Mohon tunggu...
Sekar Wangi
Sekar Wangi Mohon Tunggu... -

aku perempuan biasa saja. saat ini aku masih belajar di sekolah menengah pertama swasta di yogyakarta, dan pengin banyak belajar menulis....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hadiah dari Ayah

24 Juni 2012   11:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:35 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1340537494776565178

[caption id="attachment_190322" align="aligncenter" width="434" caption="gambar - agenboneka.wordpress.com"][/caption]

Kemarin ayah mengajakku pergi berbelanja ke toko Cahaya. Toko itu begitu besar dan megah berlantai tiga. Ayah mengajakku masuk ke dalam toko itu. Di dalam ada berbagai macam barang yang dijual. Ada alat rumah tangga, alat tulis, sepatu, tas, dan aneka mainan yang bagus-bagus. Bonekanya juga banyak sekali macamnya.

Selama ini aku belum pernah diberi boneka dari ayah. Aku ingin sekali boneka. Di rak bagian timur ada boneka yang sangat lucu, aku ingin memilikinya. Kuraih dan kupeluk, terasa lembut enak sekali. Tapi ayah mengajakku ke toko Cahaya bukan untuk membeli boneka, maka aku tidak membeli boneka itu. Dengan enggan kukembalikan boneka itu ke tempatnya. Sampai beberasa saat aku masih memandanginya, aku sedikit kecewa.

Kemudian ayah mengajakku ke tempat peralatan rumah. Rupanya ayah ingin membeli peralatan rumah, entah apa saja yang ingin ayah beli, pokoknya banyak sekali. Aku membeli beberapa makanan kecil untuk teman belajar.

Setelah membayar di kasir, ayah mengajakku makan siang. Di toko itu ada foodcourt  tempat para penjual makanan berjualan. Kami memilih kursi di sudut yang nyaman. Setelah menghabiskan makan siang dengan cepat, ayah berkata ingin pergi ke toilet. Aku menunggu ayah sambil menikmati makan siangku, steak dan juice apokat yang lezat.

Saat makananku sudah habis ayah tak kunjung kembali. Aku takut sendirian di keramaian. Tapi aku mencoba untuk tetap tenang. Berkali-kali aku mencoba menghubungi hp ayah, tetapi tidak ada jawaban. Kucoba pergi ke toilet, barangkali ayah terkunci di sana, ah ternyata ayah tidak ada. Aku kembali ke tempat duduk dengan sedikit cemas.

Untunglah beberapa saat kemudian ayah datang. Aku ingin bertanya kenapa ayah lama sekali, tapi sudahlah, yang penting ayah tidak meninggalkan aku.

Belum sempat aku berkata, ayah mengelus kepalaku dan berkata, ”Maaf ya, ayah lama.”

“Iya, tidak apa-apa, yah,” jawabku tak mempermasalahkan, aku malu kalau menceritakan kecemasanku. Yang penting ayah sudah ada disisiku.

Ayah mengajakku pulang. Sebenarnya aku masih bingung dan bertanya-tanya, apa yang tadi ayah lakukan. Ayah seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi apa yang ayah sembunyikan dariku? Apa aku belum cukup dewasa di usiaku yang ke-9 ini? Yah, mungkin memang benar usiaku belum cukup dewasa, tapi kenapa ayah menyembunyikan itu dariku? Mungkin ayah tidak menyembunyikan sesuatu, kenapa aku bisa berpikir seperti itu? Sudahlah, dari pada bingung, mungkin aku memang tidak perlu tahu urusan itu.

Saat di rumah, aku masuk ke kamar dan membaringkan tubuhku yang lelah. Aku terlalu lelah setelah belanja seharian,  sehingga aku tertidur.

Aku bermimpi aku diajak ke toko itu, ya, memang toko yang mirip. Aku diajak ke tempat peralatan rumah, kemudian aku diajak makan, dan ada satu yang lagi... aku dibelikan boneka itu. Ah, senangnya.

Tiba-tiba aku dibangunkan ibu, aku diajak makan malam bersama. Wah mimpi indah berakhir sudah.

Aku melihat ayah makan dengan tak biasa. Sepertinya ayah makan dengan tergesa-gesa. Aku melihat ibu, sepertinya ibu berpikiran sama denganku. Setelah ayah selesai makan ayah pergi ke kamar. Sekembalinya dari kamar, ayah membawa kotak besar berbungkus kado. Aku semakin heran. Untukku kah?

Ayah menyodorkan kotak besar itu. Dengan penasaran, kubuka kotak itu dan ternyata itu boneka yang kuinginkan.

“Ayah lihat, Sena sangat suka dengan boneka itu. Jadi, Ayah belikan,” kata ayah sambil memandangku penuh kasih sayang.

Alhamdulillah, ternyata mimpiku jadi kenyataan. Aku senang sekali, aku memeluk ayah dan mengucapkan terima kasih kepada ayah. Rupanya ayah mempersiapkan kejutan itu tadi ketika pergi denganku. Sekali lagi, terima kasih ayah, inilah hadiah terbaik yang pernah kuterima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun