"Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasad ini, tetapi jiwaku dilindungi benteng merah putih. Akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapapun lawan yang aku hadapi." - Jenderal Sudirman
Kutipan dari Jenderal Sudirman tersebut benar-benar menjelaskan bagaimana kemerdekaan Indonesia bukanlah hal yang mudah dicapai. Berbagai pengorbanan yang harus dilakukan oleh para pahlawan dan masyarakat kala itu, keputusan-keputusan sulit yang harus diambil demi negara ini, semua perjuangan ini akhirnya membuahkan hasil yang manis---kemerdekaan Indonesia. Seperti yang kita ketahui, keberagaman adalah hal yang lekat saat kita bicara tentang Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, familiarnya.
Keberagaman adalah sebuah hal yang indah---yang harus kita lestarikan sebagai ciri khas Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti 'berbeda-beda tapi tetap satu', yang merepresentasikan keragaman suku, ras, agama, dan budaya di Indonesia. Sampai-sampai, perbedaan indah ini dikenal baik oleh mancanegara.
Namun, bukankah hidup dengan jutaan perbedaan itu sulit?
Selalu ada konflik terkait keberagaman yang terjadi di Indonesia. Entah itu karena minimnya rasa toleransi terhadap sesama, tindakan diskriminatif oleh suatu pihak terhadap pihak tertentu, ataupun ketidakpedulian terhadap adanya perbedaan. Permasalahan seperti ini sudah ditemui bahkan sebelum Indonesia. Tentu banyak pertentangan yang terjadi dalam proses memerdekakan Indonesia. Karena terdiri dari ratusan suku, ribuan pulau, jutaan pikiran dan opini, menyelaraskan semua itu bukanlah hal yang mudah. Namun semua ini bisa terjadi karena adanya integrasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, integrasi berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Secara umum, integrasi juga berarti sebuah metode untuk mengoordinasikan bagian-bagian, fungsi, ataupun tugas pada suatu pekerjaan. Kemerdekaan Indonesia bisa tercapai karena hal ini, di mana para pahlawan dan masyarakat Indonesia pada saat itu bersama-sama mencapai suatu tujuan tanpa saling bertentangan. Dengan pemikiran ini, rasa toleransi terhadap perbedaan tumbuh di dalam masyarakat Indonesia. Di mana kita bisa hidup beriringan dan berdampingan.
Integrasi sendiri dibagi menjadi dua dimensi atau pandangan, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Upaya menyatukan pemikiran atau persepsi antara rakyat dan pemimpinna masuk ke dalam dimensi vertikal, sedangkan upaya mewujudkan persatuan di antara keberagaman tersebut masuk ke dalam dimensi horizontal. Kedua dimensi ini harus saling berjalan berdampingan dan beriringan agar integrasi itu bisa terwujud.
Sayangnya, kedua dimensi tersebut tidak selalu beriringan, sehingga integrasi kadang tidak bisa terwujud. Tidak sedikit faktor penghambat yang membuat integrasi tidak bisa dilaksanakan dengan baik. Beberapa darinya adalah kurangnya toleransi antar sesama, sikap fanatisme dan egoisme, atau mungkin ketidakpuasan suatu pihak terhadap pihak yang lain.
Tantangan ini telah dihadapi Indonesia sejak sebelum merdeka, yang bisa ditemui dalam sejarah pemberontakan yang pernah terjadi di negara kita. Meskipun banyak dari rakyat Indonesia sedang memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia, beberapa kelompok lebih mementingkan kesejahteraan mereka sendiri. Gerakan separatisme ini dapat berujung dengan sangat fatal karena bisa memicu terjadinya perpecahan dalan negara.
Beberapa contoh pemberontakan atau gerakan separatisme yang pernah terjadi di Indonesia antara lain adalah PKI Madiun, Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan Permesta, Angkatan Perang Ratu Adil, PRRI, RMS, dan lain-lain. Ada banyak faktor yang membelakangi terjadinya aksi-aksi ini, seperti alokasi dana yang tidak merata, tidak menyetujui suatu aturan, merasa terjadinya ketidakadilan, atau perbedaan pendapat.