Hei, kau…
Berhentilah sejenak…
Aku lelah menemanimu berjalan
Menyusuri pantai berpasir merah muda
Kau hanya menggenggam jemariku
Tak pernah menggenggam hatiku
Aku ingin duduk di situ
Di gundukan karang hitam
Sambil memandang hamparan biru lautan tanpa batas
Dan seketika…
Ada tanya meliuk-liuk indah di otakku
Kemana lagi hendak kutelusuri
Jika semua jalan beralas duri
Sarat sudah tangisku
Mengalir deras air mataku
Aku berdiri di atas cintamu
Aku bersimpuh di bawah janjimu
Akan kurangkai semua lukaku
Kujadikan pembakar hidupku
Apakah engkau akan menghentikan hitungan ini?
Detik yang hampir kita raih
Sedang menit telah tergenggam
Mengapa tanganmu kulihat kelu dan kaku, saat kau melangkah menggenggam tanganku?
Hilangkah rasa itu?
Membuat waktu yang pernah ada terbuang sia-sia
Atau kakimu mulai terluka
Mengelupas pori di tapak senja
Dan kau bilang malam sebatas bayang
Ketika kau tak mampu menyulam mimpi yang datang
Ingin aku kembali meneruskan langkahku
Menyusuri kumpulan pasir pantai yang terhampar merayu
Namun aku mulai meragu
Kau tak mau lagi menggenggam jemariku
Kususuri siang tanpa dendang
Serasa hari makin lengang
Tak tampak secuil kata pun lalu pada kertas rindu
Yang selalu kau tautkan dengan tinta biru
Dan jedah-jedahnya mengulum rona paras binar
Ahh…
Dan lalu itu pun tanpa hadirmu
Masihkah sepi memasung wujudmu?
Atau hening mencumbu ilusimu
Hingga kau leraikan rasa yang terkenyam
Senja itu sudah nampak
Semburatnya menjingga sempurna
Akankah hari itu datang lagi?
Hari ketika kau kembali menggenggam hatiku
Dan aku pun dapat merangkul wujudmu
Denpasar - Jakarta, 25 Desember 2011
kolaborasi Sekar Mayang & Mahmud Nopiansha
gambar koleksi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H