Entah apa alasan saya waktu itu, hanya saja saya tidak menyesalinya. Itu keputusan yang tepat. Sebab, jika memaksa, mungkin saya akan frustrasi dan malah sama sekali meninggalkan aktivitas menulis.
Baca juga: Menakar Kemampuan Diri dalam Menulis Fiksi (artikel sebelumnya)
Ya, saya tetap menulis sampai sekarang, tetapi tidak mengklaim diri saya sebagai penulis. Saya editor, dan profesi itu ternyata menyelamatkan jiwa saya tepat selepas keterpurukan karena gagal lolos seleksi. (hilih, lebay lu, Moy!)Â
Saya editor, yang sesekali membuat artikel apalah-apalah demi reward uang virtual buat jajan burger di mekdi. (Moooy...) Saya editor, yang sesekali suka pamer pekerjaan di media sosial demi meyakinkan friend list bahwa saya bukan penulis yang ditinggalkan penggemarnya. (Mooooooooyyy...)Â
Saya editor, yang memakai cilok sebagai tameng pencitraan, padahal aslinya hobi makan nasi padang lauk rendang dobel. (Moooooooooooooyyyyyyyyy...!!!)
Tetapi, memang benar. Saya lebih menikmati aktivitas menyunting naskah orang lain ketimbang membuatnya sendiri. Ada kepuasan tersendiri ketika menemukan kejanggalan atau kekurangan dalam naskah.Â
Otak saya seolah-olah berpindah setelan, default mencari kesalahan-kesalahan pada naskah, yang tentunya sepaket dengan mempercantiknya. Tenang saja, saya tidak pernah kehilangan kesempatan berimajinasi.Â
"Menulis itu susah. Sebab, sebelum menulis, kita harus membaca. Riset, istilah kerennya, untuk memperkaya tulisan kita, sekalipun itu hanya novel."
Malah seringnya jadi diskusi menarik dengan si penulis. Paling tidak, saya membantu si penulis berimajinasi lebih indah lagi. Dan biasanya memang begitu, penulis terpacu untuk membuat adegan yang lebih pas.
Seiring waktu, saya seperti benar-benar kehilangan kemampuan menulis cerpen atau novel. Cerpen terakhir yang saya buat nyaris dua tahun lalu. Itu pun sudah kehilangan rasa dan nyawa. Sementara novel, terakhir kali adalah November 2013.Â
Sebenarnya saya sedang mengolah draft lama dan mungkin akan saya luncurkan tahun depan. (Yaelah, Moy, spoiler amat dah!) Kalaupun tiba-tiba saya membagikan tautan sebuah artikel, bisa dipastikan itu 'hanya' tip menulis novel atau cerpen-cerpen lama.Â