Pasca Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo perihal permintaannya menutup pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah, perwakilan dari warga ring 1 yang tinggal berdekatan dengan lokasi industri mendatangi kantor Komnas HAM pada selasa (18/4).
Kedatangan perwakilan dari warga ring 1 tersebut untuk meminta Komnas HAM agar tidak memperkeruh situasi terkait polemik pendirian pabrik semen di Rembang. Selain itu, warga tersebut juga menuntut Komnas HAM segera mengklarifikasi apa maksud dari surat yang dikirimkan ke Presiden Jokowi terkait penghentian proyek semen Rembang.
Didampingi oleh kuasa hukum tim penyelamat aset negara sekaligus pengacara senior, Achmad Michdan, warga ring 1 yang mendatangi kantor Komnas HAM juga meminta agar Komnas HAM mengerti apa sebenarnya yang terjadi di lapangan. Tidak hanya itu, warga Rembang juga meminta agar Komnas HAM mendatangi lokasi pabrik dan warga sekitar secara langsung.
Warga ring 1 mengaku, selama ini yang ramai berteriak untuk menolak pembangunan pabrik semen di Rembang mayoritas bukanlah orang Rembang asli. Penolakan tersebut juga ada bukan karena kesadaran masyarakat sendiri, namun dimobilisasi oleh oknum yang berkepentingan dalam penolakan tersebut.
Melihat apa yang disampaikan oleh warga ring 1 pabrik, tentu menjadi pertanyaan besar bagi kita kemana sebenarnya arah keberpihakan dari Komnas HAM. Dengan melayangkan surat penutupan pabrik kepada Presiden, Komnas HAM dinilai telah salah sasaran dan tidak mengerti apa yang menjadi harapan warga Rembang asli.
Padahal, seharusnya sebagai komisi pelindung Hak Asasi Manusia, Komnas HAM juga dituntut untuk memposisikan diri dalam kenetralannya. Komnas HAM tidak semestinya memihak kepada masyarakat yang menolak saja, namun tidak memperhatikan bagaimana nasib masyarakat yang pro.
Disamping itu, kita juga perlu mempertanyakan, jika Komnas HAM mengatasnamakan semua demi warga Rembang, maka warga Rembang yang mana yang dimaksud? Sebab, secara mayoritas hampir 95% warga yang berada di ring 1 mendukung pabrik milik perusahaan BUMN tersebut.
Warga Rembang menyayangkan ketika Komnas HAM juga mengambil langkah sama dengan aktivis lingkungan lainnya. Mereka mengatakan penolakan terhadap pabrik semen Rembang adalah untuk kepentingan kelestarian lingkungan di kawasan pegunungan Kendeng. Padahal sejak 1995 penambangan liar sudah ada di daerah Rembang dan sekitarnya. Lalu kenapa mereka acuh soal itu?
Oleh sebab itu, sekali lagi tidak semestinya Komnas HAM menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu kubu terkait polemik pabrik semen di Rembang. Komnas HAM harus bisa menjalankan fungsinya sebagai pelindung Hak Asasi Manusia, baik yang pro maupun yang kontra  pembangunan pabrik semen di Rembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H