Pemilihan Presiden 2024 menjadi titik balik negara Indonesia dalam mengevaluasi kinerja diberbagai bidang pada pemerintahan sebelumnya. Baik dari segi sosial, agama, budaya, maupun ekonomi. Kabinet yang dibentuk oleh presiden terpilih pastinya sudah jauh memikirkan mengenai bagaimana visi serta misi kedepannya demi tercapainya Indonesia Emas 2045. Kabinet Merah Putih hadir menjadi wadah yang diharapkan mampu menjadi tatanan yang baik untuk Indonesia yang lebih baik.
Membahas mengenai konteks ekonomi, saat ini negara Indonesia tengah berupaya bertahan ditengah ketidakpastian global. Ketidakpastian global dapat terjadi karena beberapa faktor misalnya ketidakpastian politik, perang dagang antar negara, inflasi dunia, serta perubahan kebijakan pemerintahan. Hal hal tersebut mampu mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara secara tidak langsung.
Lalu bagaimana negara Indonesia menyikapi hal ini? Tentu saja bukan suatu hal yang mudah bagi Indonesia untuk bertahan pada kondisi seperti ini, belum lagi Indonesia masih merupakan negara berkembang yang perlu membutuhkan banyak evaluasi serta penilaian agar sistem yang dijalankan benar benar mampu membawa Indonesia ke titik dimana Indonesia dapat dikatakan sebagai negara maju. Penulis akan membahas perspektif Prabowo Subianto tentang ketidaksesuaian sistem ekonomi kapitalis dengan prinsip Pancasila, serta konsekuensi bagi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
Seperti yang kita tahu saat belajar mengenai “Sistem Ekonomi di Indonesia”, sistem terbagi menjadi beberapa bagian seperti sistem ekonomi tradisional, sistem ekonomi campuran, bahkan sistem ekonomi kapitalis. Semua sistem yang disebutkan sudah pasti memiliki kelemahan serta kelebihannya masing masing. Misalnya saja pada saat pertama kali Indonesia merdeka, negara ini masih menggunakan sistem ekonomi tradisional yang mana masih sangat lekat dengan ciri khasnya yakni bertransaksi menggunakan barter (bertukar barang dengan barang) serta alat alat produksi yang masih teramat sangat sederhana. Namun sistem tersebut lambat laun semakin ditinggalkan karena adanya kemajuan zaman dan kemajuan teknologi yang sangat pesat.
Akhir akhir ini, Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia terpilih periode tahun 2024-2029 mengungkapkan bahwa ekonomi kapitalisme-neo liberal tidak cocok dengan Pancasila sehingga hal tersebut sudah pasti tidak cocok diterapkan di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan ketika saat terjadi demo buruh di Jakarta September 2024 lalu. Mengapa Prabowo mengatakan hal demikian? Bagaimanakah sistem ekonomi kapitalis yang dimaksud?
Sistem ekonomi kapitalis merupakan salah satu sistem yang teramat sangat mementingkan keuntungan dibandingkan dengan kesejahteraan. Pada sistem ini semua inventaris yang digunakan dalam produksi hingga distribusi ialah milik pribadi. Modal yang digunakan juga milik pribadi sehingga keuntungan akan kembali ke pemilik tanpa adanya campur tangan dari pemerintah atau negara.
Sistem tersebut sudah ada dan berlaku sejak lama, Adam Smith pada bukunya yang berjudul “The Wealth of Nation” mengungkapkan bahwa pada sistem ekonomi ini seluruh alat produksi dan distribusi merupakan hak milik privat, barang yang diperdagangkan dijual secara bebas di pasar yang sifatnya bebas, serta terdapat istilah “Invisible Hand” karena pada sistem ini yang paling diutamakan ialah keuntungan untuk kepuasan pribadi.
Jika ditarik kesimpulan, sistem ekonomi ini sangatlah merugikan bagi negara bahkan merugikan individu diluar pemilik modal atau usaha. Merugikan pemerintah karena sistem ini tidak terikat aturan manapun mengenai penetapan harga jual sehingga pelaku usaha dapat memainkan harga yang mungkin bisa melampaui batas wajar. Selain itu juga, karena terbebas dari aturan pemerintah atau negara, sistem ini dikhawatirkan mampu membuat para buruh yang bekerja di perusahaan merasa terugikan karena bisa saja disaat perusahaan menginginkan keuntungan yang tinggi, mereka menekan para pekerja untuk bekerja melebihi kapasitas dengan upah yang tidak sebanding. Hal inilah yang sering menimbulkan masalah buruh yang menuntut kenaikan upah pada perusahaan. Jika perusahaan tidak segera mendengarkan aspirasi para buruh, kemungkinan buruknya ialah buruh akan melakukan aksi mogok kerja yang dalam konteks ini menambah permasalahan baru yang lebih serius.
Maka dari itu, sistem ini diharapkan tidak dioperasionalkan di Indonesia karena mampu menimbulkan kesenjangan sosial antara pemilik perusahaan dengan buruh, tidak adanya rasa kemanusiaan serta empati yang baik dalam memperlakukan para pekerja, eksploitasi sumber daya manusia jika para pekerja dituntut untuk bekerja diluar batas jam yang ditentukan, serta hal ini akan menimbulkan monopoli perdagangan pula dimana perusahaan yang sudah lama berdiri akan memonopoli perusahaan perusahaan kecil dibawahnya yang belum tentu akan mendapatkan keuntungan yang sama.
Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi praktik ekonomi. Negara berperan sebagai fasilitator dan pengawas dalam sistem ekonomi yang sehat untuk memastikan bahwa semua pelaku ekonomi bekerja dalam kerangka aturan yang adil. Akan ada lingkungan yang lebih stabil dan berkelanjutan jika ada kebijakan proaktif yang melindungi hak-hak buruh, menghentikan eksploitasi, dan memastikan pasar yang sehat. Jika tidak ada regulasi yang memadai, perusahaan besar berpotensi mendominasi pasar, menyebabkan monopoli yang merugikan ekonomi.
Selain itu, pentingnya pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kerja tidak boleh diabaikan. Investasi dalam pendidikan dan pengembangan keterampilan sangat penting untuk menghadapi tantangan global dan mempersiapkan masyarakat untuk memasuki dunia kerja yang semakin kompetitif. Program pelatihan yang relevan dapat meningkatkan daya saing karyawan dan membantu mereka menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi dan pasar. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dapat membantu Indonesia mengurangi kesenjangan sosial dan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi setiap anggota masyarakat untuk berkontribusi dalam perekonomian.