Mohon tunggu...
Sari Sekartaji
Sari Sekartaji Mohon Tunggu... Administrasi - Selalu belajar dan ingin tahu

Live with no excuses and love with no regrets\r\n- Montel\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berkat Doa Ibu

7 Mei 2013   15:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:57 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak ibarat anak panah dan orang tua adalah busur, tentu saja sebagai busur orang tua mengarahkan ke hal yang baik menurut pemahaman orang tua. Namun sampai tidaknya ke sasaran bukan merupakan kuasa orang tua, tapi anak-anak membawa takdirnya sendiri.

Kehidupan Martono kini terbilang berkecukupan. Usahanya telah membawa Martono menjadi sukses. Martono telah menunaikan ibadah haji beserta istri dan Mbok Randu, ibu Martono. Sang ibunda telah diboyongnya dari kampung untuk tinggal bersama Martono dan keluarganya.

Siapa yang mengira kehidupan Martono apabila melihat masa kecilnya. Martono, anak sulung yang lahir di sebuah desa kecil di lereng gunung. Ayahnya telah meninggal ketika Martono berumur 10 tahun, meninggalkan Mbok Randu dan 6 orang anaknya yang masih kecil.

[caption id="" align="alignnone" width="256" caption="Mother and Son"][/caption]

Duduk di bangku SD selama 8 tahun, bukan karena Martono tidak cerdas, lebih karena keadaaan lah. Sebenarnya Mbok Randu telah bertekad untuk menyekolahkan anaknya, dengan mencari nafkah berjualan tempe dan kadang hasil dari kebun belakang.

Namun dasar bandel, Martono lebih suka mencari keong di sawah daripada sekolah. Keong itu sebagian dibawa pulang, sebagian lagi dijual pada Warso, pengepul keong.

“Mbok ya sekolah to Mar,” Ujar Mbok Randu suatu kali, “Ndak usah nyari keong aja.”

Martono cuma meringis, dan melanjutkan memijit kaki Mbok Randu. Walaupun bandel, Mbok Randu sangat menyayangi anak tengahnya ini. Martono sangat hormat kepada ibunya. Mencari keong dilakoninya untuk membantu menopang perekonomian keluarga, biarlah adik-adiknya terutama Wijil sekolah sampai tinggi. Wijil adiknya berkali-kali menjuarai lomba matematika. Otaknya sangat cerdas, barangkali karena protein keong.

Mbok Randu bukannya tidak tahu itu, setiap hari Martono didoakannya agar menjadi sukses. Tak segan-segan Mbok Randu berpuasa untuk anak sulungnya ini.

Setamat SD, Martono nekad merantau, diajak Lik Waji untuk menjadi kuli bangunan di Batam. Rupanya Martono tidak kuat dengan kerasnya pekerjaan seorang kuli bangunan, dia melamar jadi tukang Kebun di tempat Om Willem, juragan tahu yang kaya raya. Di sini lah keberuntungannya mulai datang.

Antoni anak Om Willem, rupanya berbakat melukis. Tanpa sepengetahuan ayahnya dia melukis setiap hari, ayahnya memang tidak setuju dengan hobi anaknya yang satu ini, entah apa sebabnya. Setiap hari ditemani Martono, Antoni melukis, selesai melukis Martono membantu membereskan peralatan lukis.

Sampai lama-kelamaan Martono belajar melukis dari Antoni. Rupanya Martono cukup berbakat, tak berapa lama dia menguasai berbagai model lukisan. Jiwa kreatifnya tak berhenti, terus mengalir dan dia tuangkan di media tak biasa. Gelas, sandal, tas, bahkan asbak tak luput dari goresan kuas indahnya.

Suatu kali, ada yang melihat hasil karya Martono dan membelinya. Banyak pesanan datang terutama untuk suvenir pernikahan. Antoni yang telah menjadi sahabatnya sangat mendukung, bahkan memberi pinjaman modal.

Walaupun pernah jatuh karena tertipu, Martono tidak putus asa, justru semakin kreatif untuk menciptakan karya. Lama-kelamaan bisnisnya merambah di bidang lain, di antaranya kost-kostan dan percetakan.

Tak hentinya Martono mengucap syukur atas kehidupannya ini, dia menyadari berkat doa ibunya lah dia ada di tempatnya sekarang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun