Romeo...
Take me somewhere we can be alone….
I’ll be waiting; all we just to do is fun….
You’ll be the prince and I’ll be the princess….
This is love story….
Baby, just say “yes”….
kisah sebelumnya part 3
Jarum jam hampir menunjuk pukul sebelas malam ketika Sekar sampai di rumah. Erwin mengantarnya.
“Besok pagi, aku akan kemari, Sekar.”
“Memangnya ada apa, Mas?”
“Aku ingin menjemput dan mengantarmu ke pasar. Bukankah kau harus berjualan esok pagi?!”
“Ehm…, iya. Tapi aku rasa, itu tidak perlu, Mas. Jarak dari rumah ke pasar tidak terlalu jauh, dan aku terbiasa pergi sendiri dengan berjalan kaki.”
“Ya…. Mulai besok kau harus memulai kebiasaan barumu.”
“Apa itu?”
“Berjalan berdua denganku.”
Hari-hari berikutnya, Erwin selalu mengantar Sekar ke pasar. Sebenarnya Sekar tidak menginginkan hal itu. Tapi ia mengalah. Ia melihat ketulusan Erwin sepertinya sangat besar untuk dirinya.
***
“Aku masih berharap Jaka muncul malam itu, Mbak,” ucap Sekar lirih. “Apa ia lupa dengan janji yang ia buat sendiri?”
“Aku tidak tahu, Sekar,” sahut Asih. “Setiap orang punya alasannya sendiri atas apa yang ia kerjakan. Aku pun yakin, Jaka tidak mungkin ingkar dengan janjinya sendiri. Mungkin saja memang kau yang salah. Bukankah Jaka meminta kau datang di kala senja hendak menjemput malam?! Dan kau malah datang ke taman di kala malam telah bertahta dengan gagahnya.”
“Ya…. Sepertinya memang aku yang salah.”
“Tapi kau bertemu seseorang di sana, kan?! Aku tahu, pria itu sedang berusaha mendapatkan tempat di hatimu, Sekar. Tidakkah kau tergerak untuk membuka hatimu untuknya?!”
“Aku… masih belum yakin, Mbak. Ingin sekali aku memulai menulis lembaran yang baru. Tapi aku… masih belum bisa melupakan Jaka….”
“Aku tahu bagaimana sulitnya melupakan seseorang yang pernah lama singgah di sudut hari kita. Tapi itu pun bukan sesuatu yang mustahil untuk diusahakan, Sekar. Kita memang tida bisa secara ekstrim menjauhi orang itu. Bahkan menurutku, kita tidak perlu menjauh darinya. Maksudku, kau bisa menjadikan Jaka sebagai temanmu, atau bahkan menganggapnya sebagai seorang sahabat. Bukankah itu lebih baik untuk kalian?! Sehingga hampir bisa dipastikan, tidak akan ada kebencian di antara kalian.”
“Aku mau melakukannya, Mbak. Tapi entah dengan Jaka. Apa ia mau menerimaku sebagai temannya?”
“Kita memang tidak bisa memaksakan hal itu kepadanya. Biarlah waktu yang akan menjawabnya, Sekar.”
***
Malam minggu ini, Erwin berkunjung ke rumah Sekar. Ia berniat mengajak Sekar pergi ke pasar malam yang digelar di lapangan Rangkat. Di pasar malam itu, Om Garong Fahmi membuka stand bakso cinta dan Erwin ingin mengajak Sekar dinner di sana.
Jarak dari rumah Sekar ke lapangan Rangkat tidak terlalu jauh, sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Sembari berjalan, mereka berdua berbincang dengan akrabnya.
“Ini kencan pertama kita setelah resmi berpacaran. Apa kau bahagia, Sekar?”
“Mungkin,” jawab Sekar ragu-ragu.
“Maksudnya?!”
“Perasaan bahagia mungkin saja bisa terlihat di wajah. Tapi belum tentu di hati juga ikut merasakan kebahagiaan itu,” jawab Sekar.
“Jadi kau tidak bahagia malam ini, Sekar?!”
“Aku tidak berkata seperti itu, kan?! Bagiku, kebahagiaan adalah sesuatu yang indah. Sulit untuk diungkapkan dengan rangkaian kata. Aku sedang berusaha mendapatkannya malam ini. Dan untuk itu, aku percayakan padamu. Go on…, do something…. Make me smile again… and let me feel a single wonderful happiness tonight.”
Senyum Sekar sedikit mengembang. Ia membiarkan Erwin meraih jemarinya. Sejurus kemudian, ia sudah berada di dalam rengkuhan pria itu.
--- bersambung ---
backsound : Love Story - Taylor Swift
Note : Saat ini Desa Rangkat sedang mengadakan proyek "Pojok Baca Rangkat"
Untuk info lebih lengkap, silahkan klik di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H