu diberi kesehatan dalam menjalani semua aktifitas dari pagi hingga pagi itu datang lagi.

Tak jauh beda hari ke-2 dan hari ke-3 kuhabiskan dengan aktifitas berbagi di kota kecil, ya random kegiatan jelas tertulis sampai jum’at esok hari baru kelar, semoga hasilnya bisa menjadi bahan kontemplasi hidup lebih baik.

Meretas asa menembus cakrawala, dengan berbekal sepeda motor itu di salah satu stasiun BBM yang masih cukup lengang itu, aku mengisi tong sepeda motorku dengan rupiah 15 ribu yang biasa langsung hampir luber, pagi itu menjadi beda dan sempat terheran, Cuma 2 striip garis penunjuk bahwa sudah terisi bbm, sedikit ragu pun akhirnya petugas pun tersenyum sambil berbisik, 1 liter sudah 8.500 mas, hem...wajar saja tadi pagi tidak lihat koran tak membaca televisi, maklum sibuk dengan keluarga kecilku.

Laju sepeda 80 km/jam terus melaju cukup kencang dan sepanjang jalan sepi awak bus ataupun kendaraan umum lainnya, pada kemana ??? tanyaku dalam hati, oh iya jangan-jangan para pegiat ORGANDA bersepakat mogok hari itu (18 November), dan ternyata benar adanya tepat matahari harusnya tepat di atas kepala kita, walau pun tak muncul karena yang hadir dihari itu guyuran hujan dimana-mana, yang ada lalu lalang kendaraan pribadi, dinas dan ramainya rombongan sepeda motor yang hilir mudik, dan tepat jam sekolah habis, usainya para kuli bekerja pun menghias kota kecil itu, tak luput pengawasan polisi di setiap ada perempatan ataupun di dekat tempat-tempat fasilitas umum terlihat ramai kendaraan yang jarang nongol pun beralih fungsi, ya kendaraan Satpol PP dan Bus Pemerintah pun beralih fungsi sebagai angkutan umum di hari itu (bbm naik empaty juga naik) baik kan.

Berbekal ada tanggungjawab aktifitas yang harus kutemui (kopda) di satu kampung di tengah hutan pun akhirnya aku putuskan meluncur kesana, dan tak pulang untuk beberapa hari kedepan.

Berbekal tradisional food Purwokerto (mendoan tempe, tahu, ranjem/ampas tahu) yang sudah digoreng khas gurih karya tangan mbok sitem menjadi penghangat pengganti kehangatan keluarga kecilku nan jauh disana tapi dekatnya to disini lho...

Segerombolan anak yang baru gede yang stay di base camp satu persatu menyalamiku, dan berkumpul dihalaman posko dimana kita biasa menginap untuk aktifitas pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung (terpencil).

Kehangatan pun tercipta menjelang hujan reda sebelum bedug maghrib tiba dengan berteman gorengan tadi dan kopi buatan mereka, bersendawa bertanya kabar perkembangan anak-anak dampingannya bagaimana, sampai tak terasa lantunan ayat-ayat-Nya pun berkumandang hingga malam hari, dan terbuai mimpi, selamat malam pasti pagi itu datang lagi. Amin.

Salam hangat

Pagi itu kan kembali

Dinginnya embun pagi

Hangatnya mentari pagi

Membungkus rapi para pencari mimpi

Hadir tanpa harus dimengerti

Bahwa esok pagi kan selalu menghiasi negeri

Pagi itu kan kembali

Seiring perginya para pencari mimpi

Tapi, bukan..bukan untuk ditinggal pergi

Karena aku yakin

Pagi itu kan kembali

Ya, pagi itu kan kembali

Walau harus melewati malam yang sunyi nan sepi

Tapi pagi itu pasti kan kembali

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun