Mohon tunggu...
Sekar Mayang
Sekar Mayang Mohon Tunggu... Editor - Editor

Editor. Penulis. Pengulas buku. Hidup di Bali. http://rangkaiankatasekar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[FISUM] Sepenggal Ceracau di Warteg Yayu Ajeng

17 Juli 2012   17:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:52 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342545626629759611

Sekar Mayang (no. 43)

“Hadeeeeeehhhh.... Pusiiiiiiing,” keluh Fahmi sembari duduk di bangku panjang warteg.

“Pusing napa, sih, bangbro?” tanya Rengga yang mengambil tempat di sebelah Fahmi.

“Biasa, masbro. Bini aye minta dikelonin lagi. Padahal kan baru minggu lalu aye dapet cuti. Mana boleh ngajuin lagi. Pan jatahnya sebulan cuma tiga hari.”

“Terus, dirimu bilang apa ke istri?” tanya Rengga. “Yayu. Kopi ireng loro, ya,” pintanya pada si pemilik warteg. 1

“Ya, aye bujuk lah. Aye kasi pengertian, tapi tetep aja dia nggak mau tahu. Malahan dia ngancem mau pulang ke Kuningan.” Fahmi geleng-geleng. “Oh, Sugi. Mengapa kau tega padaku, honey?” ratapnya dengan suara lirih.

“Hmm…. Baru gitu aja udah galau,” sahut Rengga.

“Elu sih enak, masbro, masih single. Nggak ribet mikirin bini kayak aye,” sungut Fahmi.

“Yee, siapa bilang?! Justru aku ini bingung. Dirimu masih mending, bangbro, libur tiga hari dalam satu bulan bisa dipake buat ketemu istri. Lha aku piye jal?! Mosok arepan nyervis dewe nggo sedotan?!” Giliran Rengga yang berkeluh kesah. 2

Keduanya terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing, sampai mereka seolah tidak menyadari Yayu Ajeng, sang pemilik warteg, meletakkan dua gelas kopi di hadapan mereka. Hawa panas dan angin beraroma garam bercampur dengan debu jalanan, membuat suasana hati makin tidak karuan. Lantunan tembang dangdut pantura dari radio lokal tidak sanggup membuat keduanya kembali bersemangat.

“Yayu. Mau nggak nikah sama saya?” tiba-tiba Rengga mengajukan pertanyaan kepada si empunya warteg.

“Sapa? Reang?” tanya Yayu Ajeng. 3

Rengga mengangguk.

“Ih, ya ora sudi reang’e rabi karo sira. Reang sih pengen’e rabi karo wong bule, enak akeh duit’e. Bule mah ganteng, bli kayak sira rai’ne lecek. Sira kuh kerja ning Balongan wis pirang taun sih?” 4

Rengga mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

“Rong taun?” kata Yayu Ajeng. 5

Rengga mengangguk.

“Pantes bae. Sugih’e ora, lecek’e iya.” 6

Yayu Ajeng pun kembali bekerja, melayani pembeli lain yang memesan makanan. Tinggallah Fahmi yang bingung mendengar percakapan rekannya dengan si pemilik warteg.

***

Subtittle :

1.Kopi hitam dua, ya.

2.Lha aku gimana coba?! Masa mau nyervis sendiri pake sedotan.

3.Siapa? Saya?

4.Ih, ya nggak sudi saya nikah sama kamu. Saya sing pengennya nikah sama bule, enak banyak duitnya. Bule tuh ganteng, nggak kayak kamu mukanya lecek. Kamu tuh kerja di Balongan udah berapa taun sih?

5.Dua taun?

6.Pantes aja. Kayanya enggak, leceknya iya.

Bergabunglah dengan kami di Fiksiana Community. Untuk melihat hasil karya FISUM lainnya, silahkan klik di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun