Teori Stockholm Syndrome menjelaskan suatu kondisi paradoks psikologis dimana timbul ikatan yang kuat antara korban terhadap pelaku kekerasan, ikatan ini meliputi rasa cinta korban terhadap pelaku, melindungi pelaku yang telah menganiayanya, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab kekerasan, menyangkal atau meminimalisir kekerasan yang terjadi (Graham, dkk., 1995).Â
Menurut analisa saya setelah membaca beberapa jurnal dan mendengar cerita tentang toxic relationship. Pertama, biasanya dalam kondisi ini korban bingung akan sikap yang diberikan pelaku. Saat melakukan kekerasan, marah yang berlebihan pelaku akan kembali lagi menyebut kalimat sayang dan meminta maaf kepada korban. Sehingga korban menjadi bingung, apakah tindakan yang terjadi merupakan tindak kekerasan atau tidak.Â
Kedua, keputusan yang sulit diambil saat korban juga merasa tidak memiliki orang lain yang menyayangi dia. Sehingga korban bingung ingin bercerita dan mencari tempat perlindungan saat dia mengalami kekerasan. Â
Ketiga korban melihat kekerasan yang terjadi karena kesalahan pada diri korban, atau tuntutan untuk menjadi sempurna di mata pelaku, dan berharap pelaku akan berubah ketika diberikan cinta kasih yang tulus dari korban.Â
Hal yang dapat dilakukan untuk keluar dari hubungan racun seperti ini, melansir Verywell Mind, berikut beberapa cara keluar dari toxic relationship:Â
Bicarakan dengan orang yang bersangkutan tentang apa yang Anda rasakan dan sampaikan keberatan Anda, selalu gunakan pernyataan "saya merasa" agar pihak lain tidak defensif Setelah terbuka, coba diskusikan apa yang Anda rasakan tersebut sebagai masalah, lalu sampaikan Anda ingin mengubah kondisi toksik itu bersama-samaÂ
Jangan lupa untuk mengevaluasi hubungan, apakah sampai merusak harga diri dan kesehatan mental. Batasi waktu bersama dengan orang yang membawa frustasi dan rasa tidak bahagia.
Segera sadari bahwa beberapa orang toxic tidak mau berubah, terutama jika punya gangguan keterampilan sosial.Â
Sebisa mungkin selalu membela diri sendiri tanpa terlibat konflik terbuka ketika berada di situasi sulit.Â
Keluar dari hubungan pacaran yang banyak tindak kekerasan memang tidak mudah, perlu ada keyakinan teguh dan hati yang kuat untuk berhenti. Selain empat saran diatas, hal pertama yang dilakukan adalah menyayangi diri sendiri. Tanamkan dalam pikiran bahwa kita patut bahagia, dan patut diperlakukan jauh lebih baik dari saat ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H