Lembaga Swadaya Masyarakat biasa disingkat LSM, secara definitif adalah sebuah organisasi yang didirikan perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Melihat definisi tersebut, semestinya sebuah Lembaga Swdaya Masyarakat bekerja murni bagi kepentingan masyarakat tanpa sedikitpun mengkapitalisasi massa ataupun dana yang masuk dalam sirkulasi administrasi organisasinya.
Menariknya, eksistensi LSM muncul layaknya sebuah industri yang menjamur di berbagai kota besar. Tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa orang-orang berlomba mendirikan organisasi yang TIDAK BOLEH berniat memperoleh keuntungan?. Adakah unsur kapitalisasi atas pendirian LSM-LSM tersebut?.
Sebuah LSM dengan skala yang besar tentunya membutuhkan dana untuk operasional internal maupun eksternal misalnya untuk mengorganisir suatu pergerakan massa. Berdasarkan informasi, diketahui bahwa bantuan dari donor asing telah menjadi rahasia umum pada Indsutri LSM di Indonesia. Begitu akhirnya organisasi-organisasi tersebut dapat menyelenggarakan acara maupun pergerakan massa dalam jumlah besar. Namun, jika menilik fitrah dari sebuah pendanaan, maka setiap aliran dana tentu menyimpan sebuah agenda dan kepentingan di dalamnya. Bisa kepentingan politik maupun kepentingan ekonomi.
Agenda di balik bantuan dana tersebutlah yang kemudian mencederai eksistensi LSM sebagai kekuatan kelas menengah pada suatu sistem demokrasi. Karena tak satupun bisa menjamin bahwa pendonor di balik sebuah aksi memiliki keberpihakan pada masyarakat. Juga dapat dikatakan bahwa perjuangan sebuah LSM tak selalu mewakili kepentingan sebagian besar masyarakat, karena hal tersebut lagi-lagi bergantung pada pihak donor yang memberikan sebuah instruksi. Layaknya sebuah perusahaan, tentu pemegang saham memiliki hak untuk menentukan arah dan setiap langkah dari perusahaan bersangkutan.
Sangat disayangkan, dewasa ini lebih banyak LSM yang berasaskan industri sehingga melupakan fitrah mereka yang seharusnya diperkuat di era demokrasi. Saya memberikan contoh, sebuah fenomena yang terjadi di daerah saya di Kabupaten Rembang. Ya, mungkin teman-teman pembaca sudah mengetahui bahwa hal yang saya maksud adalah aksi perlawanan terhadap PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang.
Belum diketahui secara jelas memang, siapa yang mengalirkan dana pada aksi perlawanan tersebut. Tapi, yang saya ketahui sebenarnya penolakan tersebut tidak dikehendaki oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Rembang. Bahkan, di minggu ini terdapat ratusan petani yang dimobilisasi sekelompok LSM untuk melakukan Longmarch dari Rembang ke Semarang. Sebagai pribadi yang mengetahui persis fakta atas hal ini, saya semakin mempertanyakan keberadaan donor yang mendanai aksi perlawanan tersebut. Karena, dilihat dari kebutuhan logistiknya, aksi perlawanan atas pabrik semen ini pasti sangat besar. Mulai dari penggugatan, pemberangkatan ke Ibu Kota, sampai orasi-orasi yang secara massif digelar kelompok penolakan. Sedikit berspekulasi bahwa proyek perlawanan PT. Semen Indonesia ini pasti bernilai besar bagi LSM-LSM setempat maupun nasional yang ikut bermain.
Ulasan di atas adalah sedikit unek-unek yang ingin saya share bersama teman-teman sekalian. Berharap ada yang berkomentar, agar kemudian pengetahuan saya tentang hal terkait dapat terkoreksi jika memang ada yang perlu dikoreksi. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H