Mohon tunggu...
tri bawonoaji
tri bawonoaji Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

Saya adalah manusia biasa saja seperti yang lainnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yang Unik di Balik Lagu "Usik"

3 November 2023   08:14 Diperbarui: 3 November 2023   08:24 4345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[ Tusuk hal't gnay natagni gnajrenem ]
[ Tudusret uk ini gnaur tagnah malad ]
[ Tural hal't gnay lah kaugnem ]

Kalian mungkin pernah mendengar bagian intro lirik lagu "Usik" yang dinyanyikan oleh Feby Putri tersebut. Intro ini membuat lagu Feby menjadi unik karena memakai lirik yang dibalik (reverse) dari bahasa Indonesia. Lirik tersebut dimaksudkan untuk menciptakan efek misterius sehingga cepat menarik perhatian pendengarnya. Sebuah kreativitas yang cukup cerdas bukan? Tapi selain itu, lirik tersebut juga dipakai untuk mengekspresikan perasaan bingung dan gelisah yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam lagu ini,

Lagu "Usik" Feby Putri ini memang ditujukan kepada orang-orang yang merasa tertekan, terasingkan, dan terluka oleh lingkungan sekitar mereka. Lagu ini terinspirasi oleh riset yang dilakukan Feby Putri dan tim bersama "Teman Tuli" di beberapa daerah dan ibu kota mengenai bullying & hak kesetaraan. Jadi,untuk merekalah lirik intro lagu yang disusun secara terbalik tersebut dimaksudkan. Yaitu untuk menunjukkan perbedaan dan kesulitan yang dialami oleh kaum penyandang tuna rungu.

Sebenarnya, lirik yang dibalik ini adalah salah satu contoh dari tradisi lokal, sebuah kebiasaan menggunakan bahasa yang dibalik khas orang Malang, Jawa Timur. Bahasa yang digunakan untuk membalikkan kata atau kalimat dari belakang ke depan tersebut biasa disebut dengan "walikan". Sebagai contoh, kata MALANG dapat berubah menjadi NGALAM, kata AREK dapat berubah menjadi KERA dan kata MAKAN dapat berubah menjadi NAKAM.

Walikan bukan sekedar bahasa lucu-lucuan, tapi memiliki sejarah heroik dan makna yang mendalam bagi masyarakat Malang. Tradisi tutur bahasa walikan ini berasal dari semangat perjuangan rakyat Malang untuk kemerdekaan Indonesia, yaitu ketika para pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK) Malang menggunakannya sebagai sandi untuk menghindari pemburu Belanda. Jadi bahasa itu sebetulnya digunakan sebagai alat komunikasi terbatas antar pejuang dan pendukung mereka, semacam kode atau sandi untuk mengelabuhi intelijen musuh.

Setelah merdeka dari penjajahan Belanda, walikan tidak lantas hilang. Tradisi tutur bahasa tersebut malahan berkembang menjadi bahasa pergaulan yang menunjukkan kebanggaan dan identitas masyarakat Malang. Walikan bisa menjadi sarana untuk mengekspresikan diri, menyindir atau sekedar humor. Selain itu, walikan juga bisa berfungsi sebagai simbol persahabatan, kolaborasi, dan keakraban antar penutur bahasa walikan. Dan sekarang, bahkan seniman musik pun bisa menggunakan walikan sebagai inspirasi, seperti Feby Putri dalam lagunya "Usik".

kompasiana.com
kompasiana.com

Secara umum, walikan telah melakukan beberapa fungsi sosial :

  • Membantu orang berkomunikasi dengan baik dan kreatif. Walikan dapat membantu mengekspresikan perasaan atau emosi yang sulit diungkapkan dengan bahasa biasa, serta menarik perhatian dan minat pendengar atau pembaca, membuat pesan lebih mudah diingat.
  • Sebagai alat untuk mengidentifikasi individu dan kelompok. Walikan dapat menunjukkan afiliasi, asal-usul, atau latar belakang seseorang dengan masyarakat Malang. Mereka juga dapat menumbuhkan rasa solidaritas, kebersamaan, dan keakraban di antara mereka yang menggunakannya.
  • Sebagai alat untuk menahan diri (resistensi) dan kritik sosial. Walikan juga dapat digunakan untuk melawan dominasi atau hegemoni bahasa resmi atau standar. Mereka juga dapat digunakan untuk menyampaikan protes, kritik, atau saran terhadap kondisi sosial yang tidak adil atau tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Malang.

Walikan adalah salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi muda Malang. Walikan tidak hanya merupakan bahasa terbalik, tetapi juga merupakan simbol perjuangan, identitas, dan kreativitas masyarakat Malang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun