Dan pada hari Sabtu, pada tanggal 21 September 2024, saya kembali berwawancara menanyai sejarah serta asal-usul Kampung Lempongsari ini, saya bertanya kepada Pak Mardi yang dia sendiri adalah warga Lempongsari. Saya-pun bertanya "Sebelum Lempongsari menjadi kampung seperti sekarang, siapakah pertanggung jawab tanah-tanah yang ada di wilayah ini?", Pak Mardi-pun menjawab "Sebelum kampung ini banyak penduduk, dulu ada 4 orang atau sesepuh yang namanya Alm.Bapak Sugiyad, Alm.Bapak Wagimin, Alm.Bapak Suafin, dan Alm.Bapak Tugimin Hadi Sugaryo. Jadi disini dulu adalah tanah tegalan yang ditumbuhi dengan tumbuhan alang alang, nah akhirnya beliau ber 4 ini ada kesepakatan wilayah, karena dulu wilayah tinggalan Belanda dan tanah tersebut di kuasai oleh negara jadi bisa disebut Tanah Egendom. Jadi tanah ini boleh digarap oleh warga masyarakatnya, tapi kalau Tanah Perboden itu tanah peninggalan Belanda tapi dikuasai oleh Kerajaan, nah itu bedanya mbak. Dari situlah dimulai pembagian wilayah Lempong ini, untuk wilayah kiri adalah wilayah-nya Alm.Bapak Wagimin, terus kalau wilayah kanan itu menjadi wilayah-nya Alm.Bapak Sugiyad, nah kalau daerah yang tengah itu menjadi wilayah-nya Alm.Bapak Tugimin Hadi Sugaryo, nah terakhir kalau yang atas menjadi tanah wilayah-nya Alm.Bapak Suafin, nah jadi itulah 4 orang yang menguasai tanah-tanah Lempong."
Lalu di tempat ke dua dengan hari yang sama, saya ada wawancara dengan Sesepuh Lempongsari Timur, atau biasanya beliau dipanggil dengan nama "Mbah Sar". Saya pun bertanya kepada beliau "Apakah di Lempongsari ada tradisi yang juga masih dilaksanakan hingga saat ini, Mbah?". Beliau menjawab "Kalau tradisi di Lempongsari biasanya disebut Guyub Rukun atau Gotong Royong, dari jaman Lempongsari belum ada penduduk sepenuh sekarang, biasanya pesepuh Lempong melakukan Gotong Royong bersama-sama membangun rumah dari bambu, atau membuat jalan di kampung ini. Se dari saya kecil dulu memang tradisi ini sudah di laksanakan jadi semoga penduduk sekarang tetap melaksanakan Guyub Rukun."
Wawancara ketiga saya di hari yang sama. Disini saya mewawancarai seseorang yang juga bisa disebut sesepuh Lempong. Beliau biasanya dipanggil dengan nama "Mbah Mur", "Lempongsari ini apakah dulu pernah jadi pemukiman penjajah, ataupun ada tempat yang pernah dijadikan camp untuk peperangan?" tanya saya. "Kalau tempat peperangan gitu setau saya dulu nggak ada, tapi kalau pemukiman penjajah dulu itu Lempong pernah dijadiin tempat tinggal buat pejabat kolonial dan warga kelas menengah atas, gara-gara lokasi wilayah sini yang strategis dan udaranya yang lebih sejuk dibandingin daerah pusat Kota yang lebih rendah. Tapi karena sekarang wilayah sini berkembang, Lempongsari sudah banyak penduduknya."
Peristiwa yang pernah terjadi di Kampung Lempongsari salah satunya adalah bencana alam, yaitu longsor. Pada hari Jum'at, 7 Februari 2020 sekitar pukul 23.30 WIB terjadi longsor di Jalan Lempongsari I, RT 04/RW III, Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur yang disebabkan hujan deras. Penyebab tebing longsor dikarenakan terjadinya hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut sejak sore hari. Akibat kejadian tersebut mengakibatkan tebing dengan panjnag 10 meter dan tinggi 4 meter milik bapak Sukisno (48) dihuni 1 KK/5 jiwa mengalami longsor. Namun tidak ada korban jiwa dari dalam kejadian tersebut.
Bukti gambar longsor di Lempongsari :
Peristiwa longsor Lempongsari di kutip dari artikel :